Tag Archives: indochina

Gardens By The Bay (photo by Pras)

Backpacking Indochina 9D8N (Bag. 10-Tamat): Day 9 – The Last Day, Transit In Singapore

Minggu, 1 Juni 2014

Tak terasa telah sampailah kami pada hari terakhir dari perjalanan backpacking Indochina ini. Pagi itu setelah sholat subuh aku langsung berkemas-kemas. Kami bersiap pagi-pagi karena harus check-out pagi itu. Jadwal penerbangan kami ke Singapura — destinasi kami berikutnya — juga terhitung cukup pagi, yakni pukul 08.55 dengan maskapai Tigerair. Jadi setidaknya kami sudah tiba di bandara 2 jam sebelumnya.

Taksi ke bandara sudah kami pesan malam sebelumnya melalui resepsionis hotel. Kami memesan 2 taksi untuk 13 orang. Khairul, Benny, Abdan, dan Reza extend 1 hari di Ho Chi Minh. Mereka baru pulang keesokan harinya.

Pukul setengah 7 kami semua sudah berkumpul di lobi hotel. Kunci loker sudah dikembalikan ke resepsionis, paspor pun juga sudah kembali ke tangan kami. Tas-tas kami masukkan ke dalam taksi. Setelah itu kami pun berangkat menuju bandara.

Perjalanan menuju bandara ternyata cukup lancar. Jalanan tidak semacet sebagaimana yang kami khawatirkan di awal. Perjalanan menuju bandara ini kalau tidak salah hanya memakan waktu 20 menit saja.

Ada kejadian yang cukup unik saat kami turun dari taksi. Sang sopir taksi meminta tips kepada kami. Katanya itu sudah menjadi budaya di kalangan turis di sana (turis memberi tips kepada sopir taksi). Tentu saja kami terkejut. Kami nggak menyiapkan sama sekali tips untuk sang sopir.

Kami pikir dengan membayar biaya taksi ke resepsionis hotel itu sudah cukup. Kami pun terpaksa mengumpulkan uang pecahan Vietnam Dong kami yang tersisa yang kalau dirupiahkan mungkin nilainya setara Rp 10.000. Kami nggak tahu juga sih berapa standar tips dari Phạm Ngũ Lão ke bandara ini. Tapi kata pak sopirnya yang penting kasih tips saja, besarnya bebas.

Setelah urusan tips-pertipsan beres, kami pun masuk ke dalam bandara. Wow… megah, bagus, dan modern juga ya bandara di Ho Chi Minh ini. Begitu masuk di dalam bandara kami langsung mencari counter Tigerair untuk melakukan check-in.

Check-in di counter Tigerair

Check-in di counter Tigerair

Setelah check-in dan melalui imigrasi, sambil menunggu waktu boarding, aku, Pras, dan Hafidh berpisah dari rombongan untuk mencari sarapan. Sementara yang lain langsung menuju ke ruang tunggu keberangkatan.

Pesawat Tigerair yang akan kami tumpangi pagi itu benar-benar tepat waktu. Kami boarding sesuai jadwal. Pesawat juga take off sebagaimana waktu yang sudah dijadwalkan.

Setelah menempuh 2 jam perjalanan, pesawat tiba di bandara Changi, Singapura. Waktu setempat menunjukkan pukul 12 siang, sejam lebih cepat dari waktu Indonesia bagian barat dan waktu Vietnam.

Setelah melalui imigrasi, aku dan Ginanjar harus berpisah dengan Continue reading

Advertisement
Foto bersama bangkai tank (photo by Putri)

Backpacking Indochina 9D8N (Bag. 9): Day 8 – One Day Cu Chi Tunnels Tour

Sabtu, 31 Mei 2014

Pagi itu setelah subuh sebenarnya kami yang cowok-cowok sudah janjian untuk main đá cầu alias petaca di taman Phạm Ngũ Lão. Namun, sepertinya teman-teman masih banyak yang tertidur. Akhirnya aku jalan-jalan ke taman sendiri.

Hafidh sudah berangkat lebih dahulu. Dia menyempatkan lari pagi di taman. Dari sebelum berangkat backpacking Indochina ini dia memang sudah meniatkan diri untuk menjajal lari pagi di tiap kota yang disinggahi jika memungkinkan. Makanya dia sudah siap sedia sepatu dan kaos lari dari Indonesia.

Di taman aku cuma duduk-duduk saja mengamati aktivitas penduduk lokal di taman. Juga mengamati kesibukan lalu lintas kota Ho Chi Minh pagi itu yang dipenuhi motor-motor yang lalu lalang.

Suasana pagi taman Phạm Ngũ Lão

Suasana pagi taman Phạm Ngũ Lão

Pukul 6 pagi aku kembali ke hotel. Pagi itu Pambudi, Listyanto, Kak Simon, dan Kak Febri tengah bersiap-siap untuk check-out dari hotel. Mereka hendak melanjutkan perjalanan ke Singapura pagi itu. Jadwal penerbangan pulang yang mereka ambil memang berbeda dengan kami karena ingin tiba di Indonesia Minggu siangnya agar punya waktu istirahat cukup sebelum lanjut kerja keesokan harinya.

Pukul setengah 7 pagi taksi yang menjemput mereka sudah datang di depan hotel. Kami pun bersalam-salaman melepas kepergian mereka. Hiks, hiks. Tak terasa kami sudah memasuki hari ke-8 dalam perjalanan ini. Itu artinya keesokan harinya kami harus mengakhiri petualangan bersama ini.

Berangkat Cu Chi Tunnels Tour

Tur hari itu agak molor dari yang dijadwalkan. Penyebabnya salah satu teman kami pagi itu bangun kesiangan. Kami baru sadar ketika kami semua sudah siap berangkat, namun ada satu orang yang belum tampak. Ternyata dia masih tidur. Glek!

Padahal pemandu tur — seorang bapak yang usianya sudah memasuki kepala 6 namun masih tampak segar dan sehat — sudah tiba sejak pukul setengah 8. Menurut rencana kami memang harusnya berangkat tur pukul 8 pagi.

Pukul 8.15 kami semua akhirnya berangkat juga. Transportasi yang kami gunakan adalah kendaraan semacam mini bus gitu. Selain kami ber-18, ada dua orang Filipina yang join satu kendaraan dengan kami.

Pemandu tur sedang memperkenalkan diri (photo by Ian)

Pemandu tur sedang memperkenalkan diri (photo by Ian)

Di dalam perjalanan sang pemandu tur melakukan perkenalan diri. Bahasa Inggris beliau cukup bagus. Pronounciation-nya dapat dengan jelas kami tangkap, tidak campur-campur dengan aksen Vietnamnya.

Dari perkenalan itu kami mengetahui ternyata kampung beliau adalah di Cu Chi itu juga. Dan beliau sempat ikut mengalami masa-masa perang di sana. Beliau menunjukkan beberapa bekas luka tembakan di bagian lengannya. Ada bekas-bekas jahitan di situ setelah peluru diambil.

Ke Galeri Handicapped Handicrafts

Destinasi pertama tur kami pagi itu adalah galeri seni Handicapped Handicrafts. Sesuai namanya, tempat ini menyediakan berbagai produk kerajinan tangan, di antaranya ada lukisan, guci, gantungan kunci, kursi, meja, piring, dan lain-lain.

Di Galeri Handicapped Handicrafts (photo by Ian)

Di Galeri Handicapped Handicrafts (photo by Ian)

Yang istimewa di Handicapped Handicrafts ini adalah pengrajin-pengrajinnya merupakan para penyandang difabilitas. Tahu sendiri kan impak dari Perang Vietnam yang berakhir pada medio tahun 1970-an sebagian penduduk Vietnam yang menderita cacat fisik, bayi-bayi yang lahir saat itu pun sebagian juga tak luput menderita cacat bawaan.

Terhadap warga negara yang mengalami nasib kurang beruntung tersebut, Pemerintah Vietnam berinisiatif untuk memberikan pelatihan ketrampilan kepada mereka dengan menyediakan workshop-workshop kerajinan tangan macam Handicapped Handicrafts ini. Di workshop-workshop tersebut juga terdapat galeri di mana mereka bisa langsung menjual produk kerajinan tangan mereka. Tujuan pemerintah Vietnam jelas yaitu memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka agar mereka dapat hidup mandiri dan juga men-support ekonomi keluarga mereka.

Memang sih harga-harga kerajinan tangan di galeri Handicapped Handicrafts ini terbilang sangat mahal. Hampir dua kali dari harga pasaran sepertinya. Katanya sebagian keuntungan dari penjualan ini digunakan untuk terus mensupport kegiatan-kegiatan bagi para penyandang difabilitas ini. Oh ya, sayangnya produk-produk di dalam galeri tersebut tidak boleh difoto. Bagus-bagus lho produknya. Tapi ya itu, mahal, jadinya aku nggak beli sama sekali.

Para pengrajin di Handicapped Handicrafts (photo by Ian)

Para pengrajin di Handicapped Handicrafts (photo by Ian)

Ke Cao Dai Temple

Dari Handicapped Handicrafts Gallery destinasi kami berikutnya adalah Cao Dai Temple. Perjalanan ke sana membutuhkan waktu 1 jam lebih. Perjalanan yang cukup lama bukan?

Apa itu Cao Dai? Continue reading

Depan National Museum (photo by Ian)

Backpacking Indochina 9D8N (Bag. 8): Day 7 – Phnom Penh-Ho Chi Minh

Jumat, 30 Mei 2014

Bus Virak Buntham mulai memperlambat jalannya dan beberapa kali berhenti di traffic lights. Kondisi tersebut membuatku terjaga dari tidurku. Banyaknya traffic lights yang kami temui dan rumah-rumah atau toko penduduk di kanan kiri jalan menandakan kami mulai memasuki kawasan kota.

Saat itu waktu menunjukkan pukul 5 pagi. Aku langsung bertayamum di tempat tidurku. Kemudian melaksanakan sholat shubuh sambil posisi setengah telentang. Kondisinya di situ memang sangat susah untuk bisa melaksanakan sholat sambil duduk.

Sekitar 1 jam kemudian bus tiba di depan kantor agen bus Virak Buntham. Di sanalah pemberhentian terakhir dan satu-satunya bus yang kami tumpangi ini di Phnom Penh. Lokasinya ternyata sangat dekat dari kawasan Riverside yang terkenal di Phnom Penh ini. Kantor agen bus Virak Buntham ini ternyata juga bersebelahan dengan pool bus Giant Ibis, bus eksekutif yang sempat masuk pertimbangan kami dalam memilih moda bus Siem Reap-Phnom Penh.

Di depan kantor agen bus Virak Buntham (photo by Ian)

Di depan kantor agen bus Virak Buntham (photo by Ian)

Kesalahpahaman dengan sopir tuk-tuk

Masih ingat dengan ceritaku di artikel sebelum ini yang bilang bahwa sopir tuk-tuk kami di Angkor Wat menawarkan temannya sesama sopir tuk-tuk di Phnom Penh untuk menjemput kami? Sempat terjadi kesalahpahaman di sini. Sopir tuk-tuk mengira kami ingin menginap dan berkeliling di Phnom Penh setibanya kami di sana. Padahal kami hanya transit sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke Ho Chi Minh.

Sopir tuk-tuk sudah terlanjur mengajak teman-temannya sehingga total ada 6 tuk-tuk yang datang menjemput kami pagi itu. Sayangnya kami tidak bisa mengubah itinerary yang kami susun karena keterbatasan waktu. Sang perwakilan sopir tuk-tuk sempat agak emosi ketika kami mengatakan kami hanya ingin jalan kaki di sekitar kawasan Riverside ini saja sebelum pergi ke Ho Chi Minh.

Kami pun bernegosiasi dengan sopir tuk-tuk untuk mencari win-win solution. Sebenarnya kami kasihan juga dengan mereka yang sudah datang pagi-pagi menyambut “rejeki” yang sudah di depan mata ini. Akhirnya kami meminta mereka untuk mengantarkan kami ke restoran halal di sekitar Riverside ini. Kami akan membayar jasa mereka USD 1 per tuk-tuk. Mereka menyetujui usulan kami. Lumayanlah daripada tidak dapat uang sama sekali kata perwakilan mereka. Selain itu, kami juga menyetujui permintaan mereka untuk membelikan kami tiket bus ke Ho Chi Minh.

Terhadap permintaan mereka yang terakhir ini sebenarnya kami agak ragu. Takut kalau mereka menipu kami. Apalagi tiket bus yang mereka tawarkan lebih murah daripada jika
membeli melalui agen. Mereka menawarkan USD 8, lebih murah daripada di agen yang harganya USD 10.

Aku yakin dengan harga segitu dan memesankan tiket untuk 18 orang pasti mereka akan memperoleh komisi dari pihak bus. Makanya kami sempat khawatir jangan-jangan ini bus abal-abal yang akan kami naiki. Karena itu kami meminta mereka agar kami diperbolehkan untuk membayar DP setengahnya terlebih dahulu, dan baru melunasinya sebelum bus berangkat. Untungya mereka tidak mempermasalahkan.

Oh ya, di Phnom Penh ini kami berpisah lebih awal dengan Pambudi, Listyanto, kak Simon, dan kak Febri. Mereka cabut lebih dahulu ke Ho Chi Minh dengan menumpang bus Khai Nam keberangkatan pukul 8 pagi. Menurut rencana mereka akan pulang dari Ho Chi Minh pagi keesokan harinya. Karena itu mereka cabut lebih dahulu agar memiliki waktu lebih lama di Ho Chi Minh.

Jalan-jalan di kawasan Riverside

Kami diantarkan oleh sopir tuk-tuk ke restoran India muslim di depan kawasan Riverside. Sayangnya pagi itu restoran ini belum sepenuhnya buka. Mereka tampak sibuk menyiapkan bahan masakan dan menata restoran. Akhirnya kami mengalihkan pilihan kami ke restoran lain. Kami diantarkan ke sebuah restoran muslim melayu yang bernama Halal Restaurant.

“Halal Restaurant” Phnom Penh

Numpang ngecharge di restoran (photo by Putri)

Numpang ngecharge di restoran (photo by Putri)

Lebih enak makan di sini menurutku daripada restoran India. Menunya lebih familiar di lidah, hehe. Pagi itu aku memesan nasi goreng ayam dan es teh tarik.

Setelah makan, kami berjalan kaki menuju Riverside. Cuaca Phnom Penh menjelang pukul 9 pagi ini sudah begitu teriknya. Cuacanya 11-12 lah sama Siem Reap. Panas banget.

Riverside ini adalah taman kota Phnom Penh yang lokasinya berada di sisi sungai Mekong. Di sepanjang riverside ini terdapat bangku-bangku taman, area fitness, dan tiang-tiang bendera negara-negara di dunia. Aku cukup salut dengan pemerintah kota Phnom Penh ini. Terutama dengan fasilitas peralatan fitness yang mereka sediakan secara gratis di taman. Mengingatkanku pada taman kota di Reservoir Makau. Walaupun Kamboja termasuk negara berkembang, warganya hebat sekali bisa menjaga peralatan fitness ini agar tetap terawat.

Area fitness (photo by Ian)

Area fitness (photo by Ian)

Masih di kawasan Riverside, tak jauh dari situ terdapat beberapa objek turisme seperti National Museum dan Royal Palace. Kalau kita perhatikan, model bangunan tradisional Kamboja ini mirip sekali dengan Thailand. National Museum dan Royal Palace (istana raja) memiliki model yang mirip dengan Royal Palace atau Wat Pho-nya Thailand. Warna emas pun juga menjadi warna dominasi cat bangunan ini.

Karena keterbatasan waktu, tak satupun di antara dua tempat tersebut yang kami masuki. Untuk masuk ke tempat tersebut, ada entrance fee yang harus dibayar. Aku lupa berapa tepatnya. Kami hanya berfoto-foto di area luarnya saja dengan menjadikan kedua tempat sebagai latar belakang foto kami.

Depan National Museum (photo by Ian)

Depan National Museum (photo by Ian)

Tiang-tiang bendera di tepi sungai Mekong

Tiang-tiang bendera di tepi sungai Mekong

Yang paling indah dan worthy of visit tentu taman depan Royal Palace. Tamannya sangat rapi dan bersih. Dan yang paling menyenangkan adalah banyak burung dara yang berjalan-jalan dan beterbangan di taman. Suasananya seperti di taman-taman kota Eropa seperti yang pernah kulihat di TV atau internet.

Sayangnya tak semua dari kami sempat ke sana. Hanya aku, Pras, dan Khairul saja yang ke sana. Yang lain masih asyik foto-foto di area fitness dan depan National Museum. Faktor cuaca yang sangat terik ditambah bawaan ransel yang besar di punggung membuat kami agak berat berjalan jauh saat itu.

Di taman depan Royal Palace ini ada orang yang menjual biji-biji jagung untuk dikasih ke burung-burung dara tersebut. Kami membeli 3 bungkus biji jagung tersebut dengan harga USD 1. Seru lho ngasih makan burung-burung tersebut. Begitu kita lempar biji-biji tersebut, tiba-tiba Continue reading

Pengunjung berbondong-bondong menuju Angkor Wat (photo by Ian)

Backpacking Indochina 9D8N (Bag. 7): Day 6 – Angkor Wat Tour

Kamis, 29 Mei 2014

Pukul 4 pagi aku sudah terbangun. Aku bersiap-siap untuk melaksanakan sholat Subuh saat itu yang waktunya masuk pukul 4.10. Agenda kami hari itu adalah mengikuti full day tour di kompleks Angkor Wat hingga sore hari. Setelah itu malamnya kami akan meninggalkan Siem Reap menuju ke Phnom Penh. Karena itulah kami harus check-out hari itu juga.

Sesuai dengan perjanjian dengan sopir tuk-tuk sehari sebelumnya, kami akan dijemput di hostel pukul 5 pagi. Karena kami akan berada di kompleks Angkor Wat sampai sore, sedangkan batas waktu check-out adalah pukul 12 siang, maka kami check-out saat subuh itu juga, sebelum berangkat tur. Namun, ada beberapa orang dari kami yang extend semalam supaya ada tempat untuk istirahat sebentar dan menaruh barang-barang sembari menunggu keberangkatan bus ke Phnom Penh.

Ba’da sholat aku langsung mengemasi barang-barangku. Setelah itu aku langsung datang ke resepsionis untuk menyerahkan kunci kamar dan loker. Tas carrier-ku kuletakkan di sudut ruang lobby hostel. Di sana banyak sekali tas-tas carrier besar yang dititpkan. Yup, walaupun kita sudah check-out dari hostel, kita boleh kok menitipkan tas kita di sana. Sampai malam pun boleh kata respsionisnya.

Berangkat ke kompleks Angkor Wat

Pukul 5 pagi teng kami sudah berkumpul di depan hostel. Lima tuk-tuk sudah menunggu kami di sana. Satu tuk-tuk lagi menjemput Abdan dkk. di Palm Garden Lodge.

Berangkat ke Angkor Wat (photo by Ian)

Berangkat ke Angkor Wat setelah subuh (photo by Ian)

Tuk-tuk langsung meluncur ke Angkor Wat. Kalau lihat di Google Maps sih, jarak dari hostel kami ke pintu gerbang kompleks Angkor Wat ini sekitar 5 km. Jalanan Siem Reap ba’da subuh itu masih cukup sepi.

Di perjalanan menuju kompleks Angkor Wat ini kami sempat beberapa kali melewati kelompok-kelompok kecil bersepeda. Umumnya bule-bule sih yang naik sepeda ke Angkor Wat ini. Suatu saat kalau ada kesempatan ke Siem Reap lagi, harus nyobain nih nggowes ke Angkor Wat juga.

Untuk dapat memasuki candi-candi di kompleks Angkor Wat ini kita harus memiliki tiket yang disebut dengan Angkor Pass. Admission fee-nya sebesar USD 20. Tiket itu berlaku untuk one day tour di sana.

Suasana loket tiket Angkor Wat (photo by Rizky)

Suasana loket tiket Angkor Wat (photo by Rizky)

Karena Angkor Wat ini merupakan sebuah kompleks candi-candi yang sangat luas yang hampir mustahil dijelajahi seluruhnya dalam sehari, pihak pengelola menyediakan opsi tiket terusan untuk 3 hari (tidak harus berturutan) dan 1 minggu. Admission fee untuk masing-masing opsi tersebut adalah USD 40 dan USD 60.

Di Angkor Pass yang kita dapatkan akan tertera foto kita. Foto diambil saat itu juga ketika kita membayar admission fee di loket. Di Angkor Pass tertera juga tanggal berlaku tiket. Angkor Pass ini wajib kita tunjukkan kepada petugas setiap kali hendak memasuki suatu candi. Mereka akan mencocokkan wajah kita dengan foto yang tertera di tiket. Yup, dengan begitu tiket ini sifatnya non-transferable.

Angkor Pass

Angkor Pass

Melihat sunrise di Angkor Wat

Jujugan candi pertama kami adalah Angkor Wat itu sendiri. Angkor Wat ini terkenal dengan view sunrise-nya yang sangat indah. Tak heran banyak orang yang sudah datang ke Angkor Wat ini pagi-pagi itu.

Pengunjung berbondong-bondong menuju Angkor Wat (photo by Ian)

Pengunjung berbondong-bondong menuju Angkor Wat (photo by Ian)

Kami memiliki waktu untuk menikmati Angkor Wat ini hingga pukul 8-an. Sebenarnya fleksibel sih waktunya. Tapi kami pikir 2,5 jam di dalam sudah cukup puaslah. Jadi sementara kami berkeliling di dalam Angkor Wat, sopir tuk-tuk akan stand by di depan.

Pagi itu penampakan sunrise yang kami lihat tidak seindah seperti yang aku lihat-lihat di wallpaper-wallpaper HD yang menampilkan sunrise Angkor Wat. Entah karena sedang tidak beruntung atau memang akhir Mei bukan waktu terbaik untuk melihat sunrise di Angkor Wat, atau spot yang kami pilih memang salah. Entahlah. Namun, orang-orang tampak bahagia menikmati pemandangan sunrise pagi itu. 😀

Siluet Angkor Wat

Siluet Angkor Wat

Tak ingin terlalu lama befoto-foto dengan background sunrise, kami beranjak masuk menjelajahi kompleks dalam Angkor Wat. Tampak banyak sekali restorasi di sana-sini di dalam kompleks. Jerman dan Perancis mendominasi proyek restorasi ini. Aku bisa tahu itu dari keterangan-keterangan pada peralatan-peralatan yang digunakan untuk restorasi ini.

Foto bersama (photo by Ian)

Foto bersama (photo by Ian)

Angkor Wat

Angkor Wat

Angkor Wat ini seolah menawarkan suasana yang mistikal di dalamnya. Mistik yang kumaksud bukan yang berhubungan dengan hal-hal ghaib tentunya. Di sana aku seolah-olah seperti kembali ke era kerajaan Khmer di masa kejayaan Raja Suryawarman II di abad 12. Lorong-lorong di dalam candi yang lembab dan gelap menambah suasana mistikal itu.

Oh ya, berhati-hatilah dengan warga lokal yang menawari dupa di lorong-lorong dalam Angkor Wat ini. Mereka baik-baikin pengunjung yang mereka temui dengan menawari dupa dan mengajak untuk bersembahyang. Jangan terima dupa tersebut. Itu scam! Tolak saja dengan halus. Ada teman yang terjebak, dan harus membayar 2 dollar.

Salah satu lorong di dalam Angkor Wat

Salah satu lorong di dalam Angkor Wat

Sarapan

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Jujur, waktu 2,5 jam itu ternyata cukup sebentar. Aku masih belum sempat menjelajahi halaman belakang Angkor Wat ini. Yah… memang sih kalau nggak banyak foto-foto, cukup sebenarnya waktu 2,5 jam itu menjelajahi Angkor Wat ini, haha. Karena kami sudah janjian dengan sopir tuk-tuk, tentu nggak enak juga kalau kami menambah durasi waktu kami sepihak di sana.

Dari Angkor Wat ini selanjutnya kami dibawa oleh sopir tuk-tuk ke warung makanan untuk sarapan. Jadi di kompleks Angkor Wat yang besar itu ada satu area di mana di sana terdapat banyak warung-warung makanan berjajar. Di sana ada toko-toko souvenir juga.

Di warung makan (photo by Abdan)

Di warung makan (photo by Abdan)

Harga menu di sana mahal-mahal sih. Kisaran USD 4-6 lah. Aku memesan menu salad buah. Cari yang aman saja. Soalnya agak ragu sama kehalalan menu-menu yang lainnya. Salad buah ini harganya USD 5. Mahal ya. But, the show must go on. Begitu pun perut harus tetap diisi.

Untuk minum, aku beli botol air mineral 1,5L seharga USD 1. Mahal ya. Di minimart samping hostel harganya USD 0,75. Jadi mending beli dekat hostel kalau nggak mau rugi. Haha, perhitungan banget memang.

Ke kompleks Angkor Thom

Peta kompleks Angkor

Peta kompleks Angkor

Jam telah menunjukkan pukul setengah 10 pagi ketika kami selesai sarapan. Angkor Thom menjadi destinasi kami berikutnya. Kami diantarkan ke sana oleh sopir tuk-tuk. Kami diberi waktu hingga pukul 12 siang untuk berkeliling menjelajahi candi-candi di Angkor Thom ini. Setelah mengantarkan kami, sopir tuk-tuk meninggalkan kami Continue reading

Backpacking Indochina 9D8N (Bag. 1): Indeks

Alhamdulillah akhirnya keturutan juga backpacking keliling beberapa negara di Indochina, kecuali Myanmar dan Laos selama 9 hari 8 malam (9 days 8 nights/9D8N). Dengan waktu yang terbatas tersebut kami sempat singgah dan melihat-lihat beberapa kota seperti Kuala Lumpur, Ao Nang (Krabi), Bangkok, Siem Reap, Phnom Penh, dan Ho Chi Minh City.

Yup, backpacking keliling ASEAN ini telah masuk dalam bucket list-ku sejak kuliah. Dua tahun lalu aku tidak jadi gabung 3 orang temanku yang lebih dahulu backpacking Indochina selama 21 hari.

Yang menarik dari perjalanan ini adalah aku melakukannya beramai-ramai dengan 21 orang lainnya. Walaupun jalan bareng dengan jumlah orang sebesar itu, alhamdulillah, perjalanan berjalan lancar tanpa kendala berarti.

Dari ke-21 orang tersebut tidak semuanya kukenal sebelum perjalanan ini. Jadi mulanya ide backpacking ini hanya terbatas pada grup backpacker teman-teman semasa kuliah saja. Total ada 6 orang saja, termasuk aku. Kemudian aku mengajak 1 orang teman lagi, Pambudi.

Jumlah 7 orang ini berkembang lagi. Beberapa orang temanku yang kerja di Telkom mengajak teman-temannya sebanyak 7 orang. Kebetulan dari 7 orang itu ada 4 orang anak Teknik Industri ITB ’07. Mereka kemudian mengajak 2 orang temannya dari TI’07 juga.

Lalu ada Khairul yang mengajak sahabat karibnya sejak SMA, Benny, yang kemudian juga mengajak 2 orang lagi sahabat dekatnya di Teknik Material UI ’07. Terakhir ada Pambudi yang mengajak 3 orang teman kantornya di Unilever.

Total terkumpullah peserta sejumlah 22 orang. Jumlah yang sangat banyak bukan untuk menyebut kelompok backpacking? Mungkin lebih cocok disebut kelompok study tour kali ya, haha. Itu pun masih ada yang mau join lagi sebenarnya.

Orang-orang yang kami temui di perjalanan sampai terpana melihat besarnya rombongan kami. Apalagi ketika mengetahui kami sedang dalam perjalanan backpacking ke beberapa negara. Petugas bus Bangkok-Siem Reap dan Siem Reap-Phnom Penh, sempat terbelalak matanya saat kami bilang ingin memesan tiket bus untuk 22 orang. Seorang bule cuma bisa berkomentar, “Are you fucking crazy??!!”

Dalam tulisan berikutnya aku akan menceritakan detail perjalanan day-to-day ke dalam beberapa artikel.

Sebelum membaca cerita perjalanan yang sudah kami lakukan, mungkin ada baiknya untuk mengetahui itinerary umum yang sudah kami susun sebelum berangkat. Perjalanan yang kami lakukan tidak jauh dari itinerary yang sudah kami susun ini.

————————————————————————————-

Indeks link seri artikel Backpacking Indochina 9D8N:

Rencana Backpacking Indochina 9D8N

Menurut Wikipedia, yang disebut Indochina itu adalah:

Indochina or Indo-China is a peninsula in Southeast Asia lying roughly southwest of China, and east of IndiaThe name has its origins in the French Indochine as a combination of the names of “India” and “China”, referring to the location of the territory between those two countries, though the majority of people in the region are neither Chinese nor Indian. It is also referred to as Mainland Southeast Asia

Jadi, kalau menurut pengertian sempit, yang disebut Indochina itu sebenarnya adalah wilayah jajahan Perancis di Asia Tenggara yang meliputi Vietnam, Kamboja, dan Laos, sehingga disebut French Indochina. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luasnya turut meliputi Myanmar, Thailand, dan peninsula Malaysia (secara geografi wilayah Singapura juga termasuk). Dengan kata lain, Indochina itu wilayah mainland-nya Asia Tenggara.

Jadi ceritanya aku dan teman-teman sedang excited banget karena 3 hari lagi Insya Allah kami akan memulai backpacking mengunjungi negara-negara di Indochina. Bisa dibilang ini adalah backpacking Indochina jilid 2 di kelompok kecil backpacking kami. Yang jilid 1 (baca ceritanya di sini), 2 tahun lalu, aku tidak jadi ikut karena tidak bisa meninggalkan projek yang sedang kukerjakan. Makanya begitu ada kesempatan libur 2 kali dalam seminggu, aku sekalian mengajukan cuti untuk 3 hari lainnya sehingga bisa backpacking secara full.

Backpacking yang jilid 1 dua tahun lalu itu hanya 3 orang yang jadi. Mereka backpacking selama 21 hari berkeliling ke negara Vietnam, Kamboja, Laos, Thailand, dan Malaysia. Mereka bisa backpacking selama itu karena memang sedang berada pada masa jeda menunggu wisuda setelah sidang S1.

Untuk backpacking kali ini, awalnya menurut rencana, peserta backpacking ini hanya kelompok kecil backpacking kami selama kami kuliah dulu saja, dan yang konfirm hanya sekitar 5 orang saja. Namun, dalam perkembangannya ternyata rencana kami menyebar ke teman-teman kantor masing-masing. Coba tebak sekarang yang ikut bergabung sudah ada berapa? 22 mamen!

Well, kami tidak bisa menghalangi orang untuk jalan-jalan tentunya. Ini bakal jadi sesuatu yang menarik sekaligus tantangan tersendiri. Yang jelas nggak mungkinlah kalau ke mana-mana kami selalu jalan kompakan 22 orang. Sudah kayak study tour saja jadinya, hehe.

Akhirnya dibentuklah forum untuk mewadahi semua orang ini. Di situ kami membagi itinerary yang sudah kami rancang untuk diikuti yang lain. Di situ juga kami berbagi informasi tiket pesawat/kereta/bus dan penginapan yang hendak kami pesan. Sejauh ini sih koordinasi berjalan lancar. Intinya sih, itinerary kami kurang lebih sama, tapi jalan tetap masing-masing.

Jumlah hari yang akan kami spend untuk backpacking kali ini hanya 9 hari 8 malam (9D8N) saja. Tidak semua negara di Indochina tentunya yang akan kami kunjungi. Hanya beberapa negara saja. Ini dia rute yang akan kami lakukan.

Rute backpacking Indochina 9D8N

Rute backpacking Indochina 9D8N

Well, I do know that this sounds really ambitious. Beberapa teman mengatakan lebih baik fokus ke salah dua saja kalau cuma 9 hari mah. Thailand-Kamboja saja misalnya. Plan yang kami susun ini cenderung bakal lebih banyak habis di jalan dan sangat melelahkan.

Namun, aku pribadi sejak awal sih iyes. Nggak tahu kalau mas-mas yang lain. Memang yang kucari salah satunya adalah sensasi perjalanan antar negaranya, lintas perbatasan via darat, bukan hanya plesirnya saja. Semoga saja kami kuat menjalaninya, haha.

So, beberapa kota yang akan kami kunjungi adalah sebagai berikut:

1. Kuala Lumpur, Malaysia

Sudah 6 kali kalau tidak salah aku berkunjung ke kota ini. Sebenarnya aku ingin membuang kota ini dari itinerary. Tapi aku penasaran naik sleeper train melintasi perbatasan Malaysia-Thailand dari Kuala Lumpur ke Hat Yai.

Namun, aku tetap bakal mencoba menikmati jalan-jalan di KL ini karena kali ini aku bepergian ke sana ramaian. Tentu sensasinya bakal beda. Dan kali ini aku akan pergi ke KL sebagai seorang turis, bukan sebagai seorang yang memanfaatkan waktu luangnya saat bepergian dalam rangka urusan pekerjaan, haha.

Oh ya thanks to bung Rizky yang sudah membuat list objek yang akan dikunjungi di KL ini di blognya. Baru sadar ternyata masih ada cukup banyak tourist attraction yang belum kukunjungi di KL ini.

Sleeper Train Malaysia

Sleeper Train Malaysia (photo embedded from http://www.escapetraveler.com/)

Continue reading