Sabtu, 31 Mei 2014
Pagi itu setelah subuh sebenarnya kami yang cowok-cowok sudah janjian untuk main đá cầu alias petaca di taman Phạm Ngũ Lão. Namun, sepertinya teman-teman masih banyak yang tertidur. Akhirnya aku jalan-jalan ke taman sendiri.
Hafidh sudah berangkat lebih dahulu. Dia menyempatkan lari pagi di taman. Dari sebelum berangkat backpacking Indochina ini dia memang sudah meniatkan diri untuk menjajal lari pagi di tiap kota yang disinggahi jika memungkinkan. Makanya dia sudah siap sedia sepatu dan kaos lari dari Indonesia.
Di taman aku cuma duduk-duduk saja mengamati aktivitas penduduk lokal di taman. Juga mengamati kesibukan lalu lintas kota Ho Chi Minh pagi itu yang dipenuhi motor-motor yang lalu lalang.
Pukul 6 pagi aku kembali ke hotel. Pagi itu Pambudi, Listyanto, Kak Simon, dan Kak Febri tengah bersiap-siap untuk check-out dari hotel. Mereka hendak melanjutkan perjalanan ke Singapura pagi itu. Jadwal penerbangan pulang yang mereka ambil memang berbeda dengan kami karena ingin tiba di Indonesia Minggu siangnya agar punya waktu istirahat cukup sebelum lanjut kerja keesokan harinya.
Pukul setengah 7 pagi taksi yang menjemput mereka sudah datang di depan hotel. Kami pun bersalam-salaman melepas kepergian mereka. Hiks, hiks. Tak terasa kami sudah memasuki hari ke-8 dalam perjalanan ini. Itu artinya keesokan harinya kami harus mengakhiri petualangan bersama ini.
Berangkat Cu Chi Tunnels Tour
Tur hari itu agak molor dari yang dijadwalkan. Penyebabnya salah satu teman kami pagi itu bangun kesiangan. Kami baru sadar ketika kami semua sudah siap berangkat, namun ada satu orang yang belum tampak. Ternyata dia masih tidur. Glek!
Padahal pemandu tur — seorang bapak yang usianya sudah memasuki kepala 6 namun masih tampak segar dan sehat — sudah tiba sejak pukul setengah 8. Menurut rencana kami memang harusnya berangkat tur pukul 8 pagi.
Pukul 8.15 kami semua akhirnya berangkat juga. Transportasi yang kami gunakan adalah kendaraan semacam mini bus gitu. Selain kami ber-18, ada dua orang Filipina yang join satu kendaraan dengan kami.
Di dalam perjalanan sang pemandu tur melakukan perkenalan diri. Bahasa Inggris beliau cukup bagus. Pronounciation-nya dapat dengan jelas kami tangkap, tidak campur-campur dengan aksen Vietnamnya.
Dari perkenalan itu kami mengetahui ternyata kampung beliau adalah di Cu Chi itu juga. Dan beliau sempat ikut mengalami masa-masa perang di sana. Beliau menunjukkan beberapa bekas luka tembakan di bagian lengannya. Ada bekas-bekas jahitan di situ setelah peluru diambil.
Ke Galeri Handicapped Handicrafts
Destinasi pertama tur kami pagi itu adalah galeri seni Handicapped Handicrafts. Sesuai namanya, tempat ini menyediakan berbagai produk kerajinan tangan, di antaranya ada lukisan, guci, gantungan kunci, kursi, meja, piring, dan lain-lain.
Yang istimewa di Handicapped Handicrafts ini adalah pengrajin-pengrajinnya merupakan para penyandang difabilitas. Tahu sendiri kan impak dari Perang Vietnam yang berakhir pada medio tahun 1970-an sebagian penduduk Vietnam yang menderita cacat fisik, bayi-bayi yang lahir saat itu pun sebagian juga tak luput menderita cacat bawaan.
Terhadap warga negara yang mengalami nasib kurang beruntung tersebut, Pemerintah Vietnam berinisiatif untuk memberikan pelatihan ketrampilan kepada mereka dengan menyediakan workshop-workshop kerajinan tangan macam Handicapped Handicrafts ini. Di workshop-workshop tersebut juga terdapat galeri di mana mereka bisa langsung menjual produk kerajinan tangan mereka. Tujuan pemerintah Vietnam jelas yaitu memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka agar mereka dapat hidup mandiri dan juga men-support ekonomi keluarga mereka.
Memang sih harga-harga kerajinan tangan di galeri Handicapped Handicrafts ini terbilang sangat mahal. Hampir dua kali dari harga pasaran sepertinya. Katanya sebagian keuntungan dari penjualan ini digunakan untuk terus mensupport kegiatan-kegiatan bagi para penyandang difabilitas ini. Oh ya, sayangnya produk-produk di dalam galeri tersebut tidak boleh difoto. Bagus-bagus lho produknya. Tapi ya itu, mahal, jadinya aku nggak beli sama sekali.
Ke Cao Dai Temple
Dari Handicapped Handicrafts Gallery destinasi kami berikutnya adalah Cao Dai Temple. Perjalanan ke sana membutuhkan waktu 1 jam lebih. Perjalanan yang cukup lama bukan?
Apa itu Cao Dai? Dari yang kupahami dari penjelasan sang pemandu, Cao Dai atau Caodaism ini merupakan agama “baru” yang menyatukan agama-agama yang ada di dunia. Hal tersebut terlihat dari praktik ibadah yang mereka lakukan. Salah satunya yakni cara mereka bersujud persis sebagaimana umat muslim bersujud ketika sholat.
Kami datang di sana menjelang pukul 12 siang. Waktu tersebut bertepatan dengan waktu ibadah mereka yang dilakukan pukul 12 siang juga. Sepertinya oleh pihak penyelenggara tur, waktu kunjungan ke Cao Dai ini memang disengaja dipaskan dengan waktu ibadah mereka agar turis bisa menontonnya.
Sebenarnya aku merasa kurang nyaman sih dengan kunjungan ke situ. Aku merasa gimanaa gitu mengunjungi tempat ibadah agama orang lain dan menontonnya seolah-olah mereka objek wisata. Eh, tapi sepertinya mereka malah nyaman-nyaman saja kok ditonton seperti itu. Entahlah.
Kurang lebih hanya setengah jam saja kami berada di Cao Dai Temple ini. Setelah itu kami kembali ke dalam mini bus untuk melanjutkan perjalanan berikutnya ke Cu Chi Tunnels.
Nah, perjalanan dari Cao Dai Temple menuju Cu Chi Tunnels ini ternyata sungguh lama. Ada 2 jam kalau tidak salah. Di tengah-tengah perjalanan itu kami istirahat makan siang di sebuah rumah makan. Ada rombongan turis lain yang sedang singgah juga di sana saat itu.
Tidak ada tulisan halal di rumah makan ini. Karena itu, siang itu aku dan sebagian besar teman-teman hanya memesan menu salad buah. Harga satu porsi salad buah yang terdiri dari berbagai macam irisan buah-buahan seperti mangga, nangka, pisang, pepaya, dll ini adalah VND 50.000. Beberapa teman ada yang karena saking laparnya, akhirnya memesan salad buah plus nasi. Hmm… kombinasi yang nggak ‘umum’. Buah kan rasanya manis ya, tambah nasi yang juga manis. Nggak tau deh gimana rasanya hehe.
Di rumah makan itu pula kami menumpang sholat dhuhur dan dijama’ dengan ashar. Ada satu ruangan kosong di lantai atas yang bisa kami manfaatkan sebagai tempat sholat. Tentunya setelah mendapatkan izin dari pengelola rumah makan tersebut.
Melihat Jejak Perang Vietnam di Cu Chi Tunnels
Sekitar pukul 3 sore akhirnya kami tiba juga di situs Cu Chi Tunnels. Di Cu Chi Tunnels ini kami perlu membayar entrance fee sebesar VND 90.000. Pembayaran tiket masuk ini dikoordinir oleh bapak pemandu tur saat kami masih berada di dalam mini bus saat dalam perjalanan. Setelah memperoleh tiket masuk, dengan dipandu sang bapak tour guide kami pun berjalan menuju ke dalam area Cu Chi Tunnels ini.
Area Cu Chi Tunnels ini sangat luas. Namun, untuk menjelajahi spot-spot di dalamnya kita dibantu dengan rute jalan setapak yang sudah ditentukan oleh pihak pengelola. Jadi insya Allah tidak akan ada spot yang terlewat.
Spot pertama yang kami kunjungi adalah lubang tempat persembunyian tentara Vietkong. Ukurannya sangat kecil. Hanya muat satu tubuh manusia saja. Tentunya yang bertubuh langsing hehe. Teman-teman mencoba satu per satu bergantian masuk ke dalam lubang itu merasakan sempitnya lubang persembunyian itu.
Selain lubang persembunyian, kami juga melihat-lihat berbagai macam lubang jebakan yang dibangun oleh tentara Vietkong untuk menjebak musuh. Lubang-lubang yang kami lihat itu merupakan bentuk tiruan saja. Yang aslinya sepertinya sudah tertimbun tanah atau sudah tidak ada lagi.
Nggak beda jauhlah lubang-lubang jebakan itu dengan yang mungkin biasa kita lihat di film-film. Permukaan lubang tersebut ditutupi rerumputan atau dedaunan untuk kamuflase. Di dalamnya terdapat jarum-jarum besi yang besar dan tajam yang akan langsung menusuk tubuh orang yang terjerembab ke dalam lubang.
Tak jauh dari jebakan “show room” tersebut, terdapat manekin-manekin (patung) pejuang Vietnam yang sedang menyiapkan senjata atau jebakan. Ada juga bangkai tank yang sudah dilumpuhkan para tentara Vietkong.
Dari lokasi tank tersebut kami berjalan lagi hingga sampailah di shooting ground. Di shooting ground ini pengunjung bisa menjajal beberapa senapan yang ada di sana, seperti M16, M30, AK47, dll. Sayangnya itu tidak gratis. Pengunjung yang ingin menjajal senapan harus membeli peluru untuk satu magazine (tempat peluru) yang isinya 10 buah peluru. Satu buah pelurunya lumayan mahal. Kali 10 ya apalagi, jelas mahal.
Awalnya kami ingin patungan lima orang masing-masing orang membeli 2 peluru. Sayangnya, untuk satu senapan hanya boleh dipakai bergantian 2 orang. Jadi setiap orang jika ingin patungan, masing-masing harus membeli 5 peluru.
Singkat cerita, akhirnya hanya aku dan Hafidh saja yang jadi menembak. Awalnya kami memilih K54 karena pelurunya paling murah. Karena stok pelurunya lagi kosong, akhirnya kami memilih Carbine yang paling murah dan yang available. Total biaya untuk 10 peluru adalah 250.000 VND (sekitar 125 ribu rupiah lebih).
Kami pun masuk ke shooting ground. Jedar, jeder! Bunyi tembakan orang-orang yang berada di samping kami terdengar cukup memekakkan telinga. Kami diberikan headset peredam bunyi untuk dipasang di telinga. Aku dan Hafidh bergantian menembak masing-masing sebanyak 5 kali. Sayangnya aku tak bisa melihat dengan jelas apakah tembakanku mengenai sasaran atau tidak. Aku bahkan tidak yakin apakah ada peluru yang keluar dari senjataku ini saking cepatnya, haha.
Sayang euy nggak ada yang memfoto kami saat lagi menembak, hehe. Aku hanya sempat memotret carbine saja, setelah itu buru-buru menembak tanpa sempat narsis-narsisan.
Setelah beres menembak, kami segera menyusul rombongan yang sudah bergerak lebih dahulu ke area tunnels. Yup, agaknya ini adalah spot yang paling ditunggu-tunggu. Sesuai namanya, Cu Chi Tunnels gitu lho. Kami penasaran seperti apa sih terowongan yang dibangun oleh tentara Vietkong pada masa perang itu.
Setelah Bapak pemandu memberikan penjelasan, kami mencoba masuk ke dalam terowongan. Terowongan ini ternyata memiliki beberapa tingkat kedalaman. Aku tak ingat sampai tingkat berapa yang paling dalam. Namun, aku sempat menjajal turun hingga tingkat ketiga kalau tidak salah.
Suasana terowongan di dalam sangat gelap dan lembab. Tinggi terowongan hanya cukup dilalui dengan merunduk atau jalan sambil jongkok. Btw, kalau bukan karena diburu waktu, mungkin kami akan mencoba masuk lebih dalam dan jauh lagi di dalam terowongan, hehe. Seru juga kayak main petak umpet.
Namun, di balik itu aku jadi kepikiran bagaimana susahnya pejuang-pejuang Vietnam dahulu bertahan di dalam terowongan tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama. Apalagi setelah itu kami disuguhkan sebuah film dokumenter yang menceritakan strategi perang tentara Vietkong pada masa itu.
Di film dokumenter itu aku baru tahu kalau ternyata ada “kehidupan” di dalam terowongan tersebut. Ya, kehidupan sebagaimana orang-orang hidup di “atas” tanah. Ada ruang-ruang yang difungsikan sebagai tempat tinggal, dapur umum untuk memasok makanan para pejuang, dll. Semua itu dilakukan di dalam tanah!
Acara pemutaran film dokumenter sejarah Cu Chi Tunnels ini mengakhiri rangkaian tur kami hari itu. Kami berjalan keluar kompleks Cu Chi Tunnels menuju pelataran parkir. Bapak pemandu kami tidak ikut kami kembali ke kota Ho Chi Minh. Beliau langsung pulang ke rumahnya yang memang dekat dengan lokasi Cu Chi Tunnels ini.
Oh ya, ada kejadian cukup menegangkan saat perjalanan pulang. Sang sopir mini bus, tiba-tiba menghentikan kendaraan dan marah-marah membentak kami. Kami tak paham apa yang beliau ucapkan. Namun, sepertinya beliau marah karena kami terlalu berisik. Gimana nggak berisik, kami ber-18 dalam satu kendaraan, terus ngobrol ke mana-mana dan pakai acara koor jodoh-jodohin, “ciee… cieee…” gitu ke beberapa anak yang jadi korban bully haha.
Setelah itu, sang sopir jadi ngebut bawa kendaraannya. Perjalanan ke Phạm Ngũ Lão alias District 1 tempat kami menginap kurang lebih memakan waktu sejam. Kami tiba tepat saat maghrib. Setelah itu, kami harus berpisah dengan Putri yang balik duluan malam itu pukul 9 malam dengan pesawat Jet Star. Dia langsung memesan taksi melalui resepsionis hotel ke bandara. Dia memang nggak bareng beli tiketnya dengan kami sehingga terpaksa memesan tiket beda penerbangan karena tiket untuk penerbangan kami sudah melambung tinggi harganya.
Setelah berpamit-pamitan dengan Putri, kami semua menuju ke kamar masing-masing untuk bersih-bersih diri. Setelah itu keluar untuk makan malam dan berburu souvenir (lagi) haha. Aku membeli satu bungkus besar (500 gram apa ya kalau nggak salah) kopi Vietnam Trung Nguyên yang memang sangat populer di Vietnam.
Untuk makan malam, kami yang cowok-cowok memilih makan malam di Salima Halal Restaurant lagi hehe. Walaupun agak mahal, tapi rasanya memang enak dan terjamin halal, jadi kami memutuskan makan di sana kembali. Apalagi sang ibu penjual pada malam sebelumnya menjanjikan akan memberikan diskon kalau kami datang lagi beramai-ramai. Dan alhamdulillah, kami memang mendapatkan diskon malam itu, hehe. Sepuluh persen apa ya kalau tidak salah. (bersambung)
———————————————————————————-
Pengeluaran Day 8
- Makan siang salad buah : VND 45.000
- Tiket masuk Cu Chi Tunnels : VND 90.000
- 5 peluru Carbine : VND 125.000
- Makan malam di Salima Halal Restaurant : VND 135.000
- Beli souvenir 1 kaos : VND 50.000
- Beli 1 bungkus kopi bubuk Trung Nguyên : VND 80.000
Total = ~ IDR 294.000
*Kurs VND 1 = IDR 0,56
————————————————————-
Thanks buat foto-fotonya yang dipakai di artikel ini 🙂 :
1. Ian
2. Putri
3. Pras
————————————————————————————-
Indeks link seri artikel Backpacking Indochina 9D8N:
wah iri deh bisa lihat belahan dunia lain
LikeLike
hellooo…
thanks buat informasi di postingannya.. btw, tur ke cu chi tunnel dari saigon itu kita bisa dapet info dimana ya? apakah bisa di booking sebelumnya?
thanks 🙂
LikeLike
Hai… di kawasan Phạm Ngũ Lão itu banyak bertebaran kantor agen-agen tur wisata yang menawarkan paket tur ke Cu Chi Tunnel dan destinasi lain. Biasanya bekerja sama juga dengan hostel-hostel setempat, sehingga kita bisa pesan melalui hostel juga.
Bisa kok di booking sebelumnya. Beberapa penyedia jasa tur wisata memiliki website juga yang melayani pemesanan paket tur secara online. Website ini misalnya https://www.thesinhtourist.vn/. Waktu itu saya sempat blogwalking juga terus nemu pengalaman orang yang ikut tur dari agen tersebut.
Saya sendiri sama teman-teman kemarin pesan on the spot di sana melalui resepsionis hostel kami. 🙂
LikeLike
waaaah gitu yah, maaf nih klo comment di posting yg berbeda. Klo bis malam virak buntham itu cara beli tiketnya gmana? apakah bisa beli via online gitu atau kita harus ke suatu tempat? Saya rencananya sih dari siem reap nya mau pake virak buntham 🙂
thanks bgt buat infonya
LikeLike
Di Siem Reap, sekitar 1 km dari Night Market ada kantor agen travel yang namanya Nattakan Cambodia Co. Ltd. Kami beli langsung tiket Virak Buntham di sana. (Foto lokasi dan alamat kantor bisa dicek di link ini https://muhdhito.files.wordpress.com/2014/07/dscn03691.jpg?w=656)
Sampai saat ini saya belum nemu website booking online Virak Buntham.
Tapi kalo tertarik untuk menggunakan jasa bus lain yang lebih oke, Giant Ibis bisa dipertimbangkan. Mereka menerima booking online juga. Cuma sedikit lebih mahal daripada Virak Buntham. Webnya di sini http://www.giantibis.com/.
LikeLike