Menulis Lagi

Tak terasa sudah lama saya tidak menulis di blog ini. Artikel terakhir yang saya terbitkan sudah setahun yang lalu. Banyak hal-hal menarik atau tidak-terlalu-menarik-namun-sayang-untuk-tidak-ditulis menjadi terlewatkan untuk didokumentasikan.

Yang saya rasakan setelah vakum menulis sekian lama adalah kemampuan untuk mengemukakan gagasan secara runut menjadi kurang terasah. Walaupun selama ini saya cuma menulis artikel-artikel ringan yang tidak cukup berbobot, kebiasaan menulis artikel blog tanpa saya sadari secara tidak langsung melatih diri bagaimana menyusun kalimat pembuka sebelum masuk ke dalam inti dan mengakhiri dengan sebuah kesimpulan.

Selain itu, yang saya rasakan juga selama ini kebiasaan menulis blog ternyata adalah sebuah refreshing bagi saya walaupun kadang-kadang bisa pusing juga menyusun kalimat yang baik dan menarik untuk artikel di blog ini. Wwkwkwk. Karena itu, saya mencoba tidak mematok harus bisa menghasilkan berapa artikel dalam seminggu atau sebulan.

Yang penting mencoba memulai menulis lagi saja dulu. Sehari mencicil separagraf juga sudah cukup. Wkwkwk. Mari kita coba.

finish di unpad mtr 2022

Lari FM di Unpad Manglayang Trail Running 2022

Pada awal bulan September kemarin, tepatnya tanggal 4, saya kembali mengikuti event trail running. Kali ini lokasinya berada di dekat daerah domisili saya, yakni di kampus Universitas Padjadjaran (Unpad), Jatinangor, Kabupaten Sumedang.

Pada tahun 2022 ini, event trail running yang bertajuk Unpad Manglayang Trail Running (Unpad MTR) ini telah menginjak penyelenggaraan kali keempat. Pada tiga perhelatan sebelumnya saya tidak berpartisipasi. Baru kali ini saya mendaftarkan diri sebagai peserta dan langsung mengikuti kategori Full Marathon (FM).

Saya tertarik mengikuti Unpad MTR ini selain karena berada di wilayah Bandung Raya, juga penasaran dengan Gunung Manglayang. Seumur-umur tinggal di Bandung, saya belum pernah sekali pun pergi mendaki ke gunung yang berada di daerah Bandung Timur ini. Karena itu, begitu membaca postingan mengenai event ini di Instagram, saya pun segera mendaftar mumpung masih early bird.

Hari H Race

Pukul 4.15 saya berangkat dari rumah. Jarak dari rumah saya ke kampus Unpad Jatinganor adalah sekira 12 km. Jalanan masih sangat sepi. Saya tiba di kampus Unpad Jatinangor pukul 4.35. Dari parkiran saya langsung menuju ke gedung rektorat. Di sana saya sholat subuh terlebih dahulu.

Setelah sholat subuh, saya melakukan pemanasan. Namun tidak lama kemudian tiba-tiba saya kebelet BAB. Wkwkwk. Memang sudah kebiasaan nih. Padahal sebelum berangkat saya sudah coba BAB. Cuma keluarnya ketika itu tidak banyak. 😂

Selesai BAB, jam sudah menunjukkan pukul 5 tepat. Ternyata start kategori FM belum dilakukan. Alhamdulillah. Sekira pukul 5.05, start kategori FM resmi dilakukan.

Menjelang start Unpad Manglayang Trail Running kategori FM

Jujur ketika itu saya merasa kurang sekali pemanasannya. Kaki masih kaku-kaku. Saya pun mencoba lari kecil-kecil saja.

Sekitar 3,5 km pertama kami para peserta masih diajak berkeliling di dalam kampus Unpad. Luas juga kampus Unpad Jatinangor ini haha.

Setelah itu barulah kami mulai memasuki jalur trail. Sekitar 2 km kemudian jalur trail ini membawa kami melintasi jembatan yang menyeberangi jalan tol Cisumdawu. Kemudian melintasi jalan di dalam kawasan Bumi Kiarapayung. Jalannya sangat lebar, namun masih berupa tanah kerikil.

Continue reading
Pocari Sweat Run 2022

Dapat PB Marathon di Pocari Sweat Run 2022

Pada tanggal 24 Juli 2022 yang lalu saya mengikuti event Pocari Sweat Run (PSR) 2022 yang diselenggarakan di Kota Bandung. Saya berlari di kategori Full Marathon (FM). Setelah 3 tahun absen, akhirnya saya bisa berlari FM lagi. Terakhir kali saya berlari FM adalah pada event Borobudur Marathon 2019.

Pendaftaran

Pendaftaran PSR 2022 ini telah dibuka sejak awal bulan Maret tahun ini. Pendaftarannya menggunakan sistem ballot. Alhamdulillah saya terpilih menjadi peserta event offline. Selain event offline, PSR 2022 ini juga memiliki event virtual. Bagi calon peserta yang tidak lolos ballot, bisa mengikuti event virtualnya.

Pada tahun ini PSR memasuki edisi ke-9 penyelenggaraan. Dari 9 edisi itu, event tahun ini adalah keikutsertaan saya yang pertama kali. Sebelum ini saya tidak pernah ikut karena sering kehabisan kuota pendaftaran atau memang sengaja tidak mendaftar karena malas berebut cepat-cepatan mendaftar dengan ribuan calon peserta yang lain.

Event PSR ini memang hype-nya selalu tinggi. Banyak penggemar lari yang selalu menanti-nantikan event ini. Apalagi diadakannya di Bandung. Bisa sekalian liburan di sana. Selain itu juga selalu saja ada artis atau pejabat yang ikut berpartisipasi sehingga publikasinya pun menjadi sangat meriah.

Hari H

Saya tiba di Gedung Sate, race central tempat diselenggarakannya Pocari Sweat Run 2022, pada pukul 4.40. Waktu start kategori FM adalah pukul 5.00. Lumayan mepet ya haha. Tapi pemanasan sudah saya lakukan dengan berlari sekitar 1 km menuju race central ini.

Suasana halaman Gedung Sate subuh itu sudah ramai dengan pelari dari berbagai kategori. Saya sholat subuh dulu di Masjid Al-Muttaqin yang letaknya masih berada di halaman Gedung Sate.

Waktu subuh saat itu memang baru masuk pada pukul 4.42. Mepet sekali dengan waktu start. Alhasil lumayan panjang juga antrian wudlunya. Mana saat itu saya kebelet BAB lagi. Wkwkwk. Akhirnya saya BAB dulu di toilet Masjid Al-Muttaqin.

Usai sholat subuh, saya langsung meluncur ke area start. Agak riweuh karena harus menerobos kerumunan orang-orang.

Menjelang start kategori Full Marathon

Saya tiba di area start tepat menjelang gelombang pertama FM diberangkatkan. Saya sendiri mendaftar di gelombang 3 atau gelombang terakhir. Gelombang 3 ini adalah peserta yang menargetkan diri untuk finish di atas 4,5 jam.

Continue reading

DNF di MSC116 – 55K (Part 2-Tamat)

Menjelang Start

Tepat pada pukul 10 malam saya berangkat jalan kaki dari area camping ground menuju lokasi start. Jaraknya sekitar 350 meter saja. Sesampainya di area start saya melakukan pemanasan sendiri terlebih dahulu. Mumpung masih ada banyak waktu sebelum race dimulai.

Sekira 20 menit sebelum start saya bersiap-siap di belakang garis start bersama pelari-pelari yang lain. Tak lama kemudian, tepat pukul 11 malam, race pun dimulai. Total menurut catatan panitia ada 185 pelari yang melakukan start malam itu.

Menjelang start MSC116 2022 kategori 55K

Garis Start-Pondok Welirang

Pada event MSC116 ini peserta memulai lari dari garis start yang berada di ketinggian 763 MDPL. Titik cut-off time (COT) pertama untuk kategori 55K ini berada di WS Pondok Welirang yang berada di ketinggian 2.534 MDPL dengan jarak tempuh 9K dari garis start.

Waktu cut-off time (COT) yang diberikan oleh panitia adalah 4 jam 50 menit. Cukup lama bukan? FYI, untuk event 10K di medan road, biasanya COT yang diberikan hanya sekitar 1,5-2 jam saja. Sangat jauh selisihnya. Waktu COT yang lama itu menunjukkan bahwa rute menuju Pondok Welirang ini memang memiliki tingkat kesulitan yang tidak main-main.

Walaupun medannya mayoritas berupa tanjakan, dalam rute menuju WS Pondok Welirang ini treknya kebanyakan masih bisa dipakai lari. Ada sejumlah ruas yang jalurnya cukup landai. Ada sedikit turunan juga. Tanjakan tercuram pada jalur ini yang tercatat pada Strava saya adalah 48%.

Saya tiba di WS Pondok Welirang pada pukul 02:34 dini hari. Sementara itu, menurut catatan panitia di sini, peserta pertama yang sampai di WS Pondok Welirang berhasil menempuh dalam waktu 1 jam 55 menit. Artinya catatan saya hampir 2 kali lipat dari catatan waktu peserta pertama tersebut 😂. Saya sendiri berada di urutan 98 yang check-in di WS Pondok Welirang itu.

Di WS Pondok Welirang

Pondok Welirang-Puncak WelirangSadelan

Dari Pondok Welirang saya lanjut berlari kembali menuju Puncak Gunung Welirang. Treknya tentu saja masih menanjak.

Dalam perjalanan ke Puncak Gunung Welirang ini saya mulai diserang rasa kantuk. Selain karena sebenarnya ini sudah lewat dari jam biologis tidur saya, mungkin juga karena disebabkan saya yang mulai melambat sehingga menurunkan adrenalin saya.

Continue reading
Course Profile MSC116 2022

DNF di MSC116 – 55K (Part 1)

Setelah 2 tahun absen karena pandemi Covid-19, akhirnya event MSC116 (Mantra Summits Challenge One One Six) kembali dihelat tahun ini, tepatnya pada tanggal 2-3 Juli kemarin. Saya ikut berpartisipasi sebagai peserta kategori 55K.

Ini keikutsertaan saya yang pertama pada event ini. Sebenarnya pada 2020 lalu saya sudah mendaftarkan diri. Namun event terpaksa ditunda ke tahun berikutnya.

Panitia tidak memberikan opsi pembatalan untuk keikutsertaan event ini. Seluruh calon peserta yang sudah terdaftar akan dialihkan keikutsertaannya untuk tahun berikutnya.

Sayangnya pada tahun 2021 lalu event ini kembali ditunda karena kasus Covid-19 yang masih tinggi. Alhamdulillah pada tahun ini pandemi sudah mulai mereda sehingga event dapat dilangsungkan.

Dibandingkan 2 tahun lalu ketika saya mendaftar, kondisi saya saat ini tidaklah serajin dulu dalam latihan berlari. Dulu saya selain biasa lari di jalan aspal, kadang-kadang juga latihan lari trail di perbukitan di sekitaran Bandung. Ketika itu memang lagi semangat-semangatnya ikut event trail secara rutin. Terakhir kali event trail run yang saya ikuti saat itu adalah Coast To Coast Night Trail Ultra 2020.

baca juga: Lari 50K di Coast To Coast Night Trail Ultra 2020

Menjelang MSC116 ini saya baru mulai bisa rutin setelah lebaran kemarin. Jadi punya waktu efektif kira-kira sekitar 1,5 bulan. Sedikit-sedikit mulai mencoba meningkatkan mileage jarak dan elevasi lari saya. Walaupun persiapan kurang maksimal, setidaknya saya sudah merasa lebih confident untuk mengikuti event ini.

Berangkat ke Race Central di Kaliandra Resort

Pada hari Jumat 1 Juli 2022 saya berangkat ke Malang dengan menumpang bus Gunung Harta dari Bandung (reviu perjalanannya sudah saya ceritakan di artikel sebelum ini hehe). Saya tiba di Malang jam 5 pagi.

baca juga: Naik Bus Gunung Harta Bandung-Malang PP

Istirahat dulu di rumah orang tua. Niatnya ingin tidur mengumpulkan energi untuk lari, tapi ternyata susah tidur. Memang kebiasaan saya setiap menjelang event lari selalu susah tidur. Perasaan excited dan cemas sepertinya campur menjadi satu sehingga membuat saya susah memejamkan mata.

Continue reading

Naik Bus Gunung Harta Bandung-Malang PP

Beberapa minggu lalu untuk pertama kalinya saya menjajal menaiki bus Gunung Harta dengan trayek Bandung-Malang PP. Biasanya untuk rute Bandung-Malang ini, kereta api selalu menjadi moda favorit saya.

Pernah sih beberapa kali mencoba untuk naik bus, namun saya sering mendapatkan pengalaman yang kurang mengesankan. Perjalanan dengan bus biasanya memakan waktu lebih lama.

Berangkat dari Malang biasanya jam 2 siang. Kalau lancar, tiba di Bandung biasanya jam 6 pagi (16 jam). Namun sering juga sampainya antara jam 8-9 pagi (19 jam).

Pengalaman paling parah sejauh ini yakni tiba di Bandung jam 12 siang, alias harus menempuh 22 jam perjalanan. Ketika itu belum ada tol Trans Jawa, dan jalanan juga tengah macet parah sekali, bertepatan dengan liburan Imlek. Malang-Surabaya sendiri sudah habis 5 jam dari yang biasanya 1-1,5 jam saja.

Nah, dengan pengalaman tersebut jika tidak kehabisan tiket, pilihan untuk naik kereta api benar-benar no brainer. Namun ketika beberapa waktu lalu saya mendengar cerita bahwa PO (Perusahaan Otobus) Gunung Harta memiliki trayek Bandung-Malang dengan rute tol full Trans Jawa dan waktu tempuhnya cuma sekitar 13-15 jam, saya pun menjadi penasaran.

Continue reading

Lebaran di Bandung

Akhirnya menulis di blog lagi walaupun topiknya sudah sangat telat, yakni cerita singkat tentang lebaran kemarin. Mana Idul Adha sudah kurang dari 3 minggu lagi. Wkwkwkw.

Pada Idul Fitri tahun ini untuk pertama kalinya saya merayakannya di Bandung. Setelah merantau di Bandung selama 15 tahun, baru kali ini saya tidak mudik. Tidak pulang ke kampung halaman di Malang ataupun ke kampung halaman orang tua di Sragen dan Jogja.

Di Bandung saya ikut berlebaran bersama keluarga istri. Usai sholat Idul Fitri dan silaturrahmi ke beberapa tetangga, saya dan istri pergi bersilaturrahmi ke rumah nenek istri yang hanya berjarak 5 km saja dari tempat tinggal kami.

Saya tak menyangka Bandung hari itu sangat macet sekali. Perjalanan ke rumah nenek yang biasanya memakan waktu 10-15 menit, terpaksa ditempuh dalam 25-30 menit.

Rupanya setelah sholat Ied, orang-orang berbondong-bondong berziarah ke makam sanak saudara mereka. Saya baru tahu ternyata begitu tradisi di sini. Tak terkecuali di keluarga nenek istri saya.

Kami berziarah ke makam kakek, om, dan bibi di pemakaman Pasir Impun. Di gang tampak banyak terparkir sepeda motor para penziarah. Dari rumah nenek kami berjalan kaki saja karena jaraknya relatif dekat.

Berziarah ke Pemakaman Pasir Impun, Bandung

Selain berziarah ke pemakaman Pasir Impun, kami juga berziarah ke pemakaman Cikadut. Di sana terdapat pemakaman khusus korban Covid-19. Kami ke sana untuk berziarah ke makam paman yang meninggal karena Covid-19 tahun lalu.

Berziarah ke Pemakaman Covid-19 di Cikadut, Bandung

Macetnya Bandung di hari Lebaran ini ternyata masih berlangsung hingga malam hari. Ketika pulang dari rumah nenek, jalan yang kami lalui masih lumayan padat merayap walaupun tidak semacet seperti pagi harinya.

Esoknya pada hari kedua lebaran barulah jalanan Bandung mulai agak lengang. Saya dan keluarga istri jalan-jalan ke Trans Studio Bandung. Ini kali kedua saya main ke sana setelah yang pertama waktu itu ke sana tahun 2014.

Tidak banyak perubahan rupanya. Saya malah kesulitan notice apa yang berbeda 😅. Tapi tetap menyenangkan karena kali ini ke sana bersama orang-orang spesial hehehe. Di Trans Studio Mall kami juga meetup dengan keluarga Pak Tuwo dan tante (adik dari bapak mertua) yang kebetulan sedang silaturahmi ke Bandung.