Tag Archives: KA Malabar

Naik Bus Gunung Harta Bandung-Malang PP

Beberapa minggu lalu untuk pertama kalinya saya menjajal menaiki bus Gunung Harta dengan trayek Bandung-Malang PP. Biasanya untuk rute Bandung-Malang ini, kereta api selalu menjadi moda favorit saya.

Pernah sih beberapa kali mencoba untuk naik bus, namun saya sering mendapatkan pengalaman yang kurang mengesankan. Perjalanan dengan bus biasanya memakan waktu lebih lama.

Berangkat dari Malang biasanya jam 2 siang. Kalau lancar, tiba di Bandung biasanya jam 6 pagi (16 jam). Namun sering juga sampainya antara jam 8-9 pagi (19 jam).

Pengalaman paling parah sejauh ini yakni tiba di Bandung jam 12 siang, alias harus menempuh 22 jam perjalanan. Ketika itu belum ada tol Trans Jawa, dan jalanan juga tengah macet parah sekali, bertepatan dengan liburan Imlek. Malang-Surabaya sendiri sudah habis 5 jam dari yang biasanya 1-1,5 jam saja.

Nah, dengan pengalaman tersebut jika tidak kehabisan tiket, pilihan untuk naik kereta api benar-benar no brainer. Namun ketika beberapa waktu lalu saya mendengar cerita bahwa PO (Perusahaan Otobus) Gunung Harta memiliki trayek Bandung-Malang dengan rute tol full Trans Jawa dan waktu tempuhnya cuma sekitar 13-15 jam, saya pun menjadi penasaran.

Continue reading
Atap Stasiun Malang Kota Baru

Wajah Stasiun Malang Kota Baru yang Baru

Selasa kemarin (1/6) untuk pertama kalinya saya merasakan naik kereta api dari Stasiun Malang Kota Baru yang baru. Semoga nggak bingung ya sama kata-katanya hahaha. Kok sudah ada kata “baru” setelah kota terus pakai kata “baru” lagi setelahnya.

Buat yang belum tahu, di Malang ada 3 stasiun kereta api yang beroperasi, yakni Stasiun Belimbing, Stasiun Malang Kota Baru, dan Stasiun Malang Kota Lama. Jika Anda mendengar nama “Stasiun Malang” saja, tanpa embel-embel tambahan, berarti maksudnya adalah Stasiun Malang Kota Baru yang berada di pusat kota itu, dekat balai kota dan alun-alun tugu.

Pada bulan April tahun 2019 yang lalu PT KAI memulai pembangunan gedung stasiun yang baru di sisi timur menghadap ke Jl. Panglima Sudirman (beritanya di sini). Setelah 2 tahun berlalu, gedung baru tersebut akhirnya sudah jadi dan resmi dioperasikan untuk penumpang per tanggal 10 Mei 2021 kemarin (beritanya di sini).

Gedung Stasiun Malang yang baru ini tampak sangat modern. Mirip sekali dengan bandara. Desain atapnya sangat artistik. Bentuknya terinspirasi dari bentuk Gunung Putri Tidur yang tampak membentang di sisi barat Kota Malang.

Gunung Putri Tidur ini sendiri bukanlah nama gunung yang sebenarnya. Ia merupakan deretan gunung-gunung yang jika diamati dari Kota Malang tampak seperti seorang putri yang sedang tidur. Mengenai Gunung Putri Tidur ini, saya pernah menceritakannya di sini.

Continue reading

Berburu Tiket Sisa Arus Balik

Alhamdulillah akhirnya dapat juga tiket untuk arus balik ke Bandung :). Seperti tahun-tahun sebelumnya, aku memang suka membeli tiket balik mepet menjelang atau sesudah lebaran. Agak spekulatif memang. Risiko untuk kehabisan tiket kereta selalu ada.

Habisnya mau bagaimana lagi, schedule lebaranku (berasa orang sibuk aje… :D) tiap tahunnya sering berbeda. Maksudnya, kepastian apakah aku balik ke Bandung dari Malang kah, atau Solo kah, atau Jogja kah, tergantung dari jadwal acara keluarga saat mudik.

Nah, sampai pagi tadi tak ada tiket tersisa untuk kereta jurusan ke Bandung, baik dari Malang, Surabaya, atau bahkan Solo/Jogja. Sesekali setiap beberapa menit mengecek ketersediaan tiket melalui situs http://tiket.kereta-api.co.id ataupun aplikasi Android ‘Tiket Kereta Api’.

Mau naik pesawat, sayang di ongkos karena tarif pesawat Surabaya-Bandung minimal sudah mencapai 700 ribuan. Itu belum termasuk ongkos transport dari Malang ke bandara Juandanya. Akhirnya cuma bisa berharap ada orang-orang yang membatalkan tiket keretanya.

Sisa kursi KA Harina

Sisa kursi KA Harina

Alhamdulillah menjelang siang, ngecek lagi situs Tiket KA, ternyata ada 2 kursi yang tersedia untuk KA Harina. Ndak apa-apalah naik yang ini saja walaupun terpaksa harus ke Surabaya dulu. Daripada nanti kehabisan lagi karena menunggu kursi kosong KA Malabar yang nggak datang-datang :D.

Cukup diuntungkanlah dengan sistem tiket online yang sekarang. Masih teringat beberapa tahun yang lalu harus ngecek langsung ke stasiun untuk melihat ketersediaan tiket. Dan enaknya sekarang bayarnya juga bisa secara online, jadi bagi mereka yang ingin membeli tiket, bisa melakukan transaksi pembelian tiket dari mana saja, tak perlu ke stasiun.

Bagi Anda yang masih belum mendapatkan tiket, pantau saja terus situs tiket KA itu. Refresh setiap beberapa menit. Begitu ada tiket tersedia harus langsung gerak cepat agar tidak keduluan oleh para pemburu tiket lainnya. Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, pembatalan tiket ini biasanya masih berpeluang terjadi hingga sejam menjelang keberangkatan.

Catatan Perjalanan ke Ranu Kumbolo & Bromo (Bagian 1): Persiapan

Pada long weekend kemarin aku bersama teman-teman kelompok backpacker semasa kuliah jalan-jalan ke Ranu Kumbolo (Gunung Semeru) dan kawasan Gunung Bromo. Sempat waswas juga sih ketika mendengar info bahwa pendakian di Semeru sempat ditutup karena ada event jambore “Avtech” yang kabarnya jumlah pesertanya hampir mencapai 2000 orang. Padahal tiket kereta sudah dibeli jauh-jauh hari dan mahal pula.

Namun sehari menjelang keberangkatan dapat kabar dari media sosial (akun @infogunung) bahwa pendakian telah dibuka kembali untuk umum. Fiuhh … senangnya hati ini. 😀

Ok, karena panjangnya cerita yang ingin kutulis, catatan perjalanan ini akan kubagi beberapa bagian (baca: artikel).

Hari 1: Kamis, 15 November 2012

Malam sebelumnya terpaksa menginap di kantor untuk menyelesaikan beberapa kodingan yang belum beres karena Senin-nya akan didemokan ke klien. Maklum saat jalan-jalan nanti sudah nggak mungkin bisa menyentuh laptop lagi.

Paginya dari kantor dalam perjalanan pulang ke kosan aku mampir terlebih dahulu di persewaan perlengkapan outdoor Almen di jalan burung puyuh. Di sana aku menyewa ransel 60L (Rp3.000/hari), matras (Rp2.500/hari), lampu badai (Rp2.500/hari), dan kompor gas portable (Rp10.000/hari), dan membeli tabung gas 230g (Rp11.000). Sayangnya, untuk ransel tidak tersedia rain coat di dalamnya. Padahal musim hujan begini. Tapi apa boleh buat karena aku punyanya cuma ransel 35L yang nggak mungkin cukup untuk barang-barang yang akan kubawa.

Selain menyewa peralatan di Almen, aku juga membeli beberapa kebutuhan di pasar simpang seperti trash bag (untuk tempat sampah dan sebagai cover untuk hujan) dan panci kecil, serta memberi beberapa perbekalan.

Ransel pun sudah siap

Ransel pun sudah siap

Karena keterbatasan ukuran tas (cuma 60L), sementara aku kebagian jatah untuk membawa kompor gas, lampu badai, dan panci yang cukup memakan tempat — belum barang-barang pribadi yang lain seperti sleeping bag, matras, pakaian ganti, ponco, dsb — akhirnya terpaksa harus ada yang dikorbankan (baca: ditinggal). Perlu pintar-pintar juga menata posisi barang di dalam ransel agar ruang yang ada bisa terpakai secara optimal.

Ba’da dhuhur akhirnya beres juga packing-nya. Setelah itu aku mandi, lalu berangkat menuju stasiun Bandung. Di stasiun Bandung ternyata ramai juga orang-orang ber-carrier. Kereta yang mereka tumpangi juga sama, yakni KA Malabar. Sepertinya tujuan mereka sama sepertiku, ke Malang.

Dalam perjalanan ke Malang ini seharusnya aku pergi bersama Kamal (teman kuliah dulu dan pernah satu kontrakan-red). Tapi seminggu sekitar seminggu sebelum hari H, ia tidak jadi ikut karena ada suatu urusan.

KA Malabar beranjak meninggalkan Bandung tepat pukul 15.30. And … the trip has begun! (bersambung)

Debut Naik KA Malabar

Akhirnya kesampaian juga keinginan untuk naik KA Malabar. Keinginan itu baru tersalurkan saat perjalanan kembali ke Bandung dari Malang pada hari Ahad, 25 juli 2010. Sebenarnya aku memiliki kesempatan untuk naik pertama kalinya pada hari Jumat, 23 Juli 2010, saat pulang ke Malang. Tapi berhubung nggak keburu untuk mengejar keberangkatan KA Malabar pukul 15.30 karena masih ada kegiatan hingga pukul 15.45, akhirnya terpaksa harus naik KA langganan sebelumnya, KA Mutiara Selatan.

KA Malabar ini memang cukup unik. Dalam satu rangkaian ada 3 kelas kereta berbeda, yaitu ekonomi plus, bisnis, dan eksekutif. Aku sendiri membeli tiket yang kelas ekonomi. Gerbong ekonomi KA Malabar terlihat masih baru. Bahkan ada sebagian kursi yang masih ada plastiknya. Tapi sayang, beberapa kaca tampak sudah retak, sepertinya habis dilempar batu.

Gerbong kelas bisnis dan eksekutif KA Malabar merupakan limpahan dari KA Parahyangan yang sudah tidak dioperasikan lagi. Jadi tidak heran kalau untuk gerbong kelas eksekutifnya tidak ada TV-nya seperti KA Parahyangan.

KA Malabar berangkat dari Malang tepat pukul 15.30 dan tiba di Bandung menurut jadwal adalah pukul 8.37.

Kalau ingin sholat dalam perjalanan, kita bisa numpang di ruangan kecil (ruangan awak KA Malabar) di kereta makan. Tentunya minta izin dulu ke mas-masnya. Ramah kok orangnya…

Yang jelas, dengan adanya KA Malabar ini aku tidak perlu repot-repot siang-siang harus ke Surabaya atau Jombang dulu buat mengejar KA Mutiara Selatan yang ke Bandung.

KA Malabar langsir ke jalur 1 Stasiun Malang

KA Malabar langsir ke jalur 1 Stasiun Malang

KA Malabar melintasi jalur 1 Stasiun Malang

KA Malabar melintasi jalur 1 Stasiun Malang

KA Malabar siap berangkat dari jalur 1

KA Malabar siap berangkat dari jalur 1

Interior kereta penumpang kelas ekonomi KA Malabar

Interior kereta penumpang kelas ekonomi KA Malabar