Selasa kemarin (1/6) untuk pertama kalinya saya merasakan naik kereta api dari Stasiun Malang Kota Baru yang baru. Semoga nggak bingung ya sama kata-katanya hahaha. Kok sudah ada kata “baru” setelah kota terus pakai kata “baru” lagi setelahnya.
Buat yang belum tahu, di Malang ada 3 stasiun kereta api yang beroperasi, yakni Stasiun Belimbing, Stasiun Malang Kota Baru, dan Stasiun Malang Kota Lama. Jika Anda mendengar nama “Stasiun Malang” saja, tanpa embel-embel tambahan, berarti maksudnya adalah Stasiun Malang Kota Baru yang berada di pusat kota itu, dekat balai kota dan alun-alun tugu.
Pada bulan April tahun 2019 yang lalu PT KAI memulai pembangunan gedung stasiun yang baru di sisi timur menghadap ke Jl. Panglima Sudirman (beritanya di sini). Setelah 2 tahun berlalu, gedung baru tersebut akhirnya sudah jadi dan resmi dioperasikan untuk penumpang per tanggal 10 Mei 2021 kemarin (beritanya di sini).
Gedung Stasiun Malang yang baru ini tampak sangat modern. Mirip sekali dengan bandara. Desain atapnya sangat artistik. Bentuknya terinspirasi dari bentuk Gunung Putri Tidur yang tampak membentang di sisi barat Kota Malang.
Gunung Putri Tidur ini sendiri bukanlah nama gunung yang sebenarnya. Ia merupakan deretan gunung-gunung yang jika diamati dari Kota Malang tampak seperti seorang putri yang sedang tidur. Mengenai Gunung Putri Tidur ini, saya pernah menceritakannya di sini.
Pekan lalu saya mengirim paket sepeda motor dari Bandung ke Malang via KAI Logistik. Awalnya saya pikir kantor KAI Logistik ini berada di sisi selatan Stasiun Bandung yang terletak di Jl. Stasiun Barat. Sebab kata teman saya, pada akhir tahun 2020 lalu dia mengirim sepeda motor juga dari sana.
Rupanya, kantor KAI Logistik yang di selatan Stasiun Bandung tersebut sudah tidak melayani pengiriman barang lagi. Sepertinya kantor tersebut hanya berfungsi sebagai gudang untuk naik turun barang. Untuk pengiriman, saya diarahkan ke kantor KAI Logistik yang berada di Jl. Kebon Jukut, samping Kartika Sari.
Kantor KAI Logistik Bandung di Jl. Kebon Jukut no. 1
Setibanya di kantor KAI Logistik kita perlu mengambil nomor antrian dulu di meja depan pintu masuk. Setelah itu kita akan dipanggil ke loket pelayanan sesuai dengan nomor antrian.
Di loket kita akan ditanya mengenai barang yang akan kita kirim dan tujuan pengiriman. Karena saya akan mengirimkan sepeda motor, petugas meminta kita untuk menunjukkan STNK untuk di-copy dan kunci sepeda motor untuk dicek kondisinya. Nanti kita akan mendapatkan form checklist hasil pemeriksaan kondisi sepeda motor kita yang perlu kita tandatangani.
Ketika tiba di kantor KAI Logistik ini, ban belakang sepeda motor saya ternyata bocor. Pihak KAI Logistik tidak mempermasalahkannya. Kondisi tersebut hanya dicatat saja saat pengiriman.
Biaya pengiriman sepeda motor dari Bandung ke Malang dengan KAI Logistik ini adalah sebesar Rp604.000. Mahal ya.. wkwkw. Itupun sudah termasuk diskon. Aslinya Rp756.000. Mengenai tarif ini kita bisa mengeceknya juga melalui website KAI Logistik di https://kalogistics.co.id/. Bisa cek resi juga di situ.
Padahal salah satu alasan saya pilih KAI Logistik ini karena tahun lalu pernah baca artikel berita yang menyebutkan bahwa KAI baru saja meluncurkan layanan Rail Express. Pengiriman sepeda motor 110 CC dari Bandung ke Malang cuma dipatok Rp210.000. Tapi belakangan saya baru tahu Rail Express ini sudah diintegrasikan dengan KALOG Express menjadi KAI Logistik pada awal tahun ini. Mungkin singkatannya juga masih sama, KALOG.
Terkait dengan STNK dan kunci motor, kita diberikan pilihan apakah hendak menyertakannya dalam pengiriman atau tidak. Karena saya berencana untuk mengambil sendiri ketika di Malang, jadi STNK dan kunci motor itu saya bawa sendiri.
Sepeda motor yang saya paketkan siang itu, ternyata langsung dikirimkan sore itu juga dengan menumpang KA Malabar. Keesokan harinya saya mendapatkan notifikasi SMS bahwa sepeda motor saya sudah bisa diambil.
Tempat pengambilan paket KAI Logistik di Stasiun Malang
Di Stasiun Malang, tempat pengambilan paket KAI Logistik ini berada persis di sisi selatan pintu kedatangan penumpang. Alamatnya di Jl. Trunojoyo 10. Bukanya dari jam 8 pagi hingga 5 sore.
Saat pengambilan, saya hanya perlu menunjukkan kertas resi yang saya dapatkan ketika pengiriman. Jika diambil orang lain, orang tersebut perlu menunjukkan KTP asli dan menyerahkanfotokopinya untuk administrasi pengambilan.
Selama pandemi ini seperti kita ketahui bersama, KAI memiliki kebijakan untuk membatasi jumlah kursi penumpang sebanyak 70%. Dari persentase tersebut artinya ada sejumlah pasangan kursi yang hanya boleh diisi seorang saja.
Awalnya saya tidak aware bahwa batasan kursi penumpang itu 70%. Saya pikir karena kebijakan social distancing, maka batasannya adalah 50%. Saya baru menyadari kebijakan 70% itu ketika saya duduk bersebelahan dengan penumpang lain. Padahal sebelumnya saya duduk sendirian.
Saya mencari informasi mengenai konfigurasi tempat duduk kereta api ini di internet dan menemukannya pada twit akun Twitter resmi PT KAI berikut ini:
Sesuai dengan SE 14 tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pengendalian Transportasi Perkeretaapian Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Untuk Mencegah Penyebaran COVID-19, kapasitas tempat duduk di kereta saat ini adalah 70% dari kapasitas maksimum. pic.twitter.com/OSh1YOBpUu
Twit KAI mengenai konfigurasi kursi kereta api selama pandemiKonfigurasi KA kelas Eksekutif dan Bisnis selama pandemiKonfigurasi KA kelas Ekonomi SS 80 seat dan new image 80 seat selama pandemiKonfigurasi KA kelas Ekonomi 80 seat dan difabel 64 seat selama pandemiKonfigurasi KA kelas Ekonomi 106 seat selama pandemi
Kebijakan batas okupansi kereta api 70% ini sepertinya masih akan berlaku untuk beberapa waktu ke depan sampai keadaan normal. Jadi saya akan masih akan perlu melihat infografis ini sebagai acuan dalam memesan tiket perjalanan kereta api. 😁
Kemarin pagi saya mengikuti rapid test yang disediakan oleh PT KAI bekerja sama dengan Klinik Utama Jasa Prima di Stasiun Kiaracondong. Sebagaimana yang telah diketahui bersama, pemerintah telah mengeluarkan aturan untuk orang-orang yang hendak bepergian selama liburan Natal dan Tahun Baru ini (22 Desember 2020-8 Januari 2021) agar dilengkapi surat keterangan bebas Covid-19 minimal lewat rapidtest antigen.
Aturan ini memperbaharui aturan sebelumnya yang mensyaratkan calot penumpang untuk minimal memiliki surat keterangan bebas Covid-19 lewat rapid test antibodi di mana surat tersebut berlaku selama 14 hari. Sedangkan pada aturan baru ini, surat bebas Covid-19 dengan metode rapid test antigen hanya berlaku maksimal 3 hari saja.
Saya yang pada liburan kali ini hendak pulang kampung dengan naik kereta api pun tentunya juga harus mengambil rapid test antigen. Menurut info yang saya dapatkan dari website PT KAI sehari sebelumnya (21/12) di sini, di Bandung rapid test antigen ini baru tersedia di Stasiun Kiaracondong saja. Namun ketika datang pagi itu saya mendengar kabar dari salah seorang petugas PT KAI bahwa di Stasiun Bandung juga sudah tersedia rapid test antigen ini.
Saya datang bersama teman saya sekitar pukul 6.30 pagi. Beberapa orang tampak juga sudah datang lebih awal. Padahal jadwal buka layanan rapid test ini adalah pukul 8 pagi. Sekitar pukul 7.30 petugas mulai membuka antrian untuk mengambil nomor antrian. Saya mendapatkan nomor antrian 20-an.
Sekitar pukul 8 pagi, layanan mulai dibuka. Petugas memanggil peserta rapid test sesuai nomor antrian untuk masuk ke dalam tenda pelayanan. Saya mendapatkan panggilan sekitar pukul 8.30.
Di dalam peserta didata terlebih dahulu. Di tahap ini peserta rapid test wajib menunjukkan KTP dan kode booking yang dimilikinya untuk dicatat oleh petugas. Setelah itu peserta membayar biaya rapid test sebesar Rp105.000. Harga ini lebih mahal Rp20.000 daripada rapid test antibodi yang sebelumnya disediakan oleh PT KAI. Tapi biaya ini jauh lebih murah daripada yang dipatok di bandara sebesar Rp200.000.
Petugas mendata peserta rapid test
Setelah membayar, kita akan bergeser ke petugas berikutnya yang akan melakukan swab terhadap peserta. Petugas mengambil sampel lendir dari dalam hidung peserta.
Ini pengalaman pertama saya melakukan swab. Kalau dibandingkan dengan rapid test antibodi, menurut saya pribadi rasanya lebih nggak enak ini. Pada rapid test antibodi, jari kita cukup ditusuk pakai jarum secara cepat. Untuk swab ini, hidung bagian atas kita kayak ditusuk-tusuk gitu pakai alat swab, hehehe. Dan tentu saja nggak secepat kalau ditusuk jarum yang kurang dari sedetik.
Setelah selesai di-swab, peserta tinggal menunggu saja panggilan berikutnya untuk mendapatkan hasilnya. Mungkin perlu menunggu sekitar 15 menit. Alhamdulillah hasil saya negatif.
Petugas melakukan swab
Oh ya, di lokasi kemarin sempat ada yang hasilnya positif. Petugas pun langsung sigap menyemprotkan disinfektan ke seluruh ruangan di dalam tenda.
Oh ya, untuk rekan-rekan pembaca yang ingin melakukan test di stasiun, saran saya datang lebih awal. Kalau bisa sejam sebelum buka akan lebih baik karena mengingat panjangnya antrian. Menurut catatan saya, kemarin hingga pukul 9 pagi baru sekitar 35 peserta yang mendapatkan giliran untuk rapid test antigen. Prosesnya memang lebih lama dibandingkan rapid test antibodi.
Libur hari kemerdekaan dan long weekend yang menyusul sesudahnya ini saya manfaatkan untuk pulang kampung ke Malang. Akhirnya, saya pulang kampung (dan ke luar kota) lagi setelah sekitar setengah tahun mendekam di Bandung.
Kekhawatiran akan tertular Covid-19 atau menjadi carrier tentunya pasti ada. Namun, mumpung ada libur yang bisa dipakai lumayan panjang saat ini, jadi kesempatan ini tidak boleh dilewatkan. Entah kapan lagi libur panjang berikutnya.
Kereta Api menjadi pilihan saya yang paling nyaman dan (insya Allah) aman menurut saya untuk bepergian saat ini walaupun belum ada kereta api yang langsung ke Malang pada tanggal yang saya pilih. Saya harus transit dulu di Surabaya dan berganti kereta api lagi ke Malang.
Tiket sudah saya beli sejak sekitar 10 hari sebelum keberangkatan. Alhamdulillah masih banyak kursi kosong. Mungkin memang masih sedikit orang yang bepergian di masa pandemi ini. Atau mungkin lebih memilih naik kendaraan pribadi.
Untuk dapat diizinkan melakukan perjalanan dengan kereta api, setiap calon penumpang wajib juga untuk menyertakan surat keterangan non-reaktif pada hasil rapid test-nya. Surat ini akan diperiksa saat pemeriksaan tiket di pintu boarding.
Beberapa hari lalu saya bersama seorang teman kantor ada perjalanan dinas ke Jakarta untuk rapat di kantor klien. Tiket KA Argo Parahyangan sudah dibeli sehari sebelumnya dengan jadwal keberangkatan jam 5 pagi.
Dengan jadwal tersebut kami bisa mengejar jadwal rapat yang biasanya diadakan pada pukul 9 pagi. Namun pada sore sebelum hari H kami mendapatkan kabar bahwa jadwal rapat mundur ke jam 1 siang. Artinya ada waktu kosong sekitar 4 jam sebelum rapat.
Sempat bingung juga karena tidak tahu kami akan menunggu di mana. Untungnya hal tersebut tidak terlalu menjadi masalah. Di Stasiun Gambir rupanya ada coworking space.
Lokasinya sangat mudah ditemui. Ia berada di sebelah kiri pintu kedatangan, tepatnya di samping kedai makanan “WOW Eat Drink Click”.
Tidak ada biaya yang dipungut untuk bisa menggunakan coworking space ini. Syaratnya hanya menunjukkan boarding pass kereta api dengan jadwal keberangkatan atau kedatangan pada hari yang sama serta telah meng-install aplikasi KAI Access padaponsel kita.
Selain itu, kita juga akan ditanya mengenai keperluan kita untuk menggunakan coworking space ini. Kami bilang bahwa kami ingin bekerja menggunakan laptop di situ karena memang ada hal yang perlu kami persiapkan untuk meeting di siang harinya.
Selain bekerja, keperluan lainnya sepertinya tidak akan diperbolehkan untuk menggunakan coworking space ini. Saya sempat mendengar ada beberapa ibu-ibu yang ingin duduk-duduk di coworking space untuk menunggu kereta api. Oleh resepsionisnya disarankan untuk duduk di kursi tunggu stasiun saja.
Memang di dalam coworking space ini cukup cozy suasananya. Ada fasilitas AC yang bikin adem dibandingkan harus duduk-duduk di luar. Lalu ada wifi dan colokan yang tentunya membuat kita bisa mengisi daya ponsel atau laptop kita setiap saat.
Interior salah satu sudut coworking space Stasiun Gambir
Di dalam coworking space ini juga kita tidak perlu khawatir kehausan. Ada dispenser air minum yang menyediakan air panas, dingin, dan biasa. Gelas plastik juga sudah disediakan.
Namun di dalam coworkingspace ini, tamu tidak diperbolehkan memakan makanan atau minuman dari luar. Mungkin agar kebersihannya tetap terjaga.
Setiap pengunjungdibatasi maksimal selama 2 jam untuk dapat menggunakan coworking space ini. Namun dalam pengalaman saya kemarin, saya tidak ‘diusir’ walaupun masih bertahan di coworkingspace hingga 2,5 jam. Mungkin karena saat itu pengunjung yang ada hanya sekitar 3 orang dari kapasitasnya yang saya perkirakan bisa memuat hingga 16 orang.
Bagi para pekerja atau mungkin pelajar yang sedang melakukan perjalanan dengan kereta api seperti saya ketika itu, keberadaan coworking space ini tentunya sangat membantu. Kita bisa tetap produktif dengan mengerjakan tugas kantor atau kampus di sela-sela perjalanan.
Kalau berdasarkan artikel ini, kehadiran coworking space di stasiun relatif masih baru sepertinya. Baru menjelang pertengahan tahun ini. Walaupun demikian hadirnya coworking space di stasiun ini merupakan terobosan yang layak diapresiasi!
Dalam event Goat Run – Gunung Salak minggu lalu, berbekal informasi dari internet, saya menggunakan transportasi umum untuk menuju ke Javana Spa (Cidahu, Sukabumi), lokasi racecentral ajang tersebut. Melalui tulisan ini saya ingin berbagi juga pengalaman saya kemarin.
Ada dua jenis moda transportasi umum yang bisa dipilih untuk menuju ke sana. Yakni, kereta api dan bus. Kebetulan saya mencoba keduanya. Pergi naik kereta api, pulang naik bus.
Saya berangkat naik kereta api Argo Parahyangan dari Bandung ke Jakarta dan menyambung naik KRL ke Bogor. Dari Stasiun Bogor kemudian saya jalan kaki sedikit menuju Stasiun Bogor Paledang untuk naik KA Pangrango tujuan Sukabumi, turun di Stasiun Cicurug.
Stasiun Bogor Paledang
Dalam sehari, KA Pangrango ini memiliki jadwal 3x perjalanan Bogor-Sukabumi PP. Pastikan kita sudah membeli tiketnya jauh-jauh hari agar tidak kehabisan tempat duduk. Saya menaiki KA Pangrango dengan jadwal keberangkatan pukul 13.10 dan tiba pukul 14.07.
Dari Bandung sebetulnya bisa juga naik bus langsung ke Bogor atau Sukabumi. Tapi saya lebih memilih untuk naik kereta api karena waktu tempuh yang fixed, perjalanan lebih santai, dan bisa ngecharge HP juga.
Stasiun Cicurug
Persis dari depan Stasiun Cicurug, tanpa perlu menyeberang jalan raya, saya langsung melanjutkan perjalanan dengan menaiki angkutan kota (angkot) berwarna putih menuju Cidahu. Ongkosnya Rp7.000. Angkot ini cukup banyak wira-wiri di depan stasiun.