Author Archives: otidh

Unknown's avatar

About otidh

Muslim | Informatician | Blogger | Interisti | Kera Ngalam | Railfan | Badminton-Football-Running-Cycling-Hiking-Traveling-Book Enthusiast

Berlari di BTS Ultra 100

Lari Lintas Alam 30K di BTS Ultra 100 (Part 2/2)

Minggu, 3 November 2019

Hujan yang turun sejak malam sebelumnya rupanya belum benar-benar berhenti. Suara hujan rintik-rintik masih terdengar di luar penginapan. Ketika itu jam menunjukkan jam 4 subuh. Di Cemoro Lawang ini, waktu subuh datang lebih awal, yakni jam 4 kurang.

Usai sholat subuh, saya berganti pakaian dan mempersiapkan gears yang perlu dibawa untuk race. Jam 5 pagi langit sudah terang. Saya pergi meninggalkan penginapan menuju Lava View Lodge, race central tempat garis start dan finish BTS Ultra 100 ini.

Baru setengah jalan, hujan mulai semakin deras. Saya pun mampir sejenak di sebuah kedai untuk mengenakan jas hujan. Baru setelah itu lanjut jalan kaki menuju race central.

Para pelari berteduh di Lava View Lodge menunggu hujan reda

Waktu Start Diundur

Hujan deras ini rupanya masih terus berlangsung hingga menjelang waktu start kategori 30K. Menurut jadwal, seharusnya kategori 30K start pada pukul 6 pagi. Mempertimbangkan kondisi cuaca yang kurang bersahabat serta beberapa titik rute lari terendam banjir, panitia memutuskan untuk menunda waktu start menjadi pukul 7 pagi.

Alhamdulillah sebelum jam 7, hujan sudah agak reda walaupun masih turun rintik-rintik kecil. Namun kondisi tersebut tidak menghalangi panitia untuk tetap melakukan start pada jam 7 pagi.

Para pelari bersiap di garis start

Garis Start-Puncak B29

Tepat pukul 7 pagi start untuk BTS Ultra 100 kategori 30K resmi dilaksanakan. Start bertempat di jalan aspal depan Lava View Lodge. Jalan aspal menanjak tapi landai langsung terhampar di hadapan.

Setelah itu kontur trek berikutnya berganti naik turun dengan kemiringan yang cukup landai. Treknya juga berganti dari aspal menjadi tanah.

Berlari menerobos kabut tidak jauh dari garis start

Trek berikutnya pada KM 2,7 hingga 4,3, peserta lari mulai menuruni tebing dinding kaldera hingga tiba di lautan pasir. Kondisi cuaca saat itu sangat berkabut.

Hujan masih terus turun. Bahkan sempat turun lebih deras. Di lautan pasir terdapat beberapa bagian jalan yang digenangi air.

Tiba di lautan pasir setelah menuruni tebing kaldera

Pendek saja jalur yang ditempuh di lautan pasir ini. Tak lama kemudian pada KM 5,6 para pelari harus kembali naik menyusuri tebing kaldera. Menurut catatan Strava saya, elevasi yang harus ditempuh adalah setinggi 530 meter.

Continue reading
Race Pack BTS Ultra 100 2019 30K

Lari Lintas Alam 30K di BTS Ultra 100 (Part 1/2)

Akhirnya kesampaian juga impian saya untuk lari di kawasan kaldera Bromo. Pada tanggal 3 November yang lalu saya berpartisipasi di ajang Bromo Tengger Semeru (BTS) Ultra 100 kategori 30K. Ada 4 kategori yang diperlombakan pada ajang ini, yaitu kategori 170K, 102K, 75K, dan 30K. Karena saya masih tergolong pemula di dunia trail running ini, saya pun mendaftarkan diri di kategori 30K saja.

Pendaftaran

Pendaftaran sudah dibuka sejak bulan Mei 2019. Kala itu masih periode early bird. Untuk kategori 30K, biayanya Rp600.000, atau 80% lebih murah daripada harga reguler sebesar Rp750.000. Bagi Anda yang ingin mengikuti event BTS Ultra 100 berikutnya tahun depan, follow IG-nya di @btsultra supaya tidak ketinggalan info early bird-nya nanti.

Transportasi

Dari Bandung saya naik kereta api menuju Surabaya. Kemudian oper naik bus patas ke Probolinggo dari Terminal Bungurasih. Tarif bus patas Surabaya-Probolinggo ini adalah Rp30.000. Perjalanan cukup cepat karena lewat tol. Sekitar 1 jam saja.

Dari Probolinggo saya naik elf ke Cemoro Lawang. Hari itu saya kurang beruntung karena harus menunggu lebih dari 5 jam sampai akhirnya elf berangkat. Detail kisahnya ada di sini.

Saya tiba di Cemoro Lawang ketika waktu menunjukkan pukul 19.15. Saat itu hujan tengah turun dengan cukup deras.

Panitia sendiri sebetulnya juga menyediakan jasa shuttle. Tapi sayangnya jadwal keberangkatan dari Surabaya hanya ada sampai hari Jumat. Sementara saya datang hari Sabtu.

Akomodasi

Ketika tiba Sabtu malam di Cemoro Lawang, saya belum booking penginapan sama sekali. Begitu turun dari elf saya langsung muter-muter mencari penginapan. Agak repot juga sih karena ketika itu tengah hujan lumayan deras.

Saya sempat memasuki beberapa penginapan untuk menanyakan apakah ada kamar kosong. Semuanya penuh. Maklum, dengan jumlah peserta mencapai 1105 orang, tentunya tingkat okupansi penginapan-penginapan di Cemoro Lawang ini pun menjadi sangat tinggi. Belum termasuk dengan wisatawan reguler.

Untungnya saya tak perlu menghabiskan waktu berlama-lama juga sampai akhirnya mendapatkan penginapan. Ada seorang bapak yang menawarkan rumah kosong persis di sebelah Warung Sederhana Bromo untuk ditempati.

Iya rumah, bukan kamar. Harganya Rp500.000 per malam. Di dalamnya ada banyak tempat tidur. Sayangnya saya hanya berdua dengan orang bule Irlandia yang bareng saya waktu naik elf. Tentunya agak berat juga dengan biaya segitu. Kami tawar menjadi Rp400.000 dan alhamdulillah bapaknya mau.

Malamnya setelah itu, hujan masih terus mengguyur. Tak disangka di kamar yang kami tempati atapnya bocor. Bocornya pun terbilang cukup parah. Desa Cemoro Lawang yang sudah dingin pun menjadi semakin dingin dengan kondisi kamar yang basah itu.

Race Pack Collection

Batas waktu pengambilan race pack untuk kategori 30K adalah pukul 9 malam itu. Tanpa banyak membuang waktu, setelah meletakkan tas di penginapan, saya bergegas untuk berjalan kaki menuju Lava View Lodge untuk mengambil race pack. Dari penginapan saya jaraknya tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 5-7 menit berjalan kaki.

Saat mengambil race pack, setiap peserta diminta untuk menyerahkan surat keterangan dokter dan menunjukkan mandatory gears yang disyaratkan oleh panitia. Saya tidak membawa surat keterangan dokter ketika itu. Untungnya pihak panitia menyediakan dokter di lokasi untuk medical check-up. Saya pun diperiksa saat itu juga.

Saat pemeriksaan mandatory gears, panitia akan menyebutkan item-item yang perlu ditunjukkan satu-persatu. Setelah itu baru kita akan mendapatkan race pack. Isi race pack yang saya peroleh saat itu terdiri atas kaos race, BIB, tas kecil dari Hoka One One, minuman kotak V-Soy, dan beberapa voucher belanja dari sponsor, salah satunya dari Hoka One One. (bersambung)

Elf Probolinggo-Cemoro Lawang

Elf Probolinggo-Cemoro Lawang (Bromo)

Dua minggu lalu saya mengikuti event lari Bromo Tengger Semeru (BTS) 100 Ultra. Sesuai namanya, event ini diadakan dengan mengambil jalur lintasan lari di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Race central-nya berada di Lava View Lodge, Desa Cemoro Lawang, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.

Bagi Anda yang pernah ke Bromo — khususnya yang datang dari arah Probolinggo — tentunya nama Desa Cemoro Lawang ini terdengar sangat familiar. Cemoro Lawang adalah sebuah desa yang yang menjadi pintu gerbang menuju kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Banyak penginapan juga di sana.

Untuk mencapai Cemoro Lawang ini kita bisa menggunakan transportasi umum dari Terminal Probolinggo, seperti yang saya lakukan kemarin waktu datang ke event BTS 100 Ultra itu. Moda transportasinya berupa mobil elf atau dikenal juga dengan sebutan bison.

Ini kali pertama saya mencoba naik elf dari Terminal Probolinggo ke Cemoro Lawang. Yang sebelumnya pernah saya coba adalah jalur kebalikannya saja, yakni dari Cemoro Lawang ke Terminal Probolinggo (baca ceritanya di sini).

Nah, melalui tulisan ini, saya ingin memberikan beberapa info kondisi terkini yang semoga bisa bermanfaat bagi rekan-rekan pembaca dalam merencanakan perjalanan ke sana kelak.

1. Lokasi Elf

Elf jurusan Cemoro Lawang ini dapat Anda temui di Terminal Bayuangga, Kota Probolinggo. Lokasinya tidak persis di dalam terminal, tetapi berada di luar, tepatnya di sisi selatan.

Kalau Anda dari dalam terminal, Anda perlu berjalan keluar kemudian belok ke arah kiri. Anda akan menemui elf-elf yang parkir berjajar di tepi jalan raya. Itulah elf-elf jurusan Cemoro Lawang. Sementara di Cemoro Lawang, terminal elf ini berada di pertigaan dekat sebuah warung bernama “Warung Sederhana Bromo”.

2. Jadwal Elf

Tidak ada jadwal yang pasti kapan elf akan berangkat. Elf biasanya baru akan berangkat jika sudah dipenuhi penumpang. Tentunya ini akan menjadi petaka bagi Anda yang pergi sendirian.

Continue reading

Mencoba Coworking Space Stasiun Gambir

Beberapa hari lalu saya bersama seorang teman kantor ada perjalanan dinas ke Jakarta untuk rapat di kantor klien. Tiket KA Argo Parahyangan sudah dibeli sehari sebelumnya dengan jadwal keberangkatan jam 5 pagi.

Dengan jadwal tersebut kami bisa mengejar jadwal rapat yang biasanya diadakan pada pukul 9 pagi. Namun pada sore sebelum hari H kami mendapatkan kabar bahwa jadwal rapat mundur ke jam 1 siang. Artinya ada waktu kosong sekitar 4 jam sebelum rapat.

Sempat bingung juga karena tidak tahu kami akan menunggu di mana. Untungnya hal tersebut tidak terlalu menjadi masalah. Di Stasiun Gambir rupanya ada coworking space.

Lokasinya sangat mudah ditemui. Ia berada di sebelah kiri pintu kedatangan, tepatnya di samping kedai makanan “WOW Eat Drink Click”.

Tidak ada biaya yang dipungut untuk bisa menggunakan coworking space ini. Syaratnya hanya menunjukkan boarding pass kereta api dengan jadwal keberangkatan atau kedatangan pada hari yang sama serta telah meng-install aplikasi KAI Access pada ponsel kita.

Selain itu, kita juga akan ditanya mengenai keperluan kita untuk menggunakan coworking space ini. Kami bilang bahwa kami ingin bekerja menggunakan laptop di situ karena memang ada hal yang perlu kami persiapkan untuk meeting di siang harinya.

Selain bekerja, keperluan lainnya sepertinya tidak akan diperbolehkan untuk menggunakan coworking space ini. Saya sempat mendengar ada beberapa ibu-ibu yang ingin duduk-duduk di coworking space untuk menunggu kereta api. Oleh resepsionisnya disarankan untuk duduk di kursi tunggu stasiun saja.

Memang di dalam coworking space ini cukup cozy suasananya. Ada fasilitas AC yang bikin adem dibandingkan harus duduk-duduk di luar. Lalu ada wifi dan colokan yang tentunya membuat kita bisa mengisi daya ponsel atau laptop kita setiap saat.

Interior salah satu sudut coworking space Stasiun Gambir

Di dalam coworking space ini juga kita tidak perlu khawatir kehausan. Ada dispenser air minum yang menyediakan air panas, dingin, dan biasa. Gelas plastik juga sudah disediakan.

Namun di dalam coworking space ini, tamu tidak diperbolehkan memakan makanan atau minuman dari luar. Mungkin agar kebersihannya tetap terjaga.

Setiap pengunjung dibatasi maksimal selama 2 jam untuk dapat menggunakan coworking space ini. Namun dalam pengalaman saya kemarin, saya tidak ‘diusir’ walaupun masih bertahan di coworking space hingga 2,5 jam. Mungkin karena saat itu pengunjung yang ada hanya sekitar 3 orang dari kapasitasnya yang saya perkirakan bisa memuat hingga 16 orang.

Bagi para pekerja atau mungkin pelajar yang sedang melakukan perjalanan dengan kereta api seperti saya ketika itu, keberadaan coworking space ini tentunya sangat membantu. Kita bisa tetap produktif dengan mengerjakan tugas kantor atau kampus di sela-sela perjalanan.

Kalau berdasarkan artikel ini, kehadiran coworking space di stasiun relatif masih baru sepertinya. Baru menjelang pertengahan tahun ini. Walaupun demikian hadirnya coworking space di stasiun ini merupakan terobosan yang layak diapresiasi!

Lari di ITB Ultra Marathon 2019

Alhamdulillah minggu lalu untuk kedua kalinya saya berkesempatan untuk mengikuti ITB Ultra Marathon, sebuah event lari yang sangat ditunggu-tunggu civitas akademika ITB. Sama seperti tahun lalu, saya bergabung ke dalam Tim Code Runners, tim lari Ikatan Alumni Teknik Informatika (IAIF) ITB.

Alhamdulillah minggu lalu untuk kedua kalinya saya berkesempatan untuk mengikuti ITB Ultra Marathon, sebuah event lari yang sangat ditunggu-tunggu civitas akademika ITB. Sama seperti tahun lalu, saya bergabung ke dalam Tim Code Runners, tim lari Ikatan Alumni Teknik Informatika (IAIF) ITB.

Karena antusiasme teman-teman IAIF yang meningkat, ada 4 tim yang dibentuk pada tahun ini, yakni 2 tim relay 9 dan 2 tim relay 18. Jika ditotal berarti ada 54 orang yang berlari membawa nama Tim Code Runners. Saya sendiri tergabung ke dalam tim relay 9.

Ada yang baru pada penyelenggaraan ITB Ultra Marathon 2019 ini. Jika tahun lalu jarak tempuhnya adalah 170 km, pada tahun ini meningkat menjadi 200 km. Untuk posisi start dan finish masih tetap sama, yakni start di BNI Sudirman Jakarta dan finish di ITB Bandung.

baca juga:  Lari di ITB Ultra Marathon 2018

Menjelang Hari H

Beberapa minggu menjelang hari H, masing-masing pelari Code Runners diberikan hak untuk memilih etape yang diinginkannya. Saya memilih etape terakhir, yakni etape 17-18, sebagai etape saya. Kebetulan etape tersebut masih belum dipilih oleh teman-teman pelari lain yang memilih lebih dahulu.

Etape tersebut bermula dari Water Station 16 di Masjid Al-Irsyad, Kota Baru Parahyangan, Padalarang. Saya memilih etape tersebut dengan pertimbangan kepraktisan transportasi menuju lokasi. Kebetulan saya base di Bandung. Selain itu juga karena dari segi perkiraan waktu, etape tersebut akan ditempuh pada malam hari sehingga tidak perlu berpanas-panasan ria.

Continue reading

Menjajal SkyBridge Terminal Tirtonadi-Stasiun Solo Balapan

Masih berkaitan dengan tulisan sebelumnya tentang perjalanan saya ke Solo awal Bulan September kemarin. Pada perjalanan itu akhirnya saya berkesempatan menjajal untuk pertama kalinya SkyBridge yang menghubungkan Terminal Bus Tirtonadi dan Stasiun Solo Balapan.

Setelah tiba dari naik bus Semarang-Solo, saya melanjutkan untuk naik kereta api ke Sragen dari Stasiun Solo Balapan. Sebenarnya ada bus Solo-Sragen. Namun saat itu tidak menjadi pilihan saya karena busnya sangat lambat karena sering ngetem. Sementara saya butuh cepat sampai di Sragen.

Mudah saja menemukan jalan menuju SkyBridge di Terminal Tirtonadi ini. Persis di depan Masjid Al-Musafir, Terminal Tirtonadi, terdapat tangga untuk menuju SkyBridge. Jalurnya terbuka. Siapapun boleh melewatinya. Tidak harus memiliki tiket kereta api.

Saat awal dibuka Juni 2017 lalu SkyBridge ini sebetulnya ditujukan untuk penumpang kereta api baik yang mau naik maupun turun di Stasiun Solo Balapan. Karena itu ada pemeriksaan tiket bagi mereka yang hendak melalui SkyBridge ini menuju Stasiun Solo Balapan. Namun kini terbuka untuk umum.

Tidak banyak pejalan kaki yang saya temui ketika berjalan kaki di SkyBridge ini pada Sabtu siang itu. Mungkin hanya sekitar 5 orang saja. Entahlah. Mungkin memang bukan jam sibuk.

Tidak banyak orang melewati SkyBridge
Rumah penduduk di sekitar SkyBridge

Dengan hadirnya SkyBridge ini tentu saja sangat memudahkan mobilitas penumpang yang beralih moda transportasi dari bus ke kereta api atau sebaliknya. Jarak jalan raya yang sebesar 1,5 km dapat dipangkas menjadi sekitar 700 meter. Jarak tersebut saya tempuh dalam waktu kurang lebih 7 menit saja.

Eskalator/Tangga SkyBridge di halaman Stasiun Solo Balapan

SkyBridge ini berakhir di halaman depan Stasiun Solo Balapan. Namun sebelum tangga/eskalator terakhir itu, sebenarnya terdapat beberapa tangga/eskalator turun ke peron Stasiun Solo Balapan, salah satunya peron bangunan stasiun kereta bandara yang sudah hampir jadi. Tetapi semuanya ditutup oleh palang. Mungkin kelak akan dibuat gate agar penumpang bisa langsung turun ke peron tersebut tanpa harus turun dulu di depan Stasiun Solo Balapan.

Halte BRT Stasiun Tawang

Naik BRT Trans Semarang Stasiun Tawang-Terminal Mangkang

Saya ingin berbagi pengalaman saya 2 minggu lalu ketika berada di Semarang dan ingin melanjutkan perjalanan ke Solo dengan bus. Setidaknya ada 3 macam transportasi umum yang saya ketahui bisa digunakan dari Semarang menuju Solo sebenarnya. Selain bus, ada kereta api dan travel.

Saya sebenarnya memulai perjalanan ini dari Bandung. Karena rencana perjalanan yang sangat mendadak hari itu, saya tidak bisa mendapatkan tiket kereta api atau bus yang langsung ke Solo. Tiket yang masih tersedia saat itu hanyalah tiket kereta api ke Semarang. Ya sudah apa boleh buat.

Saya turun di Stasiun Semarang Tawang. Idealnya setelah itu saya menyambung perjalanan dengan kereta api ke Solo. Tapi waktu kedatangan saya di Stasiun Tawang tidak pas dengan jadwal keberangkatan kereta api yang ada. Jadwal yang terdekat berselisih 4 jam. Bus pun menjadi opsi saya.

Saya cukup buta dengan Kota Semarang. Untuk mencari tahu cara naik bus ke Solo, saya mengandalkan informasi di internet. Dari hasil googling di internet saya tahu bahwa terminal besar bus di Semarang sudah pindah dari Terboyo ke Mangkang, yang lokasinya sangat jauh di ujung barat Semarang. Di Google Maps jaraknya tercatat 21 km dari Stasiun Tawang.

Untungnya ada Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang yang melayani rute tersebut walaupun tidak langsung. Kita bisa naik dari halte BRT depan Stasiun Tawang, tepatnya sebelah kanan pintu masuk stasiun.

Di sana saya naik bus koridor IV jurusan Terminal Cangkiran. Kemudian transit di halte BRT Imam Bonjol Udinus — dekat Tugu Muda/Balai Kota Semarang — dan selanjutnya ganti naik bus koridor I jurusan Terminal Mangkang. Tarifnya Rp3.500 saja. Perjalanan Stasiun Tawang-Terminal Mangkang ini kurang lebih mengambil masa 45 menit, termasuk waktu transit menunggu bus berikutnya.

Ini adalah pengalaman pertama saya naik BRT Trans Semarang. Sistemnya sama saja seperti bus TransJakarta. Kita cukup bayar Rp3.500 dan bisa berpindah-pindah bus tanpa perlu membayar lagi. Namun dibandingkan dengan TransJakarta, halte-halte Trans Semarang ini tidaklah terlalu besar dan tidak semua ada petugasnya.

Soal Terminal Mangkang, walaupun terminal ini dari luar tampak megah, sayangnya terkesan tidak terawat. Banyak tanaman liar yang tumbuh di halaman depan bangunan utama. Untuk naik bus tujuan Solo/Yogyakarta pun kita bukannya masuk ke dalam terminal. Tapi menunggu bus yang ngetem di pintu keluar terminal yang berada di sisi timur.

Belakangan saya baru tahu sebetulnya untuk naik bus tujuan Solo ini kita bisa juga naik dari pertigaan Sukun yang jaraknya sekitar 19 km dari Stasiun Tawang karena dari Terminal Mangkang bus akan melewati pertigaan Sukun juga.

Dari Terminal Mangkang jaraknya masih jauh juga ke pertigaan Sukun, yakni 25 km. Jadi lumayan menghemat waktu juga kalau kita langsung nyegat di sana. Cuma risikonya mungkin bus bisa saja sudah terisi penuh dari Terminal Mangkang sehingga kita tidak akan kebagian kursi. Tarif bus patas Semarang-Solo ini adalah Rp30.000.