ITB Ultra Marathon

Lari di ITB Ultra Marathon 2018

“Gaes… Punten oot, ada yg minat join relay 170 km di ITB ultra marathon? Per-orang distance nya 10 km aja…”

Begitu pesan salah seorang kawan di grup Whatsapp angkatan kuliah pada 4 bulan yang lalu. Dia menawari teman-teman untuk bergabung ke dalam tim lari Ikatan Alumni Informatika (IAIF) ITB di event ITB Ultra Marathon yang dihelat pada tanggal 12-14 Oktober 2018.

Salah seorang kawan yang lain di grup kemudian me-mention saya mengajak saya untuk ikutan. Wah menarik nih, pikir saya. Kapan lagi bisa berlari di acara almamater dan mendapat kesempatan untuk mengenal senior-senior alumni sejurusan juga.

Saya pun mengiyakan ajakan tersebut. Kemudian saya dimasukkan ke dalam grup Whatsapp ikatan alumni jurusan untuk persiapan ITB Ultra Marathon.

Rencana awal hanya akan dibentuk tim untuk mengikuti kategori relay 16 orang. Namun, karena antusiasme yang cukup tinggi dari rekan-rekan alumni, akhirnya dicetuskan untuk dibentuk satu tim lagi untuk kategori relay 8.

Tim lari IAIF ini diberi nama Code Runners. Tagline-nya “Code, Run, Share”. Dari namanya sudah ketahuan lah ya kalau kumpulan anak Informatika. Hehehe. Eh, tapi ada juga yang mengira ini tim pelari yang suka ngasih kode. Hahaha.

Sebagian besar teman-teman alumni berminat untuk ikutan relay 16. Pada relay 16 ini pelari rata-rata akan menempuh jarak 10-11 km. Sedangkan pada relay 8 pelari akan menempuh jarak rata-rata 21 km.

Saya sendiri mengajukan diri untuk masuk ke dalam tim relay 8. Sebetulnya, sudah lama saya tidak lari half marathon. Karena itu saya bisa dibilang agak nekat juga memutuskan untuk ikutan tim relay 8. Pikir saya ketika itu dengan masuk tim relay 8 saya berharap bisa lebih terpacu untuk lebih giat berlari lagi memanfaatkan rentang waktu 3 bulan untuk persiapan.

Menjelang Hari H

Beberapa minggu menjelang hari H, posisi masing-masing pelari sudah ditentukan. Saya mendapat giliran lari di etape 5, start dari Water Station (WS) 8 dan berakhir di WS10. WS8 ini berada di Malrimba Garden (Jl. Raya Puncak KM 87, Cisarua, Bogor).

Di antara etape yang lain, etape 5 ini adalah rute terpanjang pada relay 8. Ia memiliki jarak tempuh 28 km. Profil rutenya didominasi oleh turunan.

Selain membentuk tim pelari, IAIF juga membentuk tim support yang membantu mempersiapkan kebutuhan pelari dan koordinasi tim, termasuk ketika hari H nanti. Seminggu menjelang hari H tim support juga sudah menyiapkan prediksi waktu lari untuk setiap anggota tim berdasarkan target pace setiap individu.

Jadi tiap pelari bisa memperkirakan jam berapa dia harus bersiap di etapenya. Saya dijadwalkan mulai berlari pada hari Sabtu 13 Oktober pukul 10.40.

Tim support ini juga yang berperan dalam menggalang dana dari sponsor dan donasi. Perlu diketahui, dalam event lari ITB Ultra Marathon ini setiap tim tidak sekedar berlari saja. Masing-masing membawa misi charity tertentu.

Ada tim yang menggalang donasi untuk korban gempa bumi di Palu & Donggala, donasi untuk beasiswa, donasi sepeda untuk anak-anak sekolah di pedalaman, dan lain sebagainya. Donasi yang dikumpulkan tim IAIF sendiri diperuntukkan sebagai dana beasiswa untuk biaya kuliah adik-adik di jurusan Teknik Informatika ITB yang memerlukan bantuan.

Hari H – Ke Malrimba Garden

Usai sholat subuh saya berangkat dari Bandung dengan mengendarai sepeda motor menuju Cianjur. Sebetulnya tim menyediakan transportasi untuk berangkat bersama-sama ke basecamp di Puncak dari Bandung. Mereka berangkat Jumat malam. Sayangnya, jadwal saya tidak cocok sehingga saya memutuskan berangkat sendiri.

Perjalanan ke Cianjur ini saya tempuh selama hampir 2 jam. Saya menitipkan sepeda motor saya di BNI Cianjur yang juga menjadi tempat untuk WS10, tempat finish saya nanti.

Di depan BNI Cianjur saya mengisi tenaga dengan sarapan bubur ayam. Setelah itu melanjutkan perjalanan ke Puncak dengan naik angkot biru. Rute angkot ini hanya sampai di Pasar Cipanas saja. Di sana saya lanjut naik angkot kuning menuju Malrimba Garden di Puncak. Total waktu tempuh perjalanan kurang lebih mengambil masa 75 menit.

Di Malrimba Garden saya bertemu mas Ismir (IF ’93). Beliau mendapat bagian berlari di etape 9 relay 16.

Tak lama kemudian datang mas Hariono (IF ’86) yang juga ketua IAIF bersama tim support yang lain. Sambil mengisi waktu menunggu pelari relay sebelumnya, kami berfoto-foto untuk dokumentasi sponsor.

Salah satu kendaraan tim support

Salah satu kendaraan tim support

Sekitar 30 menit kemudian mas Kardy (IF ’01) yang mewakili tim relay 16 tiba di WS8. Mas Ismir melanjutkan tongkat estafet menuju WS9 di Sanggabuana Hotel & Bungalows.

Oh ya, bukan tongkat juga sih yang menjadi simbol estafet dalam ITB Ultra Marathon ini, melainkan sebuah buff. Di tim kami, buff ini dimasukkan ke kantong plastik agar tidak basah oleh keringat para pelari. Haha.

Suasana Malrimba Garden (WS8)

Suasana Malrimba Garden (WS8)

Hari H – Lari

Jam keberangkatan saya molor sekitar 1 jam dari yang dijadwalkan. Mas Ghafur (IF ’99) baru tiba di WS8 menjelang pukul 12 siang. Agak expected juga sih sebetulnya mengingat pelari utama kami di etape 1, Dodo (STI ’07), mengabarkan pada H-1 bahwa ia terpaksa harus mengundurkan diri karena tidak berada dalam kondisi yang fit. Padahal ia merupakan pelari tercepat di tim kami.

Tapi memang kami tidak mengejar podium juga dalam event ini. Entah tahun depan. Kelihatannya banyak suara-suara yang menginginkan untuk memasang target podium. Hahaha.

Serah terima buff di WS8 (photo by mas Har IF'86)

Serah terima buff di WS8 (photo by mas Har IF’86)

Usai serah terima buff dengan mas Ghafur dan foto-foto, saya pun mulai berlari. Saya berlari dengan dikawal oleh seorang pemotor dari tim support. Saya benar-benar dikawal dari awal sampai akhir. Selain itu ia juga membawakan minuman untuk saya. Saya tidak menyangka sampai sedetail itu bentuk support-nya.

Cuaca siang itu agak aneh. Mendung. Kemudian panas. Mendung. Panas lagi. Begitu saja terus sampai saya tidak bisa membedakan ini lagi panas atau mendung ketika berlari. Hahaha. Walaupun kondisi langit berawan, hujan tidak turun dan hawanya pun juga sangat gerah.

Pemandangan kebun teh dan warung-warung di sekitar Malrimba Garden

Pemandangan kebun teh dan warung-warung di sekitar Malrimba Garden

Di petak WS8 hingga Pasar Cipanas saya bisa berlari cukup stabil. Tidak kencang tapi lumayan bisa melewati lebih dari 5 orang pelari lain yang entah pelari relay berapa.

Di petak Pasar Cipanas hingga WS9 kaki saya mulai terasa berat sekali. Jika sebelumnya tanjakan bisa saya pakai berlari, kali ini saya terpaksa harus memilih jalan kaki.

Rute WS8-WS9 sepanjang 11 km saya tempuh dalam waktu 1:18:43. Oh ya, ini termasuk juga waktu foto-foto di WS8 ya saat serah terima buff. Hehehe. Tapi tetap kurang memuaskan sih catatan waktunya.

Berlari di daerah Cipanas (photo by mas Dodong IF'91)

Berlari di daerah Cipanas (photo by mas Dodong IF’91)

Selepas WS9, saya merasa kekuatan kaki saya benar-benar berkurang. Terasa betul sih akibat kurang latihan. Walaupun demikian, saya masih bisa bertahan lari dengan diselingi jalan kaki sampai KM 21/22 (dihitung dari WS8). Setelah itu praktis saya lebih banyak jalan kaki dan sesekali diselingi lari kecil-kecil sampai finish di WS10 (KM 27 dari WS8).

Selain karena kaki yang sudah berat untuk berlari, penyebab lainnya adalah perut yang kembung karena kebanyakan minum air. Jadinya nggak enak banget perut ini rasanya ketika berlari. Cuaca yang gerah siang itu memang membuat saya merasa kehausan terus. Padahal perut sudah penuh air, tapi masih saja terasa haus. 😂

Faktor kelaparan juga berpengaruh sepertinya. Saya sempat mampir ke tukang rujak untuk beli mangga di KM 23. Habis makan mangga (mangga muda yang rasanya sepet sih sebetulnya haha), lumayan lah ada sedikit energi tambahan untuk berlari.

Berlari di daerah Cugenang, Cianjur (photo by Mas Alham IF'87)

Berlari di daerah Cugenang, Cianjur (photo by Mas Alham IF’87)

Singkat cerita, ruas WS9-WS10 ini berhasil saya tamatkan dalam waktu 02:23:06. Sepertinya saya cuma sempat menyalip 1-2 orang saja. Setelah itu, saya entah disalip berapa orang. Lebih dari 5 orang yang jelas. 😂

Secara keseluruhan, etape 5 (start WS8 – finish WS10) ini saya tempuh dalam masa 3:41:49. Sebuah catatan waktu yang kurang baik menurut saya. Catatan tersebut menempatkan saya dalam posisi 11 dari 25 pelari relay 8 etape 5 dalam leaderboard.

Bisa dibilang saya cukup underestimate juga awalnya. Mentang-mentang rutenya dominan turunan, saya pikir akan lebih mudah. Ternyata tidak. Turunan memang dapat membantu kita berlari lebih cepat. Tapi hal itu harus ditopang kekuatan kaki, terutama lutut, dan juga nafas. Itu yang kurang dari saya akibat kurangnya latihan.

Hari H – Pasca Lari

Di WS10 bertempat di BNI Cianjur saya disambut oleh mas Dodong (IF’91), Agri (IF’13, pelari berikutnya) dan teman-teman IAIF lainnya. Seperti sebelumnya, ada prosesi serah terima buff dahulu. Setelah itu Agri berlari melanjutkan perjuangan tim Code Runners relay 8 di etape 6 (start WS10 – finish WS12).

Serah terima buff di WS10 (photo by mas Dodong IF'91)

Serah terima buff di WS10 (photo by mas Dodong IF’91)

Kemudian mas Dodong dan tim support juga bergerak menuju WS berikutnya. Sementara saya, karena saya sepeda motor saya memang diparkir di BNI Cianjur ini, saya tetap bertahan di sana. Saya beristirahat sembari mendinginkan otot-otot kaki.

Menjelang maghrib saya sudah di atas sepeda motor lagi untuk melakukan perjalanan kembali ke Bandung. Saya sempat 2x istirahat untuk sholat maghrib dan isya di masjid yang saya temui di tengah perjalanan.

Alhamdulillah malam itu saya tiba di Bandung safe and sound pada pukul 21.15. Saya tepar dan langsung tertidur. Hahaha.

Malam itu sebetulnya tim IAIF melakukan penyambutan finisher tim relay 16 dan relay 8. Beberapa dosen dan mahasiswa penerima beasiswa Informatika bahkan tidak ketinggalan ikut bergabung juga. Karena kondisi badan yang masih kelelahan, saya tidak bisa bergabung malam itu.

Tim IAIF yang masih bertahan hingga tengah malam di kampus ITB

Tim IAIF yang masih bertahan hingga tengah malam di kampus ITB

Tim relay 16 finish pada hari Sabtu sekitar pukul 9 malam. Sedangkan tim relay 8 finish pada hari Minggu sekitar pukul 2 dini hari.

Baru pada keesokan harinya, Minggu 14 Oktober, saya datang ke kampus ITB untuk bergabung bersama teman-teman IAIF. Di kampus ITB sendiri pada hari itu penuh dengan lautan manusia. Selain kedatangan para peserta lari ITB Ultra Marathon (dan tentu juga tim pendukungnya), pagi itu memang juga diadakan event Fun Run 5K.

Suasana kampus ITB

Suasana kampus ITB

Saking ramainya, kampus ITB pagi itu tampak seperti tengah ada acara reuni akbar lintas angkatan. Bahkan, saya tidak yakin acara reuni — yang kegiatan utamanya memang untuk reuni — akan seramai ini. Ini adalah event lari, tapi alumni-alumni lintas angkatan tumplek blek di dalam kampus seolah seperti acara reunian. Luar biasa antusiasme para alumni terhadap event ITB Ultra Marathon ini.

Ini baru tahun kedua penyelenggaraan ITB Ultra Marathon. Tapi acaranya sudah bisa menarik minat yang sangat tinggi dari kalangan umum dan alumni. Saya yakin, tahun depan akan lebih banyak peminat lagi.

Foto bersama tim Code Runners relay 8 (kurang 2 orang)

Foto bersama tim Code Runners relay 8 (kurang 2 orang)

Di grup alumni IAIF sendiri antusiasme itu begitu terasa dan sudah diadakan survei untuk para alumni yang berminat untuk bergabung dalam tim lari tahun depan. Semoga saja tahun depan saya mendapatkan kesempatan untuk ikut event ini kembali.

 

 

 

 

Advertisement

2 thoughts on “Lari di ITB Ultra Marathon 2018

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s