Category Archives: Opini

Subscription Everywhere

Model pembayaran dengan sistem langganan (subscription) dewasa ini menjadi model yang sangat lumrah untuk aplikasi atau layanan online. Segala macam aktivitas seperti mendengar musik, menonton film, membaca buku, membaca berita, membuat catatan, konferensi video, dan menyimpan berkas semua ada layanan untuk berlangganannya.

Bahkan aplikasi-aplikasi yang sebelumnya menerapkan sistem one-time purchase, rata-rata juga telah beralih atau menyediakan opsi sistem subscription juga. Aplikasi-aplikasi dari Adobe adalah contoh di antaranya. Lalu ada Microsoft yang kini menyediakan layanan Microsoft 365 yang merupakan versi langganan dari Microsoft Office.

Momen pandemi yang terjadi awal tahun ini rupanya juga menjadi suatu “berkah” bagi beberapa aplikasi layanan online. Lockdown atau PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) memaksa orang-orang untuk banyak tinggal di rumah. Pekerjaan atau aktivitas-aktivitas yang biasanya dikerjakan di luar rumah terpaksa berhenti.

Namun beberapa jenis pekerjaan masih bisa dikerjakan dari rumah alias work from home (WFH). Nah, untuk menopang komunikasi dengan rekan kerja, mereka menggunakan aplikasi-aplikasi konferensi video seperti Zoom, Microsoft Teams, atau semacamnya. Jumlah pengguna mereka melonjak tajam. Menurut berita ini bahkan pendapatan Zoom naik 4x lipat selama pandemi ini.

Selain aplikasi konferensi video, layanan online yang bersifat entertaintment atau hiburan juga banyak dicari selama pandemi ini. Pandemi memaksa mereka mencari alternatif hiburan yang bisa didapatkan tanpa harus keluar rumah. Netflix, salah satu penyedia layanan streaming film, mencatatkan kenaikan 16 juta sign-up saat awal pandemi ini.

Continue reading
Advertisement

Menjajal MRT Jakarta

Setelah 4 bulan lamanya, saya kembali berkunjung ke Jakarta lagi 2 pekan lalu. Kesempatan ke Jakarta itu saya manfaatkan untuk menjajal MRT (Mass Rapid Transit) Jakarta alias Ratangga yang resmi beroperasi pada 1 April 2019 yang lalu.

Sepulang dari urusan di kawasan Kuningan, saya sengaja pergi ke Bundaran HI (Hotel Indonesia), salah satu lokasi stasiun ujung MRT Jakarta. Stasiun Bundaran HI ini berada di bawah tanah. Ada beberapa pintu masuk yang tersebar di trotoar sekitaran Bundaran HI.

Hari itu adalah hari kerja. Saya mencoba MRT ini di saat orang-orang pulang kerja, sekitar jam 6 kurang menjelang maghrib. Ramai sekali pekerja perkantoran Jalan Sudirman yang menumpang MRT ini.

Tujuan saya petang itu adalah Stasiun Istora. Saya meetup dengan teman saya yang memang kantornya dekat dari stasiun tersebut. Mumpung di Jakarta juga kan, ketemuan dengan teman lama. Dia juga baru saja pulang kerja.

Pintu masuk Stasiun Istora

Enaknya Stasiun Istora ini, di dalamnya ada beberapa tenant berupa convenience store, toko roti, dan kafe. Teman saya mengajak ketemuan di Auntie Anne’s. Di sana kami mengobrol sampai sekitar jam 7 malam.

Terkait dengan MRT Jakarta sendiri, menurut saya stasiun dan keretanya sudah keren banget dan bersih juga tentunya. Sayangnya, sepertinya masih ada masalah pada passenger gate-nya, gate tempat kita tap-in dan tap-out kartu kita.

Di dalam MRT Jakarta

Entahlah. Saya merasa scanner yang digunakan di gate tersebut kurang responsif. Antrian sempat sedikit tersendat waktu keluar di Stasiun Bundaran HI. Ada penumpang yang sudah tap kartu dia tapi pintu tidak terbuka. Ketika tiba giliran saya, pintu dibiarkan terbuka terus. Sepertinya sebagai solusi atas masalah sebelumnya itu.

Selain itu, saya merasa jumlah gate yang disediakan agak kurang. Saya membayangkan pada jam sibuk pasti antriannya akan begitu panjang.

Kemudian terkait dengan papan signage. Rasanya agak kurang. Terutama papan signage yang menunjukkan ke mana pintu keluar. Begitu tiba dari naik eskalator peron, saya agak kebingungan akan jalan ke arah mana. Sebab pintu keluar terbagi ke dua arah.

Di depan eskalator atau tangga naik penumpang itu tidak ada papan yang memberitahu nama masing-masing pintu keluar itu. Kita harus jalan dulu hingga ke passenger gate baru menemukan signage nama pintu keluar itu.

Iya kalau arah passenger gate yang kita tuju itu benar. Kalau ternyata pintu keluar yang kita maksud ada di arah berlawanan, kita tentu harus balik arah lagi yang lumayan juga jauhnya.

Terlepas dari kekurangan itu, tentunya dengan hadirnya MRT Jakarta ini akan memudahkan mobilitas warga Jakarta. Sayang jika sampai tidak dimanfaatkan. Apalagi waktu tempuhnya juga sangat cepat dibandingkan transportasi jalan raya, sehingga dapat menjadi solusi menghindari kemacetan Jakarta.

Terhipnotis oleh Cerita

Belum ada sepekan, film Avengers: Endgame sudah memecahkan rekor box office akhir pekan pertama pemutarannya. Total 1,2 miliar dolar AS sudah diraup dari pemutaran di seluruh dunia.

Dari situ terlihat betapa film ini sangat ditunggu-tunggu oleh para penggemarnya. Bahkan sepanjang setahun semenjak pemutaran Avengers: Infinity War hingga menjelang diputarnya ‘Avengers: Endgame’ ini berbagai teori dan spekulasi telah berseliweran di jagat dunia maya mengenai bagaimana film Marvel Cinematic Universe (MCU) ini akan berakhir.

Orang-orang penasaran bagaimana nasib para hero yang mati dalam ‘Avengers: Infinity War’ dan bagaimana para hero tersisa bisa mengalahkan Thanos. Rasa penasaran itu pun terjawab sudah begitu menyaksikan film yang didaulat sebagai penutup serial MCU fase ketiga itu.

Di balik hype yang begitu tinggi mengenai film tersebut, saya pun jadi kepikiran… kok bisa ya kita sebegitu terhipnotisnya dalam mengikuti sebuah cerita fiksi. Kita mengikuti jalan ceritanya sedemikian rupa, menebak-nebak bagaimana ia akan berujung.

Avengers adalah salah satu contoh saja. Setiap orang saya yakin memiliki cerita favoritnya. Entah itu dari sebuah film, buku, atau media yang lain.

Ketika masih kanak-kanak, kita semua mungkin suka sekali dininabobokkan sembari mendengarkan sebuah cerita. Di sekolah juga mungkin kita sepakat saat-saat guru bercerita adalah saat yang menyenangkan.

Ada apa dengan sebuah cerita? Kadang-kadang saya pun nggak habis pikir juga. Ngapain sih saya niat banget mengikuti film MCU ini. Review-review di internet saya baca untuk memahami apa yang terjadi di film dan apa yang kira-kira akan terjadi di film berikutnya.

Padahal itu cerita fiksi bikinan manusia. Hal-hal detail sudah pasti selalu akan ada yang terlewat. Plot hole adalah sebuah keniscayaan, sedikit atau banyak.

Pertanyaan-pertanyaan atau ungkapan keheranan seperti “Eh, kenapa sih harus A yang mati”, “Kok musuhnya jadi gampang banget dikalahkan”, “Kalau A mati waktu lagi time traveling ke masa lalu, bukannya peristiwa yang terjadi di masa depan jadi berubah”, dan lain sebagainya akan selalu timbul.

Mungkin itulah salah satu asyiknya dalam mengikuti sebuah cerita. Memiliki rasa penasaran. Bertanya-tanya mencoba menjawab rasa keingintahuan. Juga berandai-andai mengenai jalan cerita.

Entahlah. Tapi mestinya ada penjelasan secara sains mengapa kita sebagai manusia bisa begitu tertarik dengan cerita.

*sumber gambar: WordPress Free Photo Library

Membaca Berita, Dulu, dan Kini

Saya sedang mengingat-ingat apa yang berbeda antara kebiasaan membaca berita dulu dan kini di era internet. Saya dahulu termasuk beruntung karena keluarga saya bisa berlangganan koran.

Bapak saya memang senang membaca koran. Kegemaran beliau itu menular kepada saya saat kecil. Setiap pagi, koran adalah hal yang saya nanti-nanti. Saya selalu ke luar rumah menyambut tukang koran yang mengantar koran langganan hari itu.

Ketika itu yang memotivasi saya untuk membaca koran adalah sebagai sarana untuk menambah kosa kata. Banyak istilah yang saya tak mengerti saya tanyakan kepada bapak. Inflasi, politik, mutasi, makelar … adalah beberapa contoh kata yang tak saya mengerti yang saya tanyakan kepada bapak.

Selain itu, saya membaca koran supaya tahu apa yang tengah terjadi di belahan dunia lain. Dalam sehari mungkin saya bisa membaca belasan atau puluhan artikel.

Ketika itu akses terhadap internet memang masih sangat langka dan mahal. Selain koran, TV menjadi media untuk memperoleh informasi.

Singkat kata, dahulu untuk memperoleh informasi, kita memang harus sedikit ‘berusaha’. Membeli koran atau meluangkan waktu untuk menonton TV. Berita adalah sesuatu yang dicari dan ditunggu.

Kini di era internet rasanya setiap orang setidaknya memiliki satu akun media sosial dan juga instant messaging. Persebaran berita yang sebelumnya melalui media konvensional kini berganti menjadi online. Di sana informasi tersebar dari segala penjuru dengan begitu mudah dan cepatnya.

Continue reading

Fase Gugur Piala Dunia 2018

Dengan berakhirnya pertandingan pamungkas Grup G dan H malam tadi, maka lengkap sudah seluruh pertandingan fase grup Piala Dunia 2018. 48 Pertandingan fase grup telah dimainkan.

16 Negara telah memastikan tempatnya di babak 16 besar. Piala Dunia 2018 masih menyisakan 16 pertandingan lagi di fase gugur (knock-out phase) yang akan dimainkan mulai babak 16 besar besok (30 Juni) hingga final (15 Juli) nanti.

Bagan Fase Gugur Piala Dunia 2018 (screencaptured from https://www.fifa.com/worldcup/matches/?#knockoutphase)

Bagan Fase Gugur Piala Dunia 2018 (screencaptured from https://www.fifa.com/worldcup/matches/?#knockoutphase)

Piala Dunia kali ini agak hampa bagi saya karena jagoan saya di setiap turnamen, Italia, tidak ikut berpartisipasi. Saya pun menjadi fans netral kali ini. Eh, tidak 100% netral juga sih. Di setiap pertandingan yang saya tonton, saya mendukung tim underdog untuk membuat kejutan.

Kalau terkait siapa yang juara, secara pribadi saya berharap ada juara dunia baru kali ini. Negara yang saya lihat paling berpeluang untuk menjadi juara baru adalah Belgia dan Kroasia.

Kedua negara tersebut tampak solid sejauh ini. Keduanya berhasil mengumpulkan poin maksimal di grup masing-masing. Secara tim, keduanya menurut saya juga memiliki kedalaman skuad yang luar biasa.

Jika semua berjalan sesuai prediksi, di perempat final mereka sudah harus menghadapi lawan yang sangat berat. Kekuatan mereka akan diuji oleh dua negara yang juga sangat diunggulkan dalam Piala Dunia ini, masing-masing oleh Brazil dan Spanyol.

Menarik ditunggu. Semoga saja salah satunya memang bisa keluar sebagai juara atau minimal bisa masuk final.

Wasted Talent

“I only just realised over the last few years that the problem was not the Coach, it was me. When I worked with a rigid tactician, I’d rebel. When I had a soft Coach, I’d take a nap. The truth is it wasn’t the fault of the Coach if I didn’t give my best. I realised it too late.”
– Antonio Cassano (quoted from Football-Italia.net)

Sebenarnya sangat jarang sekali saya membahas perihal pemain sepak bola di blog saya ini. Tapi beberapa hari yang lalu saya sempat membaca artikel hasil wawancara Antonio Cassano di sebuah artikel di Football-Italia.net. Bagi saya ada hal yang bisa diambil sebagai pelajaran dari wawancara tersebut sehingga menarik untuk saya share di blog ini.

Salah satunya adalah quote di atas, berisi tentang pengakuan Antonio Cassano bahwa dia sendirilah yang sebenarnya menghancurkan karir sepak bolanya. Untuk rekaman video wawancaranya bisa dilihat di sini, tapi tentu saja dalam bahasa Italia dan tidak ada subtitle, hehe.

“For the last 10 years people have said I was a wasted talent.”

Siapa yang tak kenal Antonio Cassano? Malang melintang bermain di klub-klub besar seperti AS Roma, Real Madrid, Inter Milan, dan AC Milan. Sejak masa mudanya bermain di klub kecil Bari, orang-orang menyebutnya sebagai wonderkid, pemain muda dengan skill cemerlang yang berpotensi menjadi pemain bintang di kemudian hari. Sebagai penggemar Liga Serie A Italia, dia termasuk salah satu pemain yang saya kagumi sewaktu kecil karena Continue reading

Social Media

FOMO, Dilema Bermedia Sosial

Sebelumnya disclaimer terlebih dahulu, saya tidak tahu apakah kata “bermedia sosial” itu tepat dalam bahasa Indonesia. Maksudnya sih ingin menyingkat kalimat “Dilema Menggunakan Media Sosial”, hehe. Kalau tidak salah, di pelajaran bahasa Indonesia pernah diajarkan bahwa imbuhan ber- itu bisa bermakna menggunakan. 😀

Oke, masuk ke latar belakang saya memilih judul di atas. Jadi akhir-akhir ini saya berpikir bahwa bermedia sosial itu semakin melelahkan. Saya menilai terlalu banyak informasi dalam berbagai ragamnya di media sosial. Jadi dalam sekali scrolling, saya akan menjumpai banyak orang membagikan artikel dalam berbagai macam topik, baik itu kesehatan, makanan, teknologi, agama, politik, dan lain sebagainya.

Dahulu di awal kemunculannya Facebook, Twitter, dan jejaring sosial yang lainnya cenderung lebih sering digunakan untuk meng-update kegiatan atau curhatan pribadi. Bermedia sosial pun kala itu Continue reading