Tag Archives: istora

Menjajal MRT Jakarta

Setelah 4 bulan lamanya, saya kembali berkunjung ke Jakarta lagi 2 pekan lalu. Kesempatan ke Jakarta itu saya manfaatkan untuk menjajal MRT (Mass Rapid Transit) Jakarta alias Ratangga yang resmi beroperasi pada 1 April 2019 yang lalu.

Sepulang dari urusan di kawasan Kuningan, saya sengaja pergi ke Bundaran HI (Hotel Indonesia), salah satu lokasi stasiun ujung MRT Jakarta. Stasiun Bundaran HI ini berada di bawah tanah. Ada beberapa pintu masuk yang tersebar di trotoar sekitaran Bundaran HI.

Hari itu adalah hari kerja. Saya mencoba MRT ini di saat orang-orang pulang kerja, sekitar jam 6 kurang menjelang maghrib. Ramai sekali pekerja perkantoran Jalan Sudirman yang menumpang MRT ini.

Tujuan saya petang itu adalah Stasiun Istora. Saya meetup dengan teman saya yang memang kantornya dekat dari stasiun tersebut. Mumpung di Jakarta juga kan, ketemuan dengan teman lama. Dia juga baru saja pulang kerja.

Pintu masuk Stasiun Istora

Enaknya Stasiun Istora ini, di dalamnya ada beberapa tenant berupa convenience store, toko roti, dan kafe. Teman saya mengajak ketemuan di Auntie Anne’s. Di sana kami mengobrol sampai sekitar jam 7 malam.

Terkait dengan MRT Jakarta sendiri, menurut saya stasiun dan keretanya sudah keren banget dan bersih juga tentunya. Sayangnya, sepertinya masih ada masalah pada passenger gate-nya, gate tempat kita tap-in dan tap-out kartu kita.

Di dalam MRT Jakarta

Entahlah. Saya merasa scanner yang digunakan di gate tersebut kurang responsif. Antrian sempat sedikit tersendat waktu keluar di Stasiun Bundaran HI. Ada penumpang yang sudah tap kartu dia tapi pintu tidak terbuka. Ketika tiba giliran saya, pintu dibiarkan terbuka terus. Sepertinya sebagai solusi atas masalah sebelumnya itu.

Selain itu, saya merasa jumlah gate yang disediakan agak kurang. Saya membayangkan pada jam sibuk pasti antriannya akan begitu panjang.

Kemudian terkait dengan papan signage. Rasanya agak kurang. Terutama papan signage yang menunjukkan ke mana pintu keluar. Begitu tiba dari naik eskalator peron, saya agak kebingungan akan jalan ke arah mana. Sebab pintu keluar terbagi ke dua arah.

Di depan eskalator atau tangga naik penumpang itu tidak ada papan yang memberitahu nama masing-masing pintu keluar itu. Kita harus jalan dulu hingga ke passenger gate baru menemukan signage nama pintu keluar itu.

Iya kalau arah passenger gate yang kita tuju itu benar. Kalau ternyata pintu keluar yang kita maksud ada di arah berlawanan, kita tentu harus balik arah lagi yang lumayan juga jauhnya.

Terlepas dari kekurangan itu, tentunya dengan hadirnya MRT Jakarta ini akan memudahkan mobilitas warga Jakarta. Sayang jika sampai tidak dimanfaatkan. Apalagi waktu tempuhnya juga sangat cepat dibandingkan transportasi jalan raya, sehingga dapat menjadi solusi menghindari kemacetan Jakarta.

Advertisement
Semifinal Indonesia Masters 2019

Nonton Semifinal Indonesia Masters 2019 di Istora Senayan

Sabtu minggu lalu (26/1) saya berkesempatan untuk menonton secara langsung turnamen badminton Indonesia Masters 2019 di Istora Senayan, Jakarta. Ini adalah yang pertama bagi saya setelah hampir 4 tahun absen nonton langsung di Istora. Turnamen Indonesia Open 2015 adalah turnamen terakhir yang saya datangi.

baca juga: Nonton Langsung Final Indonesia Open 2015

Dibandingkan 4 tahun lalu, Istora Senayan kini tampil jauh berbeda. Yang paling mencolok tentu saja bangku penontonnya, khususnya untuk kelas reguler. Kini bangkunya bukan berupa kayu lagi, melainkan kursi single seat. 

Wajah Istora yang baru ini sendiri sebetulnya sudah diperkenalkan sejak menjadi tuan rumah Indonesia Masters 2018 yang lalu. Kemudian disambung dengan turnamen Indonesia Open 2018 dan Asian Games 2018. Namun sepanjang tahun 2018 kemarin saya belum ada kesempatan untuk nontong langsung di sana.

Beli Tiket Secara Online

Karena itu begitu ada informasi bahwa panitia akan mulai melakukan penjualan tiket secara online pada 17 Desember 2018 kemarin, saya pun memasang notifikasi agar tidak kelupaan. Sempat telat 2 jam dari jam pembukaan penjualan tiket, rupanya tiket yang dijual di Tiket.com sudah sold out.

Tak lama kemudian dapat kabar dari akun Twitter Koh Rudy (Bambang Roedyanto), pengurus PBSI yang dikenal cukup dekat dengan pecinta bulutangkis, bahwa Blibli.com akan segera melepas beberapa tiket beberapa saat lagi. Saya pun segera membuka Blibli.com dan alhamdulillah bisa mendapatkan 2 tiket untuk pertandingan semifinal Indonesia Masters 2019.

Continue reading
Xu Chen/Ma Jin vs Zhang Nan/Zhao Yunlei

Nonton Langsung Final Indonesia Open 2015

Tak terasa penyelenggaraan Indonesia Open tahun ini adalah kali kelima yang kuikuti berturut-turut sejak edisi tahun 2011 yang lalu. Dan sepertinya itulah sebabnya antusiasmeku untuk menonton Indonesia Open sudah tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi, sebagai penggemar badminton tetap rasanya memang ada yang kurang jika sampai melewatkan turnamen BWF Super Series Premier dengan hadiah tertinggi di dunia ini.

Pada Indonesia Open Premier Super Series 2015 ini aku hanya menonton babak final saja. Itu pun hanya sempat menonton tiga pertandingan pertama saja. Setelah tiga edisi sebelumnya selalu menonton di tribun Kelas 1, kali ini aku memutuskan untuk menonton dari tribun Kelas 2.

Menonton di tribun Kelas 2 ternyata juga cukup worth kok menurutku. Aku sengaja mengambil bangku paling atas yang menghadap lurus ke lapangan. Dari tribun paling atas itu suara riuh penonton tak terdengar Continue reading

Nonton Final Indonesia Open 2014

Untuk keempat kalinya secara berturut-turut aku berkesempatan menyaksikan langsung aksi-aksi pebulutangkis terbaik di dunia di perhelatan Indonesia Open Super Series Premier. Namun ada yang berbeda pada penyelenggaraan tahun ini. Stadion Istora Gelora Bung Karno yang tahun-tahun sebelumnya selalu identik dengan warna merah menyala, kali ini berganti menjadi warna biru.

Yup, seperti yang sudah diketahui bersama, title sponsor event Indonesia Open tahun ini adalah Bank Central Asia (BCA), menggantikan peran Djarum yang sudah bertahun-tahun “menikahi” Indonesia Open. Hal ini bisa terjadi karena aturan baru dari BWF di mana event olahraga mereka tidak boleh disponsori oleh perusahaan rokok. Memang sih, kenyataannya walaupun sudah tidak disponsori oleh Djarum, tapi bau Djarum di event ini masih sangat terasa. Melalui Djarum Foundation mereka masih ikut menyemarakkan event Indonesia Open ini sebagai sponsor.

Bagiku warna biru yang menggantikan warna merah ini adalah sebuah penyegaran. Bosen juga lihat warna merah melulu di Indonesia Open, hehe. 😀

Hari itu, Minggu 22 Juni, Aku dan Pambudi berangkat pagi dari Bandung menumpang travel dengan tujuan Sarinah. Kami tiba di sana sekitar pukul setengah 11. Setelah itu kami langsung meluncur ke Istora Gelora Bung Karno dengan menumpang bus Transjakarta. Bus Transjakarta sedang ada program gratis ongkos hari itu dalam rangka HUT DKI Jakarta *lumayan*.

Kami turun di halte POLDA. Setelah itu kami berjalan kaki menuju Istora. Setibanya di sana kami langsung mencari lokasi ticket box untuk event Indonesia Open ini. Ticket box untuk pembelian langsung ternyata berada di luar gerbang samping Istora. Sedangkan ticket box yang di dalam hanya untuk penukaran tiket dan tiket VIP saja.

Kami membeli 3 tiket untuk kelas I seharga Rp150.000 untuk satu tiketnya. Selain aku dan Pambudi, ada satu teman lagi, Putri TI’08, yang datang menyusul. Dia terpaksa menyusul karena sedang dalam perjalanan pulang dari luar kota.

Setelah tiket ada di tangan, kami bisa bersantai-santai dahulu sambil menunggu pertandingan yang dimulai pukul 13.30. Kami makan siang dulu di food court yang tersedia di sana.

Beres makan siang, kami keliling melihat stand-stand yang lain. Kami juga sempat berfoto-foto di properti selamat datang ke BCA Indonesia Open 2014 dan wall of fame juara-juara Indonesia Open yang berasal dari Indonesia tentunya.

Di depan Istora

Di depan Istora

Bersama "Taufik Hidayat" di Wall of Fame

Bersama “Taufik Hidayat” di Wall of Fame

Well, bagi yang sudah pernah datang ke Indonesia Open tahun-tahun sebelumnya, format seperti itu tentu sudah sangat familiar. Tak terasa bedanya antara ketika disponsori Djarum dan BCA. Mungkin yang paling mencolok bedanya keberadaan SPG-SPG Djarum yang kini sudah tidak ada lagi di sini.

Yang aku baru tahu dan mungkin tidak ada di tahun-tahun sebelumnya, di front hall dalam Istora terdapat stand main Xbox. Aku dan Pambudi killing time main game FIFA di sana. Gratis lho. Lumayan kami bisa main 20 menitan di sana. Tidak perlu berlama-lama karena kami harus sholat Dhuhur dulu sebelum masuk ke tribun agar tidak merepotkan saat menonton.

Seusai sholat Dhuhur, kami langsung menuju ke tribun kelas I, masuk melalui pintu A8. Ketika itu jam kira-kira menunjukkan pukul 13.00. Berarti masih ada setengah jam lagi sebelum pertandingan dimulai. Namun tribun ternyata sudah lumayan ramai.

Waktu setengah jam itu diisi dengan penampilan Hivi Band yang menyanyikan lagu-lagu andalannya di tengah arena stadion. Btw, sejujurnya aku baru tahu ada band bernama Hivi Band saat itu. Maklum, udah nggak terlalu ngikuti blantika musik Indonesia, haha.

Tak berapa lama seusai Hivi Band menutup penampilannya, dua MC final Indonesia Open saat itu, Steny Agustaf dan Nirina Zubir masuk ke tengah arena menyambut penonton. Mereka memimpin penonton untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah itu, mengajak penonton untuk menyanyikan dan meneriakkan yel-yel khas Indonesia Open dan melakukan body wave di dalam stadion.

Dan akhirnya  Continue reading

Nonton Langsung Indonesia Open 2013 (Final)

Ada yang spesial pada perhelatan Indonesia Open tahun ini. Apa itu? Apa lagi kalau bukan acara farewell Taufik Hidayat. Yup, turnamen IOSSP 2013 ini menjadi turnamen perpisahan bagi sang legenda. Karena itu saya sengaja datang lebih awal sekitar pukul setengah 11 agar bisa mendapatkan spot tempat duduk yang bagus. Lumayan… dapat spot yang lebih bagus dari sehari sebelumnya. Suasana indoor Istora ketika itu masih sepi.

Suasana persiapan Istora

Suasana persiapan Istora

Beberapa mata acara sebelum pertandingan final dimulai, antara lain sesi foto para tournament umpire, Project Pop, dan tentu saja yang paling ditunggu-tunggu adalah farewell speech dari Taufik Hidayat. Sesi farewell ini begitu mengharukan.

Pertama-tama Pak Gita Wirjawan, sebagai ketua umum PB PBSI, naik ke atas podium untuk menyampaikan sambutan dan sedikit intro mengenai highlight perjalanan karir dan prestasi Taufik Hidayat. Kemudian disambung dengan video highlight  pertandingan-pertandingan bersejarah Taufik Hidayat, termasuk ketika ia meraih medali emas Olimpiade Athena yang ditayangkan melalui giant screen yang berada di 2 sisi samping indoor Istora. Setelah itu barulah sang legenda memasuki podium dan menyampaikan pidato perpisahannya.

Taufik Farewell Speech

Taufik Farewell Speech

Inti pidatonya adalah Taufik mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung karirnya selama 25 tahun, termasuk 17 tahun sebagai pebadminton profesional. Mulai dari keluarga, orang tua, PBSI, pelatihnya (Mulyo Handoyo), sponsor (Yonex), Djarum (sebagai event sponsor), Trans 7 (sebagai event broadcaster TV partner), fans, dsb. Sebelum memberikan salam perpisahan, Taufik menyerahkan raket Yonex miliknya kepada Jonathan Christie, pemain junior Indonesia yang juga salah satu aktor dalam film King, sebagai simbolisasi bahwa Taufik mendukung regenarasi untuk atlet-atlet badminton Indonesia berikutnya, khususnya pada nomor tunggal putra.

Bagi Anda yang tak sempat menyaksikan farewell speech Taufik Hidayat kemarin, jangan khawatir… — thanks to BWF — Anda dapat menontonnya di link YouTube berikut ini:


Tepat pukul 12 siang atau sekitar 5-10 menit setelah acara perpisahan Taufik Hidayat, babak final IOSSP 2013 resmi dibuka. Pertandingan pertama menyajikan pertarungan antara ganda putri sesama China, Wang Xiaoli/Yu Yang vs Bao Yixin/Cheng Shu. Berikutnya adalah duel tunggal putra antara Lee Chong Wei vs Marc Zwiebler. Dan partai ketiga adalah tunggal putri antara Li Xuerui vs Juliane Schenk. Saya nggak akan mengulas bagaimana pertandingan berlangsung. Hasil akhir bisa langsung dibaca saja di link tournamentsoftware.

Ada yang unik pada penyelenggaraan final kali ini. Jika umumnya pemberi hadiah dalam acara prize ceremony dilakukan oleh pejabat-pejabat asosiasi badminton atau event sponsor terkait, pada IOSSP kali ini tidak hanya itu, legenda-legenda badminton seperti Alan Budikusuma, Haryanto Arbi, Christian Hadinata, Rexy Mainaky, Ricky Subagja, bahkan Taufik Hidayat pun juga diundang untuk menyerahkan hadiah pada ceremony tersebut. Luar biasa.

Satun-satunya wakil Indonesia yang bertanding pada final hari itu adalah pasangan ganda putra Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan yang turun pada partai keempat melawan ganda Korea, Lee Yong Dae/Ko Sung Hyun. Agak mengherankan sih, kenapa partai ini tidak dimainkan pada partai terakhir untuk menjaga antusiasme penonton hingga akhir.

Terbukti, setelah partai ganda putra ini berakhir — dengan kemenangan untuk pasangan Indonesia, Istora mendadak kehilangan sekitar separuh lebih penontonnya. Padahal sebelumnya ketika partai yang memainkan wakil Indonesia tersebut, bangku penonton Istora ini terlihat sangat penuh seolah tak bersisa. Sayang sekali, mengingat partai kelima atau yang terakhir antara Zhang Nan/Zhao Yunlei vs Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen, masing-masing menampilkan permainan terbaiknya sehingga pertandingan berjalan sangat seru, ketat, dan menegangkan. Pada partai tersebut, pasangan China-lah yang akhirnya keluar sebagai juaranya.

Bangku yang sepi

Bangku yang sepi di partai kelima

Di akhir pertandingan kelima tersebut, panitia menyuguhkan penutupan berupa kembang api yang menyala di sekeliling arena. Keren! Tentu akan menjadi penutup yang manis ketika yang tengah bermain adalah wakil dari Indonesia dan mereka menjadi juara.

Anyway penyelenggaraan IOSSP tahun ini, khususnya dari segi entertainment yang ditawarkan cukup bagus. Tapi kalau boleh menilai, rasanya masih lebih bagus tahun sebelumnya, terutama dari konten tayangan animasi-animasi untuk memeriahkan atmosfer semifinal dan finalnya. Apalagi ketikaitu, didukung oleh pertandingan-pertandingan final yang semuanya berlangsung ketat 3 set dan penuh ketegangan. Namun, sekali lagi, overall sudah bagus sih. Cuma secara pribadi saya kurang suka dengan acara lempar-lempar merchandise, terutama momen ketika pemain yang baru saja menang diwawancarai sedangkan pemain yang kalah melempar-lempar merchandise itu sehingga membuat penonton gaduh dan tak mengacuhkan isi wawancara sang pemenang. Yah, semoga Indonesia Open tahun depan bisa lebih baik lagi dari sisi penyelenggaraan dan prestasi pemain Indonesianya.

Kembang api penutup

Kembang api penutup

Nonton Langsung Indonesia Open 2013 (Semifinal)

Ah, sudah lama nggak ngeblog. Padahal ada beberapa hal yang ingin saya bagi. Untuk tulisan kali ini saya ingin bercerita mengenai pengalaman saya kemarin menonton langsung semifinal dan final turnamen Indonesia Open Super Series Premier (IOSSP) 2013.

Ini kali ketiga saya menonton langsung turnamen IOSSP. Bedanya kali ini saya menonton sendirian. Sayang sekali teman-teman saya yang sesama penggemar badminton kali ini berhalangan untuk ikut.

Urusan tiket sudah saya persiapkan jauh-jauh hari. Saya pesan secara online di situs Blibli.com untuk pertandingan semifinal dan final. Harganya lebih mahal daripada tahun lalu.

Dari Bandung saya berangkat menggunakan kereta api Argo Parahyangan. Tanpa disengaja saya bertemu beberapa 2 orang adik angkatan saya IF’08 yang ternyata memiliki tujuan yang sama dengan saya. Mereka juga berencana untuk menonton IOSSP bareng-bareng bersama beberapa temannya IF’08 yang lain yang berdomisili di Jakarta.

Setibanya di stasiun Gambir saya langsung sendirian menuju ke stadion Istora Senayan menggunakan busway. Sementara dua adik angkatan saya itu mampir dulu ke kosan temannya. Begitu sampai di halte busway Polda saya langsung berjalan kaki ke Istora Senayan dan mengantri ke Ticket Box untuk menukarkan tiket.

Gerbang masuk IOSSP

Gerbang masuk IOSSP

Tak seperti tahun-tahun sebelumnya di mana saya selalu menyempatkan untuk mengelilingi arena outdoor Istora yang dikemas dalam format semacam festival yang menyuguhkan berbagai booth permainan, makanan, maupun pakaian/merchandise. Kali ini saya tak begitu tertarik untuk memotret atraksi-atraksi atau suasana festival. Selain karena pergi sendirian, juga menurut saya kurang lebih kontennya mirip seperti tahun-tahun sebelumnya.

Setelah tiket sudah di tangan, saya langsung menuju ke mushola Istora untuk menunaikan sholat. Satu partai antara Wang Xiaoli/Yu Yang vs Ma Jin/Tang Jianhua yang bertanding pada pukul 11.00 saya lewatkan. Setelah sholat, saya menuju ke pintu masuk A8 tribun kelas 1. Ketika itu tengah berlangsung set kedua partai ganda putri sesama China, Zhao Yunlei/Qian Ting vs Bao Yixin/Cheng Shu.

Zhao Yunlei/Qian Ting vs Bao Yixin/Cheng Shu

Zhao Yunlei/Qian Ting vs Bao Yixin/Cheng Shu

Walaupun dua partai sudah dilangsungkan, suasana tribun di dalam Istora masih bisa dibilang sepi penonton. Maklum saja, partai-partai ‘sesungguhnya’ baru berlangsung mulai pukul 14.30. Dan tanpa sengaja di tribun aku bertemu dengan adik sepupuku yang tinggal di Depok, sedang menonton bersama teman-temannya. Jadilah selama babak semifinal berlangsung kami ngobrol bersama. Kebetulan dia memang ‘atlet’ badminton, dan bergabung dengan salah satu klub di Jakarta ini. Jadi kami sama-sama nyambung ngobrol tentang badminton. 😀

Partai kedua sesama ganda putri China tadi berakhir sekitar jam satu kurang. Artinya kami masih harus menunggu sekitar 1,5 jam lebih untuk menyaksikan partai ketiga dan seterusnya. Sigh… lama sekali. Untungnya dari pihak panitia ternyata sudah menyiapkan beberapa acara hiburan. Yang paling menghibur tentu saja mata acara yang bertajuk badmifunk — permainan badminton ala freestyle — yang dibawakan oleh 4 legenda bulutangkis Indonesia: Eddy Hartono, Haryanto Arbi, Sigit Budiarto, dan Trikus Haryanto. Oh man… akhirnya saya bisa melihat secara langsung salah satu pemain idola saya di badminton, Sigit Budiarto! Walaupun usia sudah terbilang sangat veteran untuk ukuran pemain badminton, skill-skill yang mereka peragakan masih outstanding sekali.

Dalam Badmifunk ini para pemain menunjukkan trik-trik pukulan yang menipu dan juga ‘ilegal’ dalam bulutangkis! Sigit dan Arbi melakukan smash dengan mengarahkan kok dengan dipantulkan melewati bawah net. Lalu, Trikus mengembalikan kok sambil duduk. Sigit mengumpan kok pada Eddy untuk dismash. Eddy melakukan pukulan tipuan seolah-olah hendak memukul kok di kesempatan pertama. Dan masih banyak lainnya. Kerenlah. 🙂

Badmifunk

Badmifunk

Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Babak semifinal Indonesia Open 2013, walaupun sudah mempertandingkan 2 partai ganda putri, akhirnya resmi dibuka. Pihak panitia menyuguhkan tayangan animasi pembuka yang cukup kreatif dan inovatif menurutku. Slide animasi itu disuguhkan dengan cara yang tak biasa. Jika umumnya slide animasi ditampilkan dalam big screen stadion, kali ini animasi tersebut diproyeksikan ke arena lapangan!

Animasi pembuka

Animasi pembuka

Beberapa saat kemudian masuklah Lee Chong Wei (Malaysia) dan Dionysius Hayom Rumbaka (Indonesia) yang akan memainkan partai pertama semifinal tunggal putra. Di tulisan ini saya tak akan membahas bagaimana pertandingan berjalan atau berapa skor akhir setiap pertandingan karena barang tentu itu bisa langsung dibaca saja sendiri di media-media massa yang sudah banyak memberitakannya, hehe.

Sayang sekali tiga partai pertama yang melibatkan wakil Indonesia di dalamnya siang itu tak berakhir menyenangkan. Semua wakil Indonesia, yaitu dua tunggal putra dan satu ganda campuran, kalah tanpa mencuri satu set pun. Beruntung wakil terakhir Indonesia, pasangan ganda putra Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, dapat menyelamatkan muka Indonesia dengan lolos ke final setelah memenangkan pertandingan melawan dua tower Rusia, Ivan Sozonov/Vladimir Ivanov.

Setelah partai ganda putra tadi berakhir, berangsur-angsur para penonton langsung pulang meninggalkan Istora. Padahal babak semifinal masih menyisakan 4 partai lagi. Bahkan, saking sepinya, kami bisa mendengarkan suara pukulan kok oleh para pemain di lapangan. Di antara sekian banyak yang masih bertahan, tidak lain tidak bukan, apa lagi motifnya bila bukan karena menantikan Lee Yong Dae bermain di partai terakhir. 😀

Ganda Korea

Partai ganda putra sesama Korea

Lee Yong Dae dan partnernya, Ko Sung Hyun, bertanding di partai ke-10 alias yang terakhir di babak semifinal ini. Mereka melawan pasangan kompatriot mereka, Yoo Yeon Seong/Shin Baek Choel. Sepanjang pertandingan yang ada cewek-cewek pada histeris menyebut-nyebut nama Lee Yong Dae. Ckckckck.

Pertandingan tersebut berakhir sekitar pukul 21.45. Untung masih banyak busway yang beroperasi malam minggu itu. Saya pun menumpang busway untuk menuju kosan teman saya di daerah Mampang.

Nonton Langsung Indonesia Open SSP 2012 (Bagian 2-Tamat) : Final

Berbeda dengan pertandingan semifinal hari sebelumnya di mana aku hanya menonton seorang diri, kali ini aku menonton bersama Khairul dan Lutfi, dua orang teman seangkatan Informatika ITB 2007 yang kini keduanya bekerja di Jakarta. Pertandingan final hari itu dimulai pukul 12.00.

Kami sengaja melewatkan aksi hiburan yang disajikan panitia yang menampilkan artis-artis, salah satunya adalah Ayu Tingting. Sebab, kami lebih memilih untuk menikmati terlebih dahulu arena hiburan di luar stadion. Ketika waktu mulai mendekati pukul 12 siang, kami pun segera memasuki tribun di dalam stadion.

Tribun kelas satu yang kami masuki ternyata saat itu telah penuh dengan penonton. Kami pun sampai terpaksa menempati bangku di dekat giant screen. Tak disangka, di sana kami berjumpa dengan 3 orang adik angkatan kami di Informatika ITB, yakni angkatan 2010. Mereka kebetulan juga merupakan anggota Unit Bulutangkis ITB.

Eh, ternyata masih sempat lihat Ayu TIngting sebentar ding, hehe.

Ayu Tingting di Istora

Ayu Tingting (tampak kejauhan) di Istora

Pertandingan final pertama yang dipertandingkan pada hari itu adalah partai ganda wanita sesama pemain China yang juga ganda nomor 1 dan 2 dunia, yakni Wang Xiaoli/Yu Yang dan Zhao Yunlei/Qian Ting. Awalnya aku kira pertandingan ini akan berjalan membosankan karena kedua pasangan merupakan satu negara. Namun, dugaanku salah. Kedua pasangan ternyata bermain apik dan ngotot. Permainan pun berakhir dengan 3 set untuk kemenangan Wang/Yu.

Zhao Yunlei/Qian Ting vs Wang Xiaoli/Yu Yang

Zhao Yunlei/Qian Ting vs Wang Xiaoli/Yu Yang

Pertandingan berikutnya adalah partai ganda putra antara pasangan Denmark Mathias Boe/Carsten Mogensen (MB/CM) melawan ganda putra terkuat Korea, Lee Yong Dae/Jung Jae Sung (LYD/JJS). Sudah pasti seluruh stadion heboh, terutama cewek-cewek ABG nih. Apa lagi kalau bukan karena Lee Yong Dae.

Dalam pertandingan itu ada kejadian lucu dan agak malu-maluin sih sebenarnya menurutku. Saat jeda antara set kedua dan ketiga, Lee Yong Dae kan ganti kaos. Gila, cewek-cewek se-Istora pada histeris semua. Padahal sebelumnya, si Mogensen ganti kaos semuanya biasa-biasa saja. Ckckck.

Tentang pertandingannya itu sendiri, mantap … seru banget!! Sayang banget pasangan Denmark yang terlihat meyakinkan di awal set 1 — sempat unggul hingga 5-0 — harus kalah dalam final itu. Memang mereka sempat bangkit di set kedua. Namun, berbicara set ketiga, it’s always Korea. Pasangan LYD/JJS ini memang terkenal punya stamina yang cukup bagus. Terbukti, di set ketiga itu MB/CM tidak mampu mengimbangi lagi permainan LYD/JJS. Mereka kalah segala-galanya.

Mathias Boe/Carsten Mogensen vs Lee Yong Dae/Jung Jae Sung

Mathias Boe/Carsten Mogensen vs Lee Yong Dae/Jung Jae Sung

Pertandingan berikutnya atau pertandingan ketiga final kali itu, yakni partai tunggal putri antara Li Xuerui (China) melawan Saina Nehwal (India). Bagi Saina, ini adalah partai Continue reading