Tag Archives: MRT

Menjajal MRT Jakarta

Setelah 4 bulan lamanya, saya kembali berkunjung ke Jakarta lagi 2 pekan lalu. Kesempatan ke Jakarta itu saya manfaatkan untuk menjajal MRT (Mass Rapid Transit) Jakarta alias Ratangga yang resmi beroperasi pada 1 April 2019 yang lalu.

Sepulang dari urusan di kawasan Kuningan, saya sengaja pergi ke Bundaran HI (Hotel Indonesia), salah satu lokasi stasiun ujung MRT Jakarta. Stasiun Bundaran HI ini berada di bawah tanah. Ada beberapa pintu masuk yang tersebar di trotoar sekitaran Bundaran HI.

Hari itu adalah hari kerja. Saya mencoba MRT ini di saat orang-orang pulang kerja, sekitar jam 6 kurang menjelang maghrib. Ramai sekali pekerja perkantoran Jalan Sudirman yang menumpang MRT ini.

Tujuan saya petang itu adalah Stasiun Istora. Saya meetup dengan teman saya yang memang kantornya dekat dari stasiun tersebut. Mumpung di Jakarta juga kan, ketemuan dengan teman lama. Dia juga baru saja pulang kerja.

Pintu masuk Stasiun Istora

Enaknya Stasiun Istora ini, di dalamnya ada beberapa tenant berupa convenience store, toko roti, dan kafe. Teman saya mengajak ketemuan di Auntie Anne’s. Di sana kami mengobrol sampai sekitar jam 7 malam.

Terkait dengan MRT Jakarta sendiri, menurut saya stasiun dan keretanya sudah keren banget dan bersih juga tentunya. Sayangnya, sepertinya masih ada masalah pada passenger gate-nya, gate tempat kita tap-in dan tap-out kartu kita.

Di dalam MRT Jakarta

Entahlah. Saya merasa scanner yang digunakan di gate tersebut kurang responsif. Antrian sempat sedikit tersendat waktu keluar di Stasiun Bundaran HI. Ada penumpang yang sudah tap kartu dia tapi pintu tidak terbuka. Ketika tiba giliran saya, pintu dibiarkan terbuka terus. Sepertinya sebagai solusi atas masalah sebelumnya itu.

Selain itu, saya merasa jumlah gate yang disediakan agak kurang. Saya membayangkan pada jam sibuk pasti antriannya akan begitu panjang.

Kemudian terkait dengan papan signage. Rasanya agak kurang. Terutama papan signage yang menunjukkan ke mana pintu keluar. Begitu tiba dari naik eskalator peron, saya agak kebingungan akan jalan ke arah mana. Sebab pintu keluar terbagi ke dua arah.

Di depan eskalator atau tangga naik penumpang itu tidak ada papan yang memberitahu nama masing-masing pintu keluar itu. Kita harus jalan dulu hingga ke passenger gate baru menemukan signage nama pintu keluar itu.

Iya kalau arah passenger gate yang kita tuju itu benar. Kalau ternyata pintu keluar yang kita maksud ada di arah berlawanan, kita tentu harus balik arah lagi yang lumayan juga jauhnya.

Terlepas dari kekurangan itu, tentunya dengan hadirnya MRT Jakarta ini akan memudahkan mobilitas warga Jakarta. Sayang jika sampai tidak dimanfaatkan. Apalagi waktu tempuhnya juga sangat cepat dibandingkan transportasi jalan raya, sehingga dapat menjadi solusi menghindari kemacetan Jakarta.

Advertisement

Lebih Mudah Naik Transportasi Umum dengan Moovit

Dalam beberapa kali kesempatan ke Kuala Lumpur, bisa dibilang saya hampir tidak pernah naik bus RapidKL — operator bus kota di Kuala Lumpur — untuk menjelajahi kota. Selama ini hanya LRT dan KTM yang selalu menjadi transportasi andalan saya.

Hanya dua kali saya pernah naik RapidKL. Itupun karena rutenya direct. Yang pertama merupakan bus gratis yang disediakan sebagai feeder untuk penumpang yang turun di Stasiun Abdullah Hukum menuju Mid Valley. Yang kedua saya naik bus langsung dari Putrajaya Sentral menuju Pasar Seni.

baca jugaPutrajaya Sightseeing Tour

Kepraktisan menjadi alasan utama saya kenapa lebih memilih LRT dan KTM daripada bus. Kalau naik LRT atau KTM, saya bisa tahu posisi kereta yang saya tumpangi tengah berada di mana dan bisa memperkirakan berapa stasiun lagi saya harus turun.

Sedangkan jika naik bus, bagi pelancong seperti saya ini yang tidak hafal jalan, agak kesulitan untuk memperkirakan kapan harus turun. Apalagi bus RapidKL ini tidak berhenti di sembarang tempat. Hanya berhenti di halte yang sudah ditentukan saja.

Terlambat memencet bel (untuk turun), bisa terlewat dari halte di mana seharusnya kita turun. Selain itu untuk naik bus RapidKL ini biasanya sang sopir tidak menyiapkan uang kembalian sehingga agak merepotkan bagi kita jika tidak memiliki uang pas.

Suasana di dalam bus RapidKL

Suasana di dalam bus RapidKL

Kebetulan juga selama ini tempat-tempat tujuan saya di KL rata-rata bisa dijangkau dengan LRT, KTM, atau yang terbaru ada MRT. Jadi memang tidak ada Continue reading

Nonton Langsung Singapore Open 2014 (Bag. 2-Tamat)

Penginapan di Singapura

Aku berada di Singapura selama 3 hari 2 malam. Selama 2 malam itu aku menginap di ABC Hostel yang berlokasi di Jalan Kubor, Bugis. Aku memesan via Agoda dan mendapat tarif per malam sekitar 180 ribu rupiah.

Kenapa di sana? Pertimbangan utamaku adalah mencari hostel murah yang lokasinya dekat masjid. ABC Hostel ini hanya berjarak sekitar 50 meter saja dari Masjid Sultan.

Dengan dekat masjid aku tak perlu repot-repot untuk mencari tempat sholat. Aku merasa nggak nyaman aja sholat di kamar yang memiliki model dormitory ini di tengah orang-orang yang nggak dikenal. Selain itu, biasanya di area sekitar masjid terdapat rumah makan yang (Insya Allah) sudah jelas kehalalannya.

Mengenai Masjid Sultan ini, di depannya bertebaran berbagai rumah makan muslim. Umumnya masakan Timur Tengah atau India-Pakistan gitu. Kangen masakan Indonesia? Di pinggir jalan antara ABC Hostel dan Masjid Sultan ini terdapat rumah makan masakan Padang.

Kondisi kamar yang kutempati

Kondisi kamar yang kutempati

Selain pertimbangan dekat dengan masjid, aku juga mempertimbangkan jarak hostel terhadap shelter bus atau stasiun MRT untuk mobilitas ke tempat lain. Nah, lokasi ABC Hostel ini berjarak sekitar 200 meter ke stasiun MRT Bugis. Sekitar 20 meter dari hostel terdapat shelter bus juga.

So, maghrib itu setelah menonton babak semifinal OUE Singapore Open Super Series 2014, aku pergi menuju penginapan dengan menaiki MRT dari stasiun Stadium ke stasiun Bugis, transit di stasiun Promenade. Oh ya, waktu tempuh dari stasiun MRT ke stasiun Bugis ini juga menjadi salah satu pertimbanganku. Jarak keduanya hanya ditempuh dalam waktu kurang lebih 10 menit.

Finals Day

Pertandingan babak final Singapore Open pada hari itu baru dimulai pukul 13.00 waktu lokal. Artinya aku masih memiliki waktu efektif sekitar 3 jam lah untuk jalan-jalan ke suatu tempat. Tempat yang kupilih adalah Singapore Botanic Gardens. Cerita tentang jalan-jalanku ke sana akan kutulis di artikel terpisah.

Selain Singapore Botanic Gardens, aku sempat main juga ke Merlion Park. Singkat cerita, dari Merlion Park, tepatnya stasiun MRT Raffles Place, aku naik MRT ke stasiun Stadium, transit di stasiun Marina Bay.

Berbeda dengan sehari sebelumnya di mana aku hampir telat 2 jam, pada babak final ini aku datang setengah jam lebih awal. Stadion sudah cukup ramai. Hanya kebanyakan mereka masih bertahan di booth area. Booth area ini hanya diisi oleh Li Ning kalau tidak salah, selain tentunya juga beberapa stand makanan. Li Ning “mengobral” jersey-jersey mereka seharga SGD30 atau sekitar Rp270.000. Aku nggak tahu sih harga segitu sebenarnya termasuk mahal, normal, atau murah. Yang jelas sayang banget beli jersey dengan ngeluarin duit segitu, haha.

Suasana dalam stadion yang masih sepi

Suasana dalam stadion yang masih sepi

Pukul 13.00 tepat babak final OUE Singapore Open Super Series 2014 ini dimulai. Partai ganda campuran antar sesama pemain Indonesia Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir vs Riky Widianto/Puspita Richi Dili mengawali babak final hari itu. Btw, 15 menit sebelum babak final dimulai Riky Widianto sempat diminta oleh tournament referee untuk menguji kondisi lapangan, terutama kondisi angin.

Pertandingan itu sendiri dimenangkan oleh Tontowi/Liliyana dengan skor 21-15, 22-20. Pertandingannya sendiri menurutku kurang “panas” sih. Mungkin karena mereka sudah sering latihan bersama jadi sudah tahu sama tahu. Riky/Richi sendiri kelihatan tidak sedang dalam permainan terbaiknya saat itu.

Btw, orang Singapore yang duduk di sebelahku sempat penasaran Blibli itu nama perusahaan apa. Dia melihat di jersey yang dikenakan pemain Indonesia ada tulisan Blibli.com. Langsung kukasih tahu kepada beliau kalau Blibli itu adalah situs e-commerce di Indonesia. Aku jadi penasaran, Blibli ada fasilitas shipping internasional nggak sih? Atau jangan-jangan mereka memang mau go international seperti Amazon, e-bay, dll. dengan mensponsori pemain badminton Indonesia ini?

Tontowi/Liliyana dan Riky/Richi sedang melakukan pemanasan

Tontowi/Liliyana dan Riky/Richi sedang melakukan pemanasan

Pertandingan kedua adalah all chinese women’s singles final antara Li Xuerui vs Wang Yihan. Pertandingan yang agak membosankan menurutku. Aku sampai ngantuk menontonnya. Sempat ada satu reli panjang dan sepertinya terpanjang dalam keseluruhan partai final hari itu. Tapi aku sejak awal sudah menduga partai ini akan dimenangkan oleh Wang Yihan. Entahlah, aku melihat banyak kesalahan dari Li Xuerui yang sepertinya disengaja. Another fixed match by China? Who knows.

Memasuki partai ketiga, semangatku untuk menonton mulai bangkit lagi. Partai ketiga ini mempertemukan pasangan ganda putra dari China Cai Yun/Lu Kai melawan ganda putra dari Taiwan Lee Sheng Mu/Tsia Chia Hsin. Pertandingan itu sendiri dimenangkan oleh pasangan China dengan skor 21-19, 21-14. Aku cukup impressed dengan penampilan Lu Kai secara khusus. Smash-smashnya dalam pertandingan ini benar-benar tajam dan kencang. Wow!

Awal set ke-2 partai ganda putra

Awal set ke-2 partai ganda putra

Partai keempat lagi-lagi juga menjadi milik China. Bao Yixin/Tang Jinhua yang turun di partai final ganda putri berhasil mengalahkan pasangan Denmark Christinna Pedersen/Kamilla Rytter Juhl melalui pertandingan sengit 14-21, 21-19, 21-15.

Akhirnya tibalah partai yang ditunggu-tunggu oleh penonton di stadion. Yakni partai final tunggal putra antara Lee Chong Wei dari Malaysia melawan pemain kualifikasi dari Indonesia, Simon Santoso.

Walaupun selisih peringkat kedua pemain terpaut sangat jauh, yakni peringkat 1 dunia dan 50-an, pertandingan ini menjanjikan pertarungan seru karena performa Simon yang menunjukkan kebangkitan belakangan ini. Lee Chong Wei datang ke Singapore Open ini dengan status juara 3 Super Series sebelumnya. Simon Santoso datang dengan status juara Malaysia Open GPG 2014.

Jelas, Lee Chong Wei adalah favorit kuat pada pertandingan ini. Penonton di Singapore Indoor Stadium ini juga banyak sekali yang mengelu-ngelukan Lee Chong Wei.

Adu netting antara Lee Chong Wei dan Simon Santoso

Adu netting antara Lee Chong Wei dan Simon Santoso

Namun, tanpa diduga pada pertandingan ini Simon bermain sangat cemerlang. Lee Chong Wei sepertinya tampak kaget dan tidak siap dengan penampilan bagus yang ditunjukkan Simon. Simon bermain rapih tanpa membuat banyak kesalahan. Netting-nettingnya sangat halus sehingga sering memaksa Chong Wei untuk mengangkat bola yang kemudian diakhiri Simon dengan smash yang akurat.

Dalam pertandingan ini Simon unggul 21-15, 21-10. Sebuah skor mencolok yang menunjukkan dominasi Simon atas Chong Wei. Wow! Benar-benar bangga rasanya melihat langsung pemain Indonesia berhasil mengalahkan Lee Chong Wei, apalagi dengan skor telak. Terakhir kali pemain Indonesia yang bisa mengalahkan Lee Chong Wei, kalau tidak salah, adalah Taufik Hidayat di Kejuaraan Dunia tahun 2010.

Btw, setelah kemenangan Simon ini di situs Badminton Central, forumnya para penggemar badminton dari manca negara, banyak yang menanyakan tentang brand Astec yang dipakai Simon ini. Tampaknya banyak yang baru mendengar tentang keberadaan Astec ini. Wah, kalau Simon bisa terus konsisten berprestasi, jelas ini bakal menjadi sarana promosi yang hebat bagi Astec. 😀

Simon Santoso dan Lee Chong Wei di atas podium

Simon Santoso dan Lee Chong Wei di atas podium

Setelah menonton prize ceremony nomor tunggal putra, aku pulang meninggalkan stadion. Aku kembali menuju penginapan dengan menaiki MRT. Aku sholat jama’ takhir Ashar dan Dhuhur di Masjid Sultan. Malam itu aku masih stay di Singapura untuk 1 malam lagi. Jadwal pesawat ke Bandung baru pagi keesokan harinya. (tamat)

Semifinal Lee Chong Wei vs Srikanth K.

Nonton Langsung Singapore Open 2014 (Bag. 1)

Setelah nonton langsung Malaysia Open Super Series Premier Januari lalu (baca ceritanya di sini), weekend kemarin (12-13 April) gilirannya nonton Singapore Open Super Series. Berbeda dengan di Malaysia kemarin yang nonton bersama teman, kali ini aku berangkat sendiri ke Singapura.

Pesawat Bandung-Singapura PP

Tiket Bandung-Singapura PP sudah kubeli pada awal bulan Desember 2013 lalu. Kebetulan waktu itu dapat promo Tigerair “Pergi Bayar Full, Pulang Bayar Rp 1” (atau kebalik ya, haha). Kalau ditotal pulang-pergi habis Rp539.001,-. Itu sudah termasuk booking fee Tigerair yang berlaku untuk 1 penerbangan internasional sebesar Rp63.000 dikali 2 karena pulang-pergi. Mahal ya. Tapi segitu masih terbilang murah sih untuk tiket Bandung-Singapura PP.

Pada hari Sabtu kemarin (12/4) pesawat Tigerair nomor penerbangan TR2203 take off dari Bandung menjelang pukul 12 siang. Agak telat dari jadwal seharusnya sih yang pukul 11.40 (GMT+7). Tapi hebatnya pesawat tiba on time pukul 14.35 waktu setempat (GMT+8).

Pesawat Tigerair menjelang berangkat dari Bandara Husein Sastranegara

Pesawat Tigerair menjelang berangkat dari Bandara Husein Sastranegara

Naik MRT dari Changi Airport ke Singapore Indoor Stadium

Btw, ini adalah pengalaman pertamaku ke Singapura. Sempat bingung juga sih lewat mana setelah selesai urusan imigrasi. Untungnya papan-papan informasi dan penunjuk arah di bandara Changi ini sangat jelas. Yang jelas aku harus menuju ke stasiun MRT bandara untuk dapat naik MRT ke Singapore Indoor Stadium, tempat diselenggarakannya turnamen.

Pertama-tama, aku membeli kartu EZ-link dahulu di ticket office dekat MRT gates. EZ-link ini kuperlukan agar urusan naik MRT ke mana-mana menjadi praktis (EZ-link card tidak hanya berlaku untuk MRT saja lho). Setelah itu aku naik MRT ke stasiun Stadium, pakai transit ganti MRT di stasiun Tanah Merah dan Paya Lebar.

Aku tiba di stasiun Stadium sekitar setengah empat sore. Berarti aku telat hampir 2 jam. Babak semifinal dimulai pukul 2 siang. Yah, sudah risiko sih. Soalnya dari Bandung ke Singapore ongkos pesawat yang lagi murah cuma Tigerair yang berangkat siang ini. 😀

Penampakan Singapore Indoor Stadium dari pintu keluar stasiun MRT

Penampakan Singapore Indoor Stadium dari pintu keluar stasiun MRT

Tiket Babak Semifinal dan Final

Jujur, tiket Singapore Open Super Series ini sungguh amat mahal! Standard Event Day Tickets untuk babak semifinal dipatok seharga S$40 dan final S$44. Aku nggak tahu sih itu harga tiket tersebut berlaku untuk kelas apa.

Namun untungnya pihak event organizer membuka early bird untuk tiket musiman alias untuk seluruh babak turnamen. Harganya S$40 untuk kelas 2. Yah, Kalo dihitung-hitung tentu jauh lebih murah ini sih. Akhirnya aku pun membeli tiketnya melalui website event organizer-nya, Sports Hub Singapore, di sini. Untuk masuk ke dalam stadion, aku tinggal menunjukkan print-out tiket yang sudah dikirimkan via email.

Tiket semifinal dan final Singapore Open 2014

Tiket semifinal dan final Singapore Open 2014

Semifinals Day

Sabtu sore hari itu aku telah melewatkan dua pertandingan pertama di court 1 yang mempertandingkan partai ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir vs Liu Cheng/Bao Yixin dan tunggal wanita Li Xuerui vs Sung Ji Hyun. Sementara di court 2 aku melewatkan pertandingan wakil Indonesia lainnya di ganda campuran Riky Widianto/Puspita Richi Dili yang melawan pasangan Korea Ko Sung Hyun/Kim Ha Na.

Ketika aku masuk ke dalam hall stadion, di court 1 baru akan memasuki partai ketiga antara Simon Santoso melawan Du Pengyu. Sementara di court 2 baru saja menyelesaikan set ke-1 partai ganda putra Cai Yun/Lu Kai vs Yoo Yeon Seong/Kim Sa Rang. Yah, lumayanlah masih sempat nonton Simon main. Yang lebih menggembirakan lagi, pada pertandingan itu Simon menang setelah melalui pertarungan ketat melawan Du Pengyu 16-21, 21-17, 21-17. Yayy… bisa lihat Simon di final!

Pertandingan seru lainnya sore itu tentu saja dua partai ganda putra antara Cai Yun/Lu Kai (China) vs Yoo Yeon Seong/Kim Sa Rang(Korea) dan Lee Sheng Mu/Tsai Chia Hsin (Taiwan) vs Ko Sung Hyun/Shin Baek Choel (Korea). Banyak terjadi adu reli dan jual beli smash. Men’s doubles at its highest intensity! Sayang euy, dari 2 pasangan Korea tersebut tak ada satupun yang lolos ke final.

Partai ke-4 di court 1, yakni antara pasangan ganda putri Denmark Christinna Pedersen/Kamilla Rytter Juhl melawan pasangan Jepang Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi, ternyata juga tak kalah menarik. Pertarungan antara dua pasangan ganda putri ini dimenangkan oleh Christinna/Kamilla 11-21, 21-15, 21-14.

Sementara itu, partai semifinal ganda putri lainnya antara sesama pasangan China urung dilaksanakan karena salah satu pasangan melakukan walkover. Ketika pengumuman ini disampaikan oleh presenter di dalam stadion, seluruh penonton kompak berteriak, “Boo…!” Yup, bukan sekali dua kali ini saja China melakukan taktik kotor seperti ini demi menyimpan energi atau menaikkan peringkat salah satu pasangannya.

Partai penutup pada babak semifinal hari itu adalah partai tunggal putra antara peringkat 1 dunia Lee Chong Wei melawan Srikanth K. dari India. Sangat banyak juga supporter Srikanth di Singapore Indoor Stadium ini. Tidak terlalu mengherankan sih, sebab banyak di Singapura ini banyak sekali warga lokal yang merupakan keturunan India. Teriakan-teriakan dukungan terhadap Srikanth terus bergema di dalam stadion. Alhasil, walau perbedaan peringkatnya cukup jauh dengan Lee Chong Wei (antara 25 dan 1), namun Srikanth mampu memberikan perlawanan ketat sehingga hanya kalah 19-21, 18-21. Aku pikir Srikanth memiliki potensi untuk menjadi pemain top tunggal putra di dunia.

Semifinal Lee Chong Wei vs Srikanth K.

Semifinal Lee Chong Wei vs Srikanth K.

Berakhirnya partai Lee Chong Wei vs Srikanth K. itu menandai berakhirnya babak semifinal OUE Singapore Open Super Series 2014 ini. Para penonton pun langsung beranjak dari kursinya meninggalkan stadion. Aku pun pergi ke stasiun MRT Stadium untuk naik MRT ke penginapan. (bersambung)

Nonton Malaysia Open 2014

Weekend kemarin (18-19 Januari) aku dan Pambudi terbang ke Kuala Lumpur untuk menonton Malaysia Open Super Series Premier (MOSSP) 2014. Perjalanan ini sudah direncanakan sejak sebulan sebelumnya. Kebetulan saat itu ada tiket promo AirAsia Bandung-Kuala Lumpur Rp 500 ribu PP (sama seperti naik kereta api kelas bisnis Bandung-Malang PP).

Pertandingan Malaysia Open ini diselenggarakan di Putra Stadium, Bukit Jalil. Harga tiket untuk semifinal dan final sama, yakni kelas premium RM 65, lower tier RM 50, dan upper tier RM 35. Kalau dirupiahkan, tidak jauh beda dengan tiket nonton Indonesia Open SSP 2013 kemarin. Bahkan untuk kelas premiumnya jauh lebih murah dibandingkan dengan kelas VIP Indonesia Open.

Layout tribun penonton Putra Stadium

Layout tribun penonton Putra Stadium

Di hari pertama (semifinal) kami membeli tiket kelas premium. Sayang ketika kami tiba di stadion, sudah berlangsung match ketiga, yakni partai antara Goh V Shem/Lim Khim Wah (Malaysia) vs Angga Pratama/Ryan Agung Saputro (Indonesia).

Kami melewatkan dua partai wakil Indonesia sebelumnya, yakni Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir dan Tommy Sugiarto. Rugi banget.

Ini gara-gara pesawat AirAsia yang delay sampai 1,5 jam. 😦 Sudah begitu Angga/Ryan kalah pula. Alhasil cuma Tommy saja yang masuk ke final. Karena itulah kami memesan tiket kelas upper tier untuk pertandingan final keesokan harinya.

Menonton di tribun upper tier ini ternyata nyaman-nyaman saja. Bahkan, kita bisa bebas memilih tempat duduk di mana saja. Beda dengan kelas premium yang nomor kursinya sudah ditentukan. Jika tidak beruntung, malah bisa dapat bangku yang jauh dari lapangan utama.

Di tribun upper tier ini penontonnya jauh lebih sepi. Aku bahkan bisa sampai selonjoran ke bangku depan. Hanya saja dari tribun upper tier ini agak susah dalam membedakan shuttle cock lambung atau tipis di atas net. Tapi view-nya masih sangat jelas kok. Shuttle cock dan wajah pemain masih tetap jelas terlihat dari tribun tersebut.

Final ganda campuran

Final ganda campuran

Final ganda putra

Final ganda putra

Victory ceremony ganda campuran

Victory ceremony ganda campuran

Btw, aku suka banget sama perpaduan warna karpet dan lighting di dalam arena pertandingan kemarin. Karpet lapangan menggunakan warna kuning, sedangkan karpet di main hall-nya menggunakan warna hitam.

Untuk lighting-nya, lampu di tribun penonton dimatikan. Hanya lapangan saja yang disorot oleh lampu. Alhasil, lapangannya pun terlihat menyala di tengah kegelapan.

Sayang dalam pertandingan final yang berlangsung hari Ahad itu, satu-satunya wakil Indonesia, Tommy Sugiarto, harus takluk dari andalan tuan rumah Malaysia, Lee Chong Wei. Luar biasa memang Lee Chong Wei di pertandingan ini. Kelihatan sekali Lee Chong Wei berada di level yang berbeda dengan Tommy. Namun, sebenarnya di set pertama penampilan Tommy sempat memberikan harapan. Sayang, di set kedua Tommy kelihatan sekali kehabisan ide untuk meladeni permainan Lee Chong Wei.

Di luar hall terdapat berbagai macam stand makanan dan Yonex. Seusai pertandingan final, aku dan Pambudi membeli jersey Lee Chong Wei collection dengan signature di lengan kirinya. Sayang ada Continue reading