Tag Archives: Masjid Jamek

River of Life

River of Life

Dua minggu lalu ketika tengah berada di Kuala Lumpur, saya menyempatkan diri untuk pergi ke Masjid Jamek. Dari tempat saya menginap saya naik LRT menuju Stasiun Pasar Seni. Dari sana kemudian saya berjalan kaki menyusuri tepi Sungai Klang menuju Masjid Jamek.

Alangkah terkejutnya saya dengan penampilan baru kawasan tersebut. Di Pasar Seni ini telah dibangun jalur pedestrian yang memanjang sampai seberang Masjid Jamek. Jalur pedestrian tersebut tampak elegan dengan pilihan jenis dan warna kayu yang menyusunnya.

Jalur pedestrian yang terbuat dari kayu, memanjang dari Pasar Seni hingga Masjid Jamek

Jalur pedestrian yang terbuat dari kayu, memanjang dari Pasar Seni hingga Masjid Jamek

Di bagian tengahnya, tepatnya di bagian yang berbatasan dengan jalan raya, juga dibangun sebuah plaza atau ruang publik terbuka. Banyak orang yang mengambil foto Masjid Jamek dari sana. Belakangan saya baru tahu tempat tersebut rupanya dinamai Masjid Jamek Lookout Point.

Masjid Jamek tampak dari Lookout Point

Masjid Jamek tampak dari Lookout Point

Di sekeliling Masjid Jamek, tempat pertemuan Sungai Klang dan Sungai Gombak itu, terdapat air mancur yang memancar dari berbagai penjuru. Saat malam dari kedua tepi sungai itu akan tampak bercahaya warna biru seperti tampak dalam video YouTube ini.

Air mancur di sekeliling Masjid Jamek

Air mancur di sekeliling Masjid Jamek

River of Life. Itulah nama projek yang dikerjakan oleh Pemerintah Malaysia untuk merevitalisasi dan mempercantik kawasan di sekitar pertemuan Sungai Klang dengan Sungai Gombak.

Kawasan tersebut kini menjadi salah satu favorit turis untuk dikunjungi dan tentu saja juga menjadi tempat yang instagrammable kalau kata netizen. Di sepanjang jalur pedestrian itu juga dipasang bangku-bangku kayu yang akan membuat pengunjung nyaman duduk sambil menikmati suasana kawasan sungai.

 

Advertisement
Buka Puasa di Masjid Negara

Buka Puasa dan Tarawih di Masjid-Masjid di Shah Alam dan KL

Pada awal Ramadhan kemarin, dalam rangka urusan kerjaan, saya terpaksa tinggal selama 6 hari di kota Shah Alam dan Kuala Lumpur, Malaysia. Walaupun sudah beberapa kali ke Malaysia, ini pertama kalinya saya ke sana saat bulan Ramadhan.

Sebuah pengalaman yang saya sudah nanti-nantikan sebelumnya. Saya ingin sekali suatu saat bisa merasakan suasana Ramadhan di negara lain. Alhamdulillah akhirnya kesempatan itu datang juga di Ramadhan tahun ini.

Tidak ada perbedaan yang signifikan terkait durasi puasa di Shah Alam dan KL ini dengan Bandung, kota di mana saya berdomisili saat ini. Durasi puasa di Shah Alam dan KL ini hanya lebih lama 30 menitan daripada di Bandung. Di Bandung (zona GMT+7) waktu Maghrib adalah pukul 17.41 dan Subuh adalah pukul 04.34 (±13 jam). Sedangkan di KL yang berada di zona waktu GMT+8, waktu Maghrib adalah pukul 19.22 dan Subuh adalah pukul 05.40 (±13,5 jam).

Kesempatan Ramadhan pertama di negeri orang ini pun saya manfaatkan untuk mencoba suasana berbuka puasa dan sholat tarawih di berbagai masjid yang ada di sana. Berikut ini adalah 5 masjid yang sempat saya datangi untuk berbuka puasa dan sholat tarawih selama di sana.

1. Masjid Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah (Shah Alam)

Menurut catatan Wikipedia, masjid ini adalah masjid terbesar di Malaysia dan yang kedua di Asia Tenggara setelah Masjid Istiqlal di Jakarta, Indonesia. Kabarnya masjid ini mampu menampung jamaah hingga 24.000 orang! Namanya diambil dari nama pendirinya yaitu Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah, Sultan Negeri Selangor.

Masjid Sultan Shalahuddin Abdul Aziz Shah saat maghrib

Masjid Sultan Shalahuddin Abdul Aziz Shah saat maghrib

Sayangnya, karena saya baru datang ke masjid ini saat adzan dikumandangkan, saya pun tidak kebagian hidangan berbukanya. Hanya ikut merasakan “suasana”-nya saja 😆.

Memang sangat ramai sekali jamaah yang datang.Tak pasti juga berapa jumlahnya. Tapi mungkin sampai ribuan.

Umumnya yang saya lihat mereka datang dengan keluarga. Banyak saya lihat pasangan suami istri yang duduk secara melingkar makan bersama anak-anaknya. Hidangan buka puasanya sendiri dikemas dalam tupperware-tupperware begitu. Dan menunya langsung makanan berat.

Sholat Maghrib baru dilaksanakan sekitar 15-20 menit setelah adzan. Secara umum, kultur di sini memang berbeda dari yang biasa kita temui di Indonesia. Di Malaysia ini Continue reading

Sultan Abdul Samad Building

Backpacking Indochina 9D8N (Bag. 2): Day 1 – Kuala Lumpur

Sabtu, 24 Mei 2014

Kuala Lumpur menjadi persinggahan pertama kami di perjalanan ini. Tujuh orang berangkat dari Bandung termasuk aku, 1 orang berangkat dari Pekanbaru, 1 orang dari Surabaya, dan sisanya berangkat dari Jakarta dengan penerbangan yang berbeda-beda.

Pagi itu, Sabtu 24 Mei, sekitar pukul setengah 7 aku dan teman-teman dari Bandung telah berkumpul di bandara Husein Sastranegara. Anggota-anggota regu dari Bandung ini adalah Sukma (Teknik Industri ’07), Laura (TI’07), Rizky (Informatika ’07), Ian (IF’07), Gin (IF’07), Stef (Elektro ’08), dan aku sendiri. Kami berangkat dengan penerbangan AirAsia AK417 pukul 8.30.

Berkumpul di bandara Husein Sastranegara

Berkumpul di bandara Husein Sastranegara

Pesawat agak telat dari yang dijadwalkan. Pesawat baru lepas landas pada pukul 9 pagi. Kami tiba di bandara Kuala Lumpur International Airport (KLIA) 2 menjelang pukul 12 waktu setempat. Btw, mulai 9 Mei yang lalu penerbangan dari dan ke bandara LCCT Kuala Lumpur telah dialihkan menuju KLIA 2. Jadi ini adalah pengalaman pertamaku mendarat di KLIA 2. Kami sempat foto-foto dahulu di bandara baru ini.

Jarak dari tempat keluar pesawat menuju imigrasi lumayan jauh. Kami melalui sebuah bangunan berupa jembatan yang menghubungkan bangunan tempat turun dari pesawat dengan bangunan utama. Setelah melalui imigrasi Continue reading

Nonton Malaysia Open 2014

Weekend kemarin (18-19 Januari) aku dan Pambudi terbang ke Kuala Lumpur untuk menonton Malaysia Open Super Series Premier (MOSSP) 2014. Perjalanan ini sudah direncanakan sejak sebulan sebelumnya. Kebetulan saat itu ada tiket promo AirAsia Bandung-Kuala Lumpur Rp 500 ribu PP (sama seperti naik kereta api kelas bisnis Bandung-Malang PP).

Pertandingan Malaysia Open ini diselenggarakan di Putra Stadium, Bukit Jalil. Harga tiket untuk semifinal dan final sama, yakni kelas premium RM 65, lower tier RM 50, dan upper tier RM 35. Kalau dirupiahkan, tidak jauh beda dengan tiket nonton Indonesia Open SSP 2013 kemarin. Bahkan untuk kelas premiumnya jauh lebih murah dibandingkan dengan kelas VIP Indonesia Open.

Layout tribun penonton Putra Stadium

Layout tribun penonton Putra Stadium

Di hari pertama (semifinal) kami membeli tiket kelas premium. Sayang ketika kami tiba di stadion, sudah berlangsung match ketiga, yakni partai antara Goh V Shem/Lim Khim Wah (Malaysia) vs Angga Pratama/Ryan Agung Saputro (Indonesia).

Kami melewatkan dua partai wakil Indonesia sebelumnya, yakni Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir dan Tommy Sugiarto. Rugi banget.

Ini gara-gara pesawat AirAsia yang delay sampai 1,5 jam. 😦 Sudah begitu Angga/Ryan kalah pula. Alhasil cuma Tommy saja yang masuk ke final. Karena itulah kami memesan tiket kelas upper tier untuk pertandingan final keesokan harinya.

Menonton di tribun upper tier ini ternyata nyaman-nyaman saja. Bahkan, kita bisa bebas memilih tempat duduk di mana saja. Beda dengan kelas premium yang nomor kursinya sudah ditentukan. Jika tidak beruntung, malah bisa dapat bangku yang jauh dari lapangan utama.

Di tribun upper tier ini penontonnya jauh lebih sepi. Aku bahkan bisa sampai selonjoran ke bangku depan. Hanya saja dari tribun upper tier ini agak susah dalam membedakan shuttle cock lambung atau tipis di atas net. Tapi view-nya masih sangat jelas kok. Shuttle cock dan wajah pemain masih tetap jelas terlihat dari tribun tersebut.

Final ganda campuran

Final ganda campuran

Final ganda putra

Final ganda putra

Victory ceremony ganda campuran

Victory ceremony ganda campuran

Btw, aku suka banget sama perpaduan warna karpet dan lighting di dalam arena pertandingan kemarin. Karpet lapangan menggunakan warna kuning, sedangkan karpet di main hall-nya menggunakan warna hitam.

Untuk lighting-nya, lampu di tribun penonton dimatikan. Hanya lapangan saja yang disorot oleh lampu. Alhasil, lapangannya pun terlihat menyala di tengah kegelapan.

Sayang dalam pertandingan final yang berlangsung hari Ahad itu, satu-satunya wakil Indonesia, Tommy Sugiarto, harus takluk dari andalan tuan rumah Malaysia, Lee Chong Wei. Luar biasa memang Lee Chong Wei di pertandingan ini. Kelihatan sekali Lee Chong Wei berada di level yang berbeda dengan Tommy. Namun, sebenarnya di set pertama penampilan Tommy sempat memberikan harapan. Sayang, di set kedua Tommy kelihatan sekali kehabisan ide untuk meladeni permainan Lee Chong Wei.

Di luar hall terdapat berbagai macam stand makanan dan Yonex. Seusai pertandingan final, aku dan Pambudi membeli jersey Lee Chong Wei collection dengan signature di lengan kirinya. Sayang ada Continue reading