Weekend kemarin (18-19 Januari) aku dan Pambudi terbang ke Kuala Lumpur untuk menonton Malaysia Open Super Series Premier (MOSSP) 2014. Perjalanan ini sudah direncanakan sejak sebulan sebelumnya. Kebetulan saat itu ada tiket promo AirAsia Bandung-Kuala Lumpur Rp 500 ribu PP (sama seperti naik kereta api kelas bisnis Bandung-Malang PP).
Pertandingan Malaysia Open ini diselenggarakan di Putra Stadium, Bukit Jalil. Harga tiket untuk semifinal dan final sama, yakni kelas premium RM 65, lower tier RM 50, dan upper tier RM 35. Kalau dirupiahkan, tidak jauh beda dengan tiket nonton Indonesia Open SSP 2013 kemarin. Bahkan untuk kelas premiumnya jauh lebih murah dibandingkan dengan kelas VIP Indonesia Open.

Layout tribun penonton Putra Stadium
Di hari pertama (semifinal) kami membeli tiket kelas premium. Sayang ketika kami tiba di stadion, sudah berlangsung match ketiga, yakni partai antara Goh V Shem/Lim Khim Wah (Malaysia) vs Angga Pratama/Ryan Agung Saputro (Indonesia).
Kami melewatkan dua partai wakil Indonesia sebelumnya, yakni Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir dan Tommy Sugiarto. Rugi banget.
Ini gara-gara pesawat AirAsia yang delay sampai 1,5 jam. 😦 Sudah begitu Angga/Ryan kalah pula. Alhasil cuma Tommy saja yang masuk ke final. Karena itulah kami memesan tiket kelas upper tier untuk pertandingan final keesokan harinya.
Menonton di tribun upper tier ini ternyata nyaman-nyaman saja. Bahkan, kita bisa bebas memilih tempat duduk di mana saja. Beda dengan kelas premium yang nomor kursinya sudah ditentukan. Jika tidak beruntung, malah bisa dapat bangku yang jauh dari lapangan utama.
Di tribun upper tier ini penontonnya jauh lebih sepi. Aku bahkan bisa sampai selonjoran ke bangku depan. Hanya saja dari tribun upper tier ini agak susah dalam membedakan shuttle cock lambung atau tipis di atas net. Tapi view-nya masih sangat jelas kok. Shuttle cock dan wajah pemain masih tetap jelas terlihat dari tribun tersebut.
Btw, aku suka banget sama perpaduan warna karpet dan lighting di dalam arena pertandingan kemarin. Karpet lapangan menggunakan warna kuning, sedangkan karpet di main hall-nya menggunakan warna hitam.
Untuk lighting-nya, lampu di tribun penonton dimatikan. Hanya lapangan saja yang disorot oleh lampu. Alhasil, lapangannya pun terlihat menyala di tengah kegelapan.
Sayang dalam pertandingan final yang berlangsung hari Ahad itu, satu-satunya wakil Indonesia, Tommy Sugiarto, harus takluk dari andalan tuan rumah Malaysia, Lee Chong Wei. Luar biasa memang Lee Chong Wei di pertandingan ini. Kelihatan sekali Lee Chong Wei berada di level yang berbeda dengan Tommy. Namun, sebenarnya di set pertama penampilan Tommy sempat memberikan harapan. Sayang, di set kedua Tommy kelihatan sekali kehabisan ide untuk meladeni permainan Lee Chong Wei.
Di luar hall terdapat berbagai macam stand makanan dan Yonex. Seusai pertandingan final, aku dan Pambudi membeli jersey Lee Chong Wei collection dengan signature di lengan kirinya. Sayang ada bendera Malaysia-nya, haha. Tapi aku suka desainnya sih.
Sepertinya itu jersey baru keluaran Yonex untuk Lee Chong Wei yang akan dikenakannya selama musim 2014 ini. Sebab aku belum pernah melihat desain jersey Yonex seperti itu sebelumnya.
Harga kaos ini dipatok RM 55 per kaosnya atau RM 50 satu kaosnya untuk tiap pembelian dua kaos. Sama lah ya seperti harga jersey badminton original di Indonesia, atau mungkin sedikit lebih murah.
Alhamdulillah puas, akhirnya keturutan juga menonton pertandingan badminton di luar Indonesia. Atmosfer penonton Malaysia di Bukit Jalil ini masih kalah jauh berisiknya dengan penonton Indonesia di Istora Senayan.
Masalah loyalitas, sepertinya juga kalah. Mereka hanya ramai ketika pemain mereka tengah unggul. Ketika pemain mereka dalam keadaan tertinggal, mereka lebih banyak diamnya.
Secara keseluruhan aku cukup menikmati menonton di Bukit Jalil ini. Atmosfernya tidak terlalu berisik. Untuk soal kenyamanan juga lebih unggul dibandingkan di Istora. Satu orang penonton mendapatkan satu buah kursi empuk yang dedicated, bahkan untuk kelas ekonomi sekalipun (upper tier), bukan bangku kayu yang membuat kita berdempet-dempetan dengan penonton lain.
Namun, untuk pengemasan event turnamen sebagai sebuah entertaintment, Malaysia Open ini masih kalah jauhlah sama Indonesia Open yang di-organize oleh Djarum selaku sponsor. Jauh banget. Malaysia Open ini terasa lebih hambar.
Nah, bagi Anda yang mungkin punya rencana untuk menonton pertandingan badminton atau mungkin juga sepakbola di Bukit Jalil, saya punya beberapa tips.
- Penginapan
Untuk penginapan, daerah sekitaran Masjid Jamek atau Pasar Seni masih yang terbaiklah. Di sana banyak hostel-hostel atau guesthouse murah yang kisaran harganya antara 20-30 ringgit per malam per orang.
Biasanya harga segitu adalah untuk kamar tipe dormitory (asrama), yang sekamarnya biasa diisi oleh 5-6 orang, dengan tempat tidur tingkat. Kalau punya budget lebih dan mengutamakan privasi bisa memesan kamar tipe double bed atau single bed di hostel-hostel tersebut.
Kenapa Masjid Jamek atau Pasar Seni? Selain di sana banyak terdapat hostel murah, di sekitar sana juga terdapat banyak pilihan tempat makan. Mulai warung makan yang menjual nasi lemak sampai resto franchise seperti KFC.
Selain itu di daerah tersebut dekat dengan stasiun MRT sehingga memudahkan mobilitas kita ke mana-mana. Mau ke Bukit Jalil, KL Sentral, atau Petronas Twin Towers tinggal naik MRT dari stasiun Masjid Jamek atau Pasar Seni.
Mau cari souvenir untuk oleh-oleh, cukup jalan kaki ke Pasar Seni. Hostel yang kemarin aku dan Pambudi inapi saat berada di Kuala Lumpur adalah Matahari Lodge Two. Kami memesan dua tempat tidur di kamar dormitory. Per malamnya per orang (saat weekend) kurang lebih 105 ribu rupiah (sudah termasuk pajak dan service charge).
Cukup recommended-lah. Ada free wifi, free breakfast (toast), TV dan komputer untuk dipakai bersama, dan dapat handuk (tentu saja bukan untuk dibawa pulang maksudnya).
Ketika kami check-in di sana, sempat agak pangling juga resepsionis yang menerima kami ternyata orang-orang bule, bukan orang lokal Malaysia seperti yang kami kira.
- Transportasi ke dan dari Bukit Jalil
Putra Stadium tempat berlangsungnya Malaysia Open ini berada di kompleks olahraga Bukit Jalil. Kalau di Jakarta, mirip kompleks olahraga Gelora Bung Karno (Senayan) lah.
Di dalam kompleks Bukit Jalil itu terdapat stasiun MRT bernama sesuai dengan nama tempatnya, yakni Stasiun Bukit Jalil. Stasiun Bukit Jalil ini bisa dicapai dengan menaiki MRT Ampang Line ke arah Sri Petaling.
Di Kuala Lumpur ada dua line MRT, yakni Kelana Jaya Line dan Ampang Line. Stasiun interchange (pertukaran) Kelana Jaya Line dengan Ampang Line adalah Stasiun Masjid Jamek. Artinya, jika kita naik MRT dari stasiun Pasar Seni menuju Bukit Jalil, kita perlu naik MRT dahulu ke Stasiun Masjid Jamek (Kelana Jaya Line), lalu ganti MRT Ampang Line ke arah Sri Petaling di Stasiun Masjid Jamek tersebut. Ongkosnya adalah RM 2,9.
Sementara kalau kita langsung naik MRT dari Stasiun Masjid Jamek ke Bukit Jalil, ongkosnya RM 1,9. Lumayan ya selisihnya. Jadi mending cari penginapan dekat Stasiun Masjid Jamek sih sebenarnya. (Detail tarif antar stasiun MRT bisa dicek langsung di alamat ini http://www.myrapid.com.my/tickets-fares/lrt-monorail)
Begitu keluar dari Stasiun Bukit Jalil, kita akan melihat stadion utama yang sangat besar. Itu adalah stadion untuk sepakbola. Untuk mencapai Putra Stadium, kita cukup berjalan kaki menyusuri sisi kiri stadion sepakbola (sisi kiri dari arah stasiun) sekitar 100 meter. Nanti akan terlihat bangunan besar dengan tulisan Stadium Putra di depannya.
Bagaimana jika dari bandara Kuala Lumpur International Airport (KLIA) langsung menuju Bukit Jalil atau sebaliknya? Untuk rute ini kita bisa memanfaatkan kereta KLIA Transit dari bandara ke Stasiun Bandar Tasik Selatan (TBS) dengan ongkos RM 26,5. Dari sana kemudian ganti naik MRT ke Bukit Jalil (RM 0,7).
Kalau dari LCCT (Low Cost Carrier Terminal) ke Bukit Jalil? Kita bisa naik bus yang dioperatori oleh JetBus dengan rute LCCT-Bandar Tasik Selatan (RM 8). Jadwal perjalanan JetBus bisa dilihat di link berikut http://www.jetbus.com.my/schedules.html.
Baik dari LCCT maupun TBS JetBus jalan setiap jam sekali. Waktu tempuh perjalanannya kurang lebih 1 jam. Di TBS JetBus berhenti di terminal terpadunya.
Dari sana ke Stasiun Bandar Tasik Selatan cukup berjalan kaki saja. Dari sana baru lanjut lagi naik MRT ke Bukit Jalil. Perjalanan dari bandara ke Bukit Jalil ini lebih menghemat waktu dan energi dibandingkan harus mampir ke KL Sentral terlebih dahulu.
Bagaimana, mudah bukan? 😀
seruan nonton di Indonesia ya? fanatisme kita lebih tinggi ketimbang mereka.
LikeLike