Berbeda dengan pertandingan semifinal hari sebelumnya di mana aku hanya menonton seorang diri, kali ini aku menonton bersama Khairul dan Lutfi, dua orang teman seangkatan Informatika ITB 2007 yang kini keduanya bekerja di Jakarta. Pertandingan final hari itu dimulai pukul 12.00.
Kami sengaja melewatkan aksi hiburan yang disajikan panitia yang menampilkan artis-artis, salah satunya adalah Ayu Tingting. Sebab, kami lebih memilih untuk menikmati terlebih dahulu arena hiburan di luar stadion. Ketika waktu mulai mendekati pukul 12 siang, kami pun segera memasuki tribun di dalam stadion.
Tribun kelas satu yang kami masuki ternyata saat itu telah penuh dengan penonton. Kami pun sampai terpaksa menempati bangku di dekat giant screen. Tak disangka, di sana kami berjumpa dengan 3 orang adik angkatan kami di Informatika ITB, yakni angkatan 2010. Mereka kebetulan juga merupakan anggota Unit Bulutangkis ITB.
Eh, ternyata masih sempat lihat Ayu TIngting sebentar ding, hehe.
Pertandingan final pertama yang dipertandingkan pada hari itu adalah partai ganda wanita sesama pemain China yang juga ganda nomor 1 dan 2 dunia, yakni Wang Xiaoli/Yu Yang dan Zhao Yunlei/Qian Ting. Awalnya aku kira pertandingan ini akan berjalan membosankan karena kedua pasangan merupakan satu negara. Namun, dugaanku salah. Kedua pasangan ternyata bermain apik dan ngotot. Permainan pun berakhir dengan 3 set untuk kemenangan Wang/Yu.
Pertandingan berikutnya adalah partai ganda putra antara pasangan Denmark Mathias Boe/Carsten Mogensen (MB/CM) melawan ganda putra terkuat Korea, Lee Yong Dae/Jung Jae Sung (LYD/JJS). Sudah pasti seluruh stadion heboh, terutama cewek-cewek ABG nih. Apa lagi kalau bukan karena Lee Yong Dae.
Dalam pertandingan itu ada kejadian lucu dan agak malu-maluin sih sebenarnya menurutku. Saat jeda antara set kedua dan ketiga, Lee Yong Dae kan ganti kaos. Gila, cewek-cewek se-Istora pada histeris semua. Padahal sebelumnya, si Mogensen ganti kaos semuanya biasa-biasa saja. Ckckck.
Tentang pertandingannya itu sendiri, mantap … seru banget!! Sayang banget pasangan Denmark yang terlihat meyakinkan di awal set 1 — sempat unggul hingga 5-0 — harus kalah dalam final itu. Memang mereka sempat bangkit di set kedua. Namun, berbicara set ketiga, it’s always Korea. Pasangan LYD/JJS ini memang terkenal punya stamina yang cukup bagus. Terbukti, di set ketiga itu MB/CM tidak mampu mengimbangi lagi permainan LYD/JJS. Mereka kalah segala-galanya.
Pertandingan berikutnya atau pertandingan ketiga final kali itu, yakni partai tunggal putri antara Li Xuerui (China) melawan Saina Nehwal (India). Bagi Saina, ini adalah partai final keempatnya di Indonesia Open secara berturut-turut. Pada tahun lalu ia dikalahkan oleh Wang Yihan. Kali ini adalah kesempatan kali keduanya untuk meraih hat-trick gelar Indonesia Open.
Dalam pertandingan itu Saina pun akhirnya bisa meraih gelar juara ketiganya. Di set pertama semuanya tampak berjalan mudah bagi Li Xuerui. Di set kedua pun juga demikian. Li Xuerui yang sudah di ambang juara hingga kedudukan 20-18, tiba-tiba tersalip 20-22 oleh Saina Nehwal. Di set ketiga pun pertandingan masih berjalan ketat. Namun, berkat dukungan penonton, Saina makin bersemangat dan akhirnya mampu menyudahi set ketiga dengan skor 21-19.
Dua partai terakhir adalah dua partai yang mempertandingkan wakil-wakil Indonesia. Yang pertama mendapatkan kesempatan untuk memulai kampanye mengakhiri puasa gelar 3 tahun berturut-turut di Indonesia Open adalah Simon Santoso. Simon melawan pemain nomor empat China, Du Pengyu.
Set pertama berjalan bagi mudah bagi Simon yang mampu melaju hingga 20-13. Tapi 5 poin berturut-turut dari Du Pengyu memberikan sinyal bahwa ia sudah mulai bangkit. Beruntung, Simon mampu mengakhiri set pertama dengan kemenangan 21-18. Namun, set kedua benar-benar menjadi milik Du Pengyu. 21-13 untuk Du Pengyu.
Set ketiga menjadi antiklimaks bagi Du Pengyu. Sepertinya Du Pengyu tidak mampu menahan pressure di atas lapangan. Sebaliknya, Simon semakin berada di atas angin karena mendapatkan dukungan penuh dari penonton. Simon pun mengakhiri set ketiga dengan kemenangan mudah 21-11. Selamat Simon! Akhirnya Indonesia mampu mengakhiri puasa gelar tiga tahun belakangan ini. Simon pun mampu menempatkan namanya setelah Taufik Hidayat dan Sony Dwi Kuncoro sebagai tunggal putra Indonesia yang mampu meraih gelar di Indonesia Open yang sekarang masih aktif bermain.
Berikutnya adalah partai final terakhir hari itu, yakni partai ganda campuran antara pasangan favorit Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir melawan pasangan Thailand yang sedang berada dalam top form, Sudket Prapakamol/Saralee Thoungthongkam.
Walaupun Tontowi/Liliyana selalu menang di 3 pertandingan final melawan mereka sebelumnya, sebelum pertandingan aku memperkirakan pertandingan ini akan berjalan sulit bagi Tontowi/Liliyana. Benar dugaanku. Sudket dan Saralee benar-benar bermain luar biasa malam itu. Sebaliknya Tontowi/Liliyana sering bermain mati sendiri. Tak heran jika Sudket/Saralee pun akhirnya mampu meraih juara di Istora. Mereka memang pantas untuk mendapatkannya.
Yah … sangat mengecewakan sih. Gelaran Indonesia Open yang harusnya ditutup dengan ending yang indah bagi fans bulutangkis Indonesia, tetapi sayangnya hal itu tidak terwujud. Namun, setidaknya rasa dahaga akan gelar Indonesia Open selama 3 tahun berturut-turut, setidaknya telah terobati.
Anyway, final Indonesia Open kali ini benar-benar luar biasa. Kelima partai yang dipertandingkan semuanya berakhir 3 set dan dimenangkan masing-masing oleh negara asal yang berbeda. Benar-benar hiburan menarik yang diperoleh penonton di Istora ini. Overall penyelenggaraan turnamen Indonesia Open Super Series Premier 2012 ini juga cukup baik. Benar-benar memanjakan pengunjung yang hadir di Istora.