Hari Sabtu seminggu yang lalu, 16 Juni 2012, aku menonton langsung pertandingan semifinal turnamen Djarum Indonesia Open Super Series Premier 2012 atau yang cukup disingkat DIOSSP2012 saja. Tidak seperti tahun lalu di mana aku menonton langsung bersama Pras dan Rizky, kali ini untuk pertandingan semifinal aku menonton sendirian.
Aku berangkat dari stasiun Bandung pukul 6.30 dengan menaiki kereta Argo Parahyangan — lumayan dapat tiket promo eksekutif Rp 20 ribu — dan tiba di stasiun Gambir pukul 9.45. Setelah itu langsung menuju ke stadion Istora Senayan dengan menumpang bus TransJakarta. Sesampainya di arena, aku langsung mencari ticket box dan melakukan penukaran tiket dengan voucher yang kudapatkan secara online (dari situs blibli.com).
Oh ya, tak terlalu banyak berbeda konten dan penataan arena hiburan di luar stadion antara tahun ini dan tahun lalu. Mungkin bedanya hanya stand makanan dan minuman yang dikumpulkan jadi satu tempat luas dan diberi nama food festival. Oh ya, sama sekarang ada celebrity bazaar di mana beberapa selebritis termasuk pebulutangkis Greysia Polii yang ikut menjual beberapa produk pakaian di stand-stand di luar stadion itu juga. Selain itu di luar lantai atas stadion juga terdapat booth Yonex yang menjual peralatan dan perlengkapan bulutangkis meliputi jersey, raket, tas raket, dll.
Tak perlu menunggu lama untuk menyaksikan pertandingan badminton hari Sabtu itu. Pertandingan dimulai sejak pukul 11.30. Tapi aku memilih untuk melepas pertandingan pertama antara dua ganda wanita China karena waktunya sangat tanggung dengan waktu masuk sholat Dhuhur.
Aku baru menonton pertandingan kedua antara Wang Yihan melawan Li Xuerui. Sebuah pertandingan yang mata seru walaupun mereka sesama China, karena yang satu adalah peringkat 1 dunia dan satunya lagi adalah pemain muda yang baru saja menjuarai All England dan India Open 2012. Pada pertandingan itu sayang sekali Wang Yihan harus kalah dan terpaksa melepas gelar yang tahun lalu direbutnya.
Pertandingan antara Wang Yihan vs Li Xuerui ini berlangsung dalam dua set saja dan berakhir sekitar pukul 1 siang. Artinya, masih ada jeda sekitar satu jam setengah sebelum pertandingan utama yang disiarkan di TV ataupun BWF channel. Jeda yang cukup lama itu diisi oleh pihak organizer dengan hiburan-hiburan yang mendatangkan artis Cherrybelle dan Judika, dengan dipandu oleh MC Stenny Agustaf.
Acara hiburan ini berlangsung kurang lebih selama sejam, mulai dari pukul setengah dua hingga setengah tiga. Ketika itu suasana dalam stadion belum cukup ramai penonton. Namun, begitu mulai masuk pertandingan pertama yang menampilkan partai Koo Kien Keat/Tan Ben Heong vs Mathias Boe/Carsten Mogensen, stadion mulai disesaki oleh penonton.
Pertandingan antara ganda putra Malaysia melawan Denmark itu sendiri berlangsung tidak seimbang. Pemain Denmark menang dengan mudah dua set dalam waktu kurang dari setengah jam. Hmm … bisa jadi karena faktor dukungan penonton yang lebih memihak Denmark dan tak jarang juga penonton mem-‘boo’ pemain Malaysia setiap mereka mendapat poin.
Setelah pertandingan ganda putra ini adalah partai ganda putri antara pasangan favorit Indonesia Meiliana Jauhari/Greysia Polii melawan ganda nomor dua China Zhao Yunlei/Qian Ting. Di atas kertas sebenarnya pasangan China ini lebih unggul. Namun, di atas lapangan ternyata pasangan kita benar-benar menampilkan semangat juang yang luar biasa. Walaupun kalah, tapi pertandingan berlangsung sangat ketat dan pasangan kita bisa mencuri satu set.
IMHO, di antara pemain-pemain kita, semangat bertanding Meiliana dan Greysia ini paling aku acungi jempol lah. Sering banget mereka sampai jatuh-jatuhan buat mengembalikan kok. Yang sering kulihat mainnya sering seperti itu (baca: jatuh-jatuhan) selain Meiliana/Greysia itu adalah Jung Jae Sung dari Korea Selatan.
Partai berikutnya mempertandingkan tunggal putra tersisa Indonesia, Simon Santoso, melawan pemain yang sedang on fire dari India, Kashyap Parupalli. Namun, pertandingan semifinal ini sepertinya menjadi anti-klimaks bagi Kashyap yang mampu mengalahkan unggulan ke-1 Chen Long di babak kedua. Simon Santoso melaju dengan cara yang terbilang cukup mudah ke babak final.
Partai berikutnya, partai ulangan final World Championship 2007 antara Markis Kido/Hendra Setiawan melawan Lee Yong Dae/Jung Jae Sung tersaji di Istora kali ini. Mereka sudah cukup sering bertemu juga di berbagai turnamen yang lain.
Set pertama berlangsung cukup mudah bagi pasangan Indonesia. Markis/Hendra unggul telak 21-14. Namun bukan Korea namanya kalau mau kalah begitu saja. Di set kedua pertahanan mereka menjadi jauh lebih ketat dan mereka juga mulai berani memeragakan permainan menyerang. Set kedua pun mereka ambil. Set ketiga selalu tentang stamina. Tampak sekali stamina pemain Korea ini masih unggul dibanding pemain Indonesia. Set ketiga pun mereka rebut dengan cukup mudah. Korea melaju ke final untuk kedua kalinya setelah tahun 2009.
Berikutnya, atau partai terakhir yang mempertandingkan pemain Indonesia hari itu adalah partai ganda campuran antara pasangan tuan rumah, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir melawan pasangan terbaik nomor dua dari China, Xu Chen/Ma Jin. Rekor pertemuan mereka sebelum itu adalah 3-1 untuk keunggulan pasangan China.
Pertandingan sepertinya akan berakhir dengan mudah bagi pasangan Indonesia ketika mereka mampu mengambil set 1 tanpa perlawanan yang begitu sengit dari Xu/Ma. Namun, ternyata perkiraan itu salah. Set kedua diambil oleh pasangan China dengan skor 21-15.
Set ketiga pun sebenarnya pemain China ini masih berada di atas angin ketika mampu memimpin terus hingga kedudukan 15-12. Namun, perlahan Tontowi/Liliyana mampu menyamakan kedudukan di 16-16. Selanjutnya, faktor mental dan dukungan penuh dari penontonlah yang membuat pasangan China ini melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak perlu hingga akhirnya kalah 16-21. Benar-benar luar biasa dukungan penonton di stadion malam itu. Pasangan Indonesia pun berhak melaju ke final.
Dengan demikian, sudah 7 pertandingan semifinal yang dipertandingkan hari itu. Masih ada 3 pertandingan semifinal lagi yang belum dimainkan. Akan tetapi, di 3 pertandingan sisa itu sudah tak ada lagi pemain Indonesia yang bertanding. Tak heran penonton pun berangsur-angsur berkurang.
Namun, sebelum mereka pulang, pihak panitia ternyata telah menyiapkan atraksi laser di Istora. Para penonton yang ingin pulang untuk sementara mengurungkan niatnya demi menyaksikan atraksi yang cukup wah itu. Kebetulan aku merekamnya dengan kamera saat itu.
Setelah atraksi laser itu, barulah penonton benar-benar berkurang. Pertandingan berikutnya yang mempertandingkan Sudket/Saralee vs Ko/Eom benar-benar sepi penonton. Bahkan kali ini aku dapat mendengar suara wasit dan teriakan pemain-pemain itu dengan jelas. Padahal tribunku termasuk jauh.
Saat pertandingan akan memasuki set kedua, aku memutuskan untuk cabut. Sebab waktu itu sudah menunjukkan pukul 9 kurang seperempat malam. Aku khawatir kehabisan busway. Apalagi aku belum tahu tempat kosan Khairul, temanku yang menjadi jujuganku menginap malam itu di Jakarta.
Di perjalanan keluar stadion, tanpa sengaja aku berpapasan dengan pemain nomor satu China, Wang Yihan. Oh man … sayang sekali nggak sempat foto bareng sama dia :D. Soalnya aku cuma seorang diri waktu itu dan dia juga kelihatan buru-buru, Padahal dia lagi jalan sendiri. Heran juga orang-orang kok nggak ada yang mengenalinya. Tinggi banget orangnya ternyata, hehehe.