Tag Archives: film

Terhipnotis oleh Cerita

Belum ada sepekan, film Avengers: Endgame sudah memecahkan rekor box office akhir pekan pertama pemutarannya. Total 1,2 miliar dolar AS sudah diraup dari pemutaran di seluruh dunia.

Dari situ terlihat betapa film ini sangat ditunggu-tunggu oleh para penggemarnya. Bahkan sepanjang setahun semenjak pemutaran Avengers: Infinity War hingga menjelang diputarnya ‘Avengers: Endgame’ ini berbagai teori dan spekulasi telah berseliweran di jagat dunia maya mengenai bagaimana film Marvel Cinematic Universe (MCU) ini akan berakhir.

Orang-orang penasaran bagaimana nasib para hero yang mati dalam ‘Avengers: Infinity War’ dan bagaimana para hero tersisa bisa mengalahkan Thanos. Rasa penasaran itu pun terjawab sudah begitu menyaksikan film yang didaulat sebagai penutup serial MCU fase ketiga itu.

Di balik hype yang begitu tinggi mengenai film tersebut, saya pun jadi kepikiran… kok bisa ya kita sebegitu terhipnotisnya dalam mengikuti sebuah cerita fiksi. Kita mengikuti jalan ceritanya sedemikian rupa, menebak-nebak bagaimana ia akan berujung.

Avengers adalah salah satu contoh saja. Setiap orang saya yakin memiliki cerita favoritnya. Entah itu dari sebuah film, buku, atau media yang lain.

Ketika masih kanak-kanak, kita semua mungkin suka sekali dininabobokkan sembari mendengarkan sebuah cerita. Di sekolah juga mungkin kita sepakat saat-saat guru bercerita adalah saat yang menyenangkan.

Ada apa dengan sebuah cerita? Kadang-kadang saya pun nggak habis pikir juga. Ngapain sih saya niat banget mengikuti film MCU ini. Review-review di internet saya baca untuk memahami apa yang terjadi di film dan apa yang kira-kira akan terjadi di film berikutnya.

Padahal itu cerita fiksi bikinan manusia. Hal-hal detail sudah pasti selalu akan ada yang terlewat. Plot hole adalah sebuah keniscayaan, sedikit atau banyak.

Pertanyaan-pertanyaan atau ungkapan keheranan seperti “Eh, kenapa sih harus A yang mati”, “Kok musuhnya jadi gampang banget dikalahkan”, “Kalau A mati waktu lagi time traveling ke masa lalu, bukannya peristiwa yang terjadi di masa depan jadi berubah”, dan lain sebagainya akan selalu timbul.

Mungkin itulah salah satu asyiknya dalam mengikuti sebuah cerita. Memiliki rasa penasaran. Bertanya-tanya mencoba menjawab rasa keingintahuan. Juga berandai-andai mengenai jalan cerita.

Entahlah. Tapi mestinya ada penjelasan secara sains mengapa kita sebagai manusia bisa begitu tertarik dengan cerita.

*sumber gambar: WordPress Free Photo Library

Advertisement

[Video] 9 Summers 10 Autumns Trailer

Ini dia trailer film “9 Summers 10 Autumns” yang kabarnya akan tayang dalam waktu dekat ini (sekitar bulan April-Mei). Nggak sabar ingin menonton visualisasi dari versi novelnya.

Menariknya pemeran Iwan di film ini, Ihsan, di kehidupan nyatanya pun sebenarnya memiliki kemiripan latar belakang. Ayah Iwan adalah seorang sopir angkot/truk, dan Ayah Ihsan adalah seorang tukang becak. Berasal dari keluarga yang pas-pasan, keduanya, baik Iwan maupun Ihsan, dengan perjuangannya akhirnya sama-sama meraih sukses di bidang masing-masing. Iwan menjadi direktur sebuah perusahaan di New York, dan Ihsan menjadi seorang pemenang di kompetisi Indonesian Idol. Mungkin dengan kemiripan latar belakang tersebut Ihsan akan terlihat lebih menjiwai perannya sebagai Iwan di dalam film ini. Hmm … menarik disimak. 🙂

Mirip Artis?

[Story 1] Suatu ketika di sebuah warung pulsa dekat kosan.

S (Saya) : “Teh, mau beli pulsa.”
T1 (Teteh penjual pulsa) : “Sok a’ ditulis nomornya.”
S : (lagi menulis nomor HP di kertas)
T1 : “Kok rasanya pernah lihat aa’ di TV. Main di acara apaaa… gitu.” (Menunjukkan gerak-gerik mengingat-ingat sesuatu)
T2 (teman si teteh jualan pulsa) : “Teh ini ngefans sama mas.”
T1 : “Nggaakk … cuma ngerasa aja pernah lihat si aa’ di TV.”
S : (Pura-pura antusias) “Wah, siapa ya teh artisnya?”
T1 : “Nah itu, saya lupa.”
S : “Pulsanya sudah masuk teh. Makasih ya.”

[Story 2] Suatu ketika di tempat laundry dekat kosan.

S (Saya) : “Assalammu’alaikum.”
T (Teteh pemilik laundry) : “Wa’alaikumsalam. Oh, Dhito ya?”
S : “Iya teh, bener.”
T : (Sambil menghitung laundry-an) “Eh, Dhito kemarin Ramadhan atau lebaran gitu habis main film ya?”
S : (Bingung tiba-tiba ditanya begitu) “Ah, nggak teh. Saya di Ramadhan di Bandung, sama mudik ke Malang.”
T : “Tapi kemarin sempat nonton film ada yang mirip sama Dhito. Saya pikir itu Dhito.” (Menunjukkan gerak-gerik mengingat-ingat sesuatu)
S : “Ah, teteh bisa aja. Saya mah nggak pernah main film teh, hehehe.”
T : “Bener itu bukan Dhito?” (Dengan nada yang agak memaksa)
S : “Haha, bukan teh, saya jamin.”
S : “Udah teh, gitu aja ya. Saya pamit dulu. Makasih. Assalammu’alaikum.”
T : “Wa’alaikumsalam.”

Basa-Basi Pisang Goreng

Judul di atas adalah judul sebuah film pendek yang ikut serta dalam festival film LA Indie Movie 2009. Sudah lama memang. Sudah hampir 2 tahun yang lalu. Tapi saya baru tahu film itu baru-baru ini dari teman saya, hehe. Meskipun sudah lama banget, tidak ada salahnya kan kalau saya berkomentar sedikit tentang film itu.

Bagi yang ingin menonton film tersebut, ini dia streamingnya yang dapat ditonton via Youtube:

Film besutan Ruth Redico (Yogyakarta) ini menggunakan bahasa Jawa untuk dialog pemeran-pemerannya. Bahasa Jawa yang dipakai adalah Jawa halus alias krama inggil. Tapi ada juga sih beberapa dialog yang pakai bahasa Jawa ngoko.

Kesan saya terhadap film ini adalah film ini cukup kocak dan menyentil. Apa yang disentil? Apalagi kalau bukan karakter orang Jawa yang sungkanan. Bahkan, sampai urusan makan pisang goreng pun masih sungkan-sungkan. Di mulut bilangnya mempersilakan yang lain untuk duluan (makan pisang goreng), padahal di dalam hatinya dia sendiri sangat menginginkan (pisang goreng itu). Kalau saya sih, jika sudah menyangkut urusan makanan, tidak sungkan-sungkan kalau memang saya suka dan lapar, hehe.

Di akhir film itu ada sebuah lagu penutup beraliran rap yang memiliki lirik yang mengangkat tema tentang budaya orang Jawa yang sungkanan itu. Kerennya, lagu rap itu menggunakan lirik bahasa Jawa! Ini dia kutipannya:

Basa-basi wong Jowo
Saiki dadi budoyo
Ning lambe arep ngomong opo
Njubule ning ati nduwe karep liyo

Salah sawijining
Sifate wong Jowo
Wis mbudidoyo
Soko jaman semono
Ora biso ilang
Ora biso diganti
Eh lho kok saiki malah ngisin-ngisini
Basa-basi dumadi soko rasa sungkan
Roso sungkan ning wong lan ewoh-ewohan
Wong tuwo ning enom
Cah enom ning tuwo
Biso-biso malah dadi marai molo

Walah, pancen mbingungke
Yen wis koyo ngene, suwe-suwe biso dadi padu
Cocot canyocot, malah dadi saru
Yen tangan lan sikil wis melu, ora urusanku
Ora usah tukaran, mending guyon-guyonan
Lha wong dhewe iki urip soko kekancan
Basa-basi kuwi yo mung kebiasaan
Ora basa-basi, yo ora popo tho yoo…