Pertama kali mendengar judulnya, yang terbayang olehku adalah film ini akan bercerita tentang perilaku kocak “kebodohan” 3 orang sekawan. Apalagi poster film itu menggambarkan seorang yang tampak “menyerah” dengan rumus-rumus kalkulus yang ada di hadapannya di atas sebuah papan tulis.

Ternyata bayanganku itu salah. Film ini malah bercerita tentang sebaliknya, yaitu kisah persahabatan 3 orang yang luar biasa dengan dibumbui kejadian-kejadian kocak, kreatif, jenius, dan penuh drama. Menurutku yang menjadi nilai lebih dari film ini adalah jalan cerita yang sukar ditebak, selalu bikin penasaran, chemistry yang begitu kuat dari ketiga sahabat itu, dan cukup banyak pesan moral yang disampaikan di dalam film ini. Selain itu, hal penting yang membuat film ini menjadi lebih mudah dicerna karena ceritanya mengangkat tema tentang kehidupan yang saat ini kujalani, yaitu dunia kampus, dan juga mengenai persahabatan.
Awalnya aku kurang begitu antusias untuk menonton film ini. Maklumlah… aku tidak begitu suka nonton film India karena sudah bukan rahasia umum jika film India selama ini sangat terkenal dengan adanya nyanyian dan tarian yang kalau ditotal, bisa-bisa sampai 20% dari keseluruhan konten film… hehehe… 🙂 Tetapi, sejak menonton film My Name Is Khan beberapa waktu yang lalu, aku jadi tertarik untuk mengetahui kabar film India yang lainnya. Apalagi teman-temanku yang sudah menonton 3 Idiots, memberikan rekomendasi untuk menontonnya. Aku pun dibuat penasaran. Ternyata benar, film ini memang recommended bangetlah.
Jadi, 3 Idiots ini bercerita tentang kisah 3 sekawan bernama Rancho (diperankan oleh Aamir Khan), Raju (Sharman Joshi), dan Farhan (R. Madhavan). Awal pertemuan mereka terjadi ketika mereka menjalani OSPEK oleh senior mereka di Imperial College of Engineering (ICE), yang diceritakan sebagai institut engineering terbaik di India. Kesan awal bahwa Rancho adalah seorang jenius sudah diperlihatkan dengan ide cemerlang yang dilakukannya demi menghindari paksaan mengikuti perploncoan. Di situ diceritakan bahwasannya sistem pendidikan di kampus tersebut tidak memanusiakan mahasiswanya, tetapi malah memperlakukan mereka layaknya sebuah mesin. Paradigma yang terbentuk di kampus itu adalah lulus dengan nilai bagus, mendapat pekerjaan, gaji tinggi, dan hidup bahagia. Mencoba meng-quote salah satu dialog Rancho dalam film tersebut, “This is a college, not a pressure cooker“.
Dengan sistem pendidikan seperti itu menyebabkan mahasiswanya bukannya semangat mencari ilmu, melainkan hanya berusaha mendapatkan gelar semata. Dalam film itu pada salah satu adegannya dikisahkan ada salah seorang mahasiswa bernama Joy Lobo yang bunuh diri gara-gara putus asa TA-nya ditolak oleh rektor kampus tersebut karena proyeknya dianggap mustahil untuk diselesaikan dalam jangka waktu yang diberikan. Padahal, sebelum ia bunuh diri, Rancho diam-diam juga membantu mengerjakan proyek TA yang telah ditinggalkan Joy itu dan ternyata berhasil. Fenomena mahasiswa bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan dalam proses akademik itu ternyata benar-benar terjadi di India, tidak hanya di film itu. Dalam lagu Give Me Some Sunshine (baru kali ini dengar lagu India yang enak :D) yang dinyanyikan oleh Joy Lobo dalam salah satu adegan keputusasaannya disebutkan bahwa ada sekitar berapa persen (aku lupa, pokoknya gedhe) kasus bunuh diri di India karena masalah tekanan akademik.

Si Joy Lobo meminta kesempatan untuk menyelesaikan proyeknya
Hal menarik lainnya dari film ini adalah ketika Farhan akhirnya memutuskan berhenti kuliah engineering di kampus itu setelah mendapatkan masukan dari Rancho. Ia berniat untuk berkiprah secara total dalam bidang yang disenanginya, yaitu bidang fotografi. Ia ingin mengejar cita-citanya sebagai wild life photographer. Sejak awal ia memang tidak ingin menjadi engineer. Pilihan untuk menjadi engineer itu adalah karena keinginan ayahnya yang bergitu keras. Fenomena serupa (lagi-lagi) ternyata juga terjadi di India di mana diceritakan dalam film itu bahwa pada umumnya sebuah keluarga akan mendorong anak lak-ilakinya agar menjadi engineer sedangkan untuk anak perempuan akan didorong untuk menjadi dokter. Dua profesi tersebut sepertinya dianggap sebagai profesi yang bergengsi di kalangan orang tua di India. Kalau di Jawa mungkin mirip dengan orang tua yang kebanyakan mengharapkan anaknya menjadi PNS kali ya…
Nah, intinya, pesan yang ingin disampaikan dalam film itu adalah “ikuti kata hati kita, lakukan apa yang benar-benar kita sukai, kejar impian itu sampai dapat, jangan paksakan kita mengerjakan sesuatu yang bukan passion kita”.

3 Idiots: Raju, Rancho, Farhan
Ada sebuah jargon menarik yang terus didengun-dengungkan sepanjang film itu, yaitu kata-kata “aal izz well” yang sebenarnya merupakan kalimat bahasa inggris “all is well” (semua baik-baik saja). Maksudnya adalah kita jangan pernah sampai takut menghadapi hidup. Ketakutan-ketakutan tidak beralasan yang ada pada diri kita harus dihilangkan karena hal tersebut akan menjadi gembok diri kita untuk berkembang. Jika kita mengalami kesulitan, yakinlah bahwa pasti akan selalu ada jalan keluar untuk itu. Ada teman-teman di sekeliling kita yang akan siap membantu kita.
Hmm… sebenarnya masih ada banyak inspirasi lain yang bisa diambil dari film ini. Banyak kalimat-kalimat bagus yang dapat kita renungkan. Secara garis besar, film ini memang menawarkan sesuatu yang sungguh berbeda dari film yang ada sekarang. Aku sendiri dibuat penasaran terus sepanjang film itu. Sepanjang film, aku selalu menebak-nebak di manakah Rancho sekarang, seperti apakah dia sekarang, dsb. Benar-benar unpredictable. Film ini juga mampu memainkan emosi penontonnya. Ada kalanya kita terhibur dengan ulah-ulah kocak tokoh-tokohnya, ada juga adegan yang dapat membuat kita terharu melihat begitu kuatnya persahabatan yang mereka jalin. Mereka tidak segan-segan untuk memberikan pengorbanan secara total demi menolong sahabatnya. Banyak nilai-nilai kemanusiaan yang dicontohkan oleh tokoh-tokoh utamanya.Adegan yang cukup menegangkan adalah kejadian di mana anak dari rektornya yang dibenci oleh mahasiswa-mahasiswanya akan melahirkan, sementara cuaca sedang buruk sehingga tidak ada ambulans yang bisa memberikan pertolongan. Akhirnya, dengan modal nekad juga, mahasiswa-mahasiswa itu membantu persalinan dengan alat seadanya, salah satunya yaitu dengan vacuum cleaner untuk “menyedot” bayinya.
Oiya, lagu-lagu yang diputar di film ini bagus-bagus kok. Enak didengar, lebih modern, dan liriknya benar-benar inspiratif. Namun, di balik serunya film itu, ada beberapa hal yang dilakukan oleh tokoh utamanya yang tidak pantas ditiru oleh kita, seperti mabuk-mabukan, (maaf) mengencingi rumah rektornya, ciuman dengan wanita yang belum halal bagi dirinya, dsb. Tetapi, overall, film ini memang recommended-lah.

Rancho lulus dengan predikat sebagai yang terbaik
Like this:
Like Loading...