Category Archives: Review

Lost Islamic History

[Book] Lost Islamic History

Judul : Lost Islamic History: Reclaiming Muslim Civilisation From The Past
Pengarang : Firas Alkhateeb
Penerbit : Hurst & Company, London
Tahun Terbit : September 2014
Tebal : ix + 217 halaman
Cover : Softcover

Awalnya saya mengetahui “Lost Islamic History” ini hanya dari Facebook. Saya suka mengikuti status-status yang dipos di halaman Facebook-nya. Selalu ada info menarik yang dibagikan oleh pengelola akun tersebut. Kebanyakan adalah informasi terkait sejarah Islam yang baru saya ketahui. Atau informasi yang sebelumnya sudah pernah saya dengar sekilas, namun baru saya ketahui detailnya.

Karena itu, ketika saya mengetahui ternyata Lost Islamic History telah diterbitkan dalam sebuah buku, saya pun tertarik untuk memilikinya. Karena baru saja diterbitkan, tentu saja baru ada versi bahasa Inggrisnya saja. Pemesanannya pun saat itu yang saya tahu hanya ada di Amazon atau website penerbitnya (Hurst Publisher – London). Di toko buku Gramedia belum ada. Namun, sebulan yang lalu dapat info dari teman, ternyata Continue reading

putty

Mengunggah Git Repository ke Shared Hosting Menggunakan Git-FTP

Apa itu Git? Bagi para developer tentunya sudah tak asing lagi dengan kakas (tool) yang satu ini. Git adalah sebuah kakas yang memudahkan para developer untuk mengelola versi aplikasi mereka.

Bagi mereka yang bekerja dalam sebuah tim, Git ini akan sangat membantu mengolaborasikan pekerjaan antar developer. Tak perlu itu copy file secara manual antar personel.

Direktori projek aplikasi yang berisi kode dan resource lainnya yang menggunakan Git biasa disebut dengan Git repository. Bitbucket dan Github adalah contoh website penyedia hosting Git repository secara gratis. Kita bisa meletakkan kode projek aplikasi di sana. Atau bisa juga kita men-setup sendiri Git Repository di komputer kita.

Ketika aplikasi sudah siap untuk di-deploy pada stage production alias live, kita tinggal menjalankan perintah “git pull” saja di server tempat aplikasi akan live. Nah, kendalanya adalah jika kita hosting web kita pada shared hosting. 

Umumnya penyedia jasa shared hosting ini tidak menyediakan fasilitas git. Pengguna shared hosting hanya bisa Continue reading

L Camera

Memotret dalam Format RAW dengan Android Lollipop

Pasti semua sudah pada tahu lah ya sekitar sebulan yang lalu Google telah meluncurkan Operating System Android terbarunya yang diberi nama Lollipop (Android 5.0). Tapi mungkin masih banyak yang belum tahu kalau di Lollipop ini kita bisa memotret dalam format RAW.

Memang sih fitur “istimewa” itu datangnya bukan dari kamera bawaan. Bukan juga dari aplikasi-aplikasi kamera yang ada di Google Play Store macam LINE Camera, VSOCAM, Camera 360, atau sebangsanya. Melainkan masih berupa aplikasi eksperimen dari seorang (atau kelompok) developer dari Taiwan, “PkmX”, yang diunggah ke Github.

Aplikasi tersebut dia beri nama “L Camera”. Jadi apabila Anda tertarik untuk menggunakannya, silakan download APK-nya di link Github tersebut.

Kenapa saya bilang “istimewa”? Bagi mereka yang cukup mengerti tentang dunia fotografi digital, pasti mengerti apa sih keuntungan memotret dalam format RAW. Well, saya pun sebenarnya bukan orang yang terlalu mengerti fotografi. Motret aja cuma ngandalin kamera HP. Kadang-kadang saja Continue reading

Jonan & Evolusi Kereta Api Indonesia

[Book] Jonan & Evolusi KAI

Terjawab sudah rasa penasaran saya akan perubahan (sangat sangat sangat) positif dalam pelayanan KAI. Membaca buku ini saya jadi mengerti bagaimana permasalahan-permasalahan yang ada di tubuh KAI sebelumnya yang membuat KAI berjalan di tempat, jika tak mau disebut semakin terpuruk seiring berjalannya waktu.

Saya sepakat dengan yang dikatakan Dahlan Iskan, Ignasius Jonan memang kurang waras dan kosro. Sudah enak-enak menjabat sebagai Managing Director Citibank, beliau mau repot-repot ngurus KAI yang tengah terpuruk dan seolah nyaris tak punya harapan untuk berubah menjadi lebih baik. Beliau diangkat pada tahun 2009 oleh menteri BUMN saat itu, Sofyan Djalil, tanpa memiliki background sama sekali dalam manajemen di bidang transportasi. Namun, PT KAI bukan BUMN pertama yang beliau pimpin. Sebelumnya beliau pernah menjabat sebagai direktur utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) pada 2001-2006.

Setelah menjabat sebagai direktur utama PT KAI, dengan latar belakangnya sebagai seorang profesionalisme dengan pengalaman segudang, Jonan sukses mengubah kultur perusahaan KAI dari birokrasi menjadi korporasi. Jonan juga berhasil merombak mindset pegawai KAI agar memiliki etos tinggi dalam melayani.

Baginya melayani penumpang dengan baik dan ramah adalah sebuah keharusan karena pada hakikatnya penumpanglah yang memberi makan KAI. Kebersihan stasiun dan kereta baginya merupakan bentuk penghargaan sekaligus pelayanan kepada penumpang. Kebersihan toilet menjadi salah satu indikasi paling gampang untuk mengukur sejauh mana customer friendly telah menjadi prioritas jajarannya,

Good Corporate Governance (GCG) merupakan hal yang paling sering didengungkan dalam usaha perubahan mindset karyawan. Di awal kepemimpinannya Jonan juga menetapkan 4 pilar utama KAI: keselamatan, pelayanan, ketepatan waktu, dan kenyamanan. Masing-masing pilar tersebut memiliki target terukur dan trennya membaik dari tahun ke tahun kepemimpinannya.

Angka kecelakaan ditekan dengan meningkatkan kedisiplinan petugas di stasiun dan perjalanan kereta, diklat, sertifikasi masinis, disiplin pemeriksaan dan perawatan lokomotif, kereta, gerbong, persinyalan, dan perlintasan KA. Hasilnya, PLH (Peristiwa Luar biasa Hebat) turun dari 113 pada tahun 2008, menjadi 100 pada tahun 2009, 76 pada tahun 2010, dan 54 pada tahun 2012. Rate of accident turun dari 0,302 (tahun 2007) ke 0,016 (tahun 2012).

Perubahan positif pada tubuh KAI terasa puncaknya pada peenyelenggaraan angkutan lebaran hari raya Idul Fitri 2012. Pemandangan penumpang kereta api berdesak-desakan di dalam kereta, masuk lewat jendela, berdiri di dalam toilet, bahkan ada yang sampai ikut naik lokomotif, sudah tak tampak lagi. Fenomena tersebut ibarat puncak gunung es dari sebuah proses perubahan yang berlangsung secara evolusioner di seluruh lini korporasi PT KAI.

Berbagai penghargaan bergengsi pun diterima PT KAI. Di ajang IT Excellence Award 2012 Asia Psifik, PT KAI meraih posisi 5 besar atau finalis. Inovasi IT di bidang Rail Ticketing System (RTS) kalah dari inovasi IT Changi Airport di Singapura. Perubahan kultur yang terjadi di tubuh PT KAI ternyata juga meraih pengakuan pada ajang BUMN Innovation Award 2013. PT KAI meraih penghargaan Gold Level untuk kategori Best Corporate Innovation Culture & Management. Dan masih ada banyak penghargaan yang lain.

Membaca buku ini saya juga bisa ikut merasakan gaya kepemimpinan Jonan di KAI. Sebab, penulis banyak menyisipkan kutipan-kutipan broadcast message dan email yang disampaikan Jonan kepada milis gruo KAI, serta hasil wawancara beberapa pihak yang berhubungan.

Salut dengan penulis dan timnya yang menurut saya cukup sukses dalam menyajikan gambaran perubahan yang terjadi di tubuh KAI di era kepemimpinan Ignasius Jonan dibandingkan sebelumnya. Ulasan yang disampaikan juga sangat komprehensif karena disarikan dari banyak sumber. Terakhir, buku ini sangat saya rekomendasikan bagi Anda yang ingin mencari inspirasi untuk melakukan sebuah perubahan, khususnya dalam suatu organisasi.

[Book] Titik Nol

Titik Nol - Agustinus Wibowo

Titik Nol – Agustinus Wibowo

Sekitar dua bulan yang lalu aku dan Neo menyusun rencana untuk berpetualang ke Nepal tahun depan. Kami membagi plan tersebut di grup Whatsapp backpacker kecil kami. Kemudian oleh Lino aku disarankan untuk membaca buku tavel writing berjudul “Titik Nol” tulisan Agustinus Wibowo. Katanya di sana ada cerita tentang perjalanan Agustinus di Tibet dan Nepal. Aku pun tertarik membacanya. Akhirnya aku mencari buku tersebut di toko buku.

Titik Nol adalah buku pertama Agustinus Wibowo yang pernah ku baca. Ternyata Titik Nol ini tidak hanya menceritakan tentang kisah Agustinus di Tibet dan Nepal saja, sebagaimana yang awalnya kutangkap dari info yang diberikan Lino di Whatsapp. Lebih dari itu, buku ini bercerita tentang perjalanannya dari Beijing hingga ke Afghanistan.

Sangat menyenangkan membaca Titik Nol ini. Kupikir Titik Nol ini hanya akan bercerita tentang kisah-kisah sepanjang perjalanan saja. Ternyata tidak hanya itu. Agustinus dalam menceritakan kisah perjalanannya itu sering menyisipkan pemikiran-pemikiran hasil kontemplasinya akan makna perjalanan yang dia lakukan, fenomena-fenomena yang dilihat dan dialaminya, atau tentang makna kehidupan itu sendiri. Dia juga banyak membagi pelajaran-pelajaran yang dia peroleh dari orang-orang yang dia temui dalam perjalanan. Salah satunya dari seorang perempuan berkebangsaan Malaysia, Lam Li, yang telah dianggapnya sebagai guru perjalanan.

Di antara gagasan-gagasan pemikiran yang dituangkannya di buku ini, ada banyak hal baru yang ku dapatkan, namun ada juga yang saya tidak sepakat dalam beberapa hal. Namun hal tersebut tak mengurangi rasa kekagumanku akan gaya bercerita dan menyampaikan gagasan yang dia lakukan di buku Titik Nol ini.

Agustinus dengan sangat apik menyampaikan narasi dan deskripsi perjalanan yang dia lakukan. Membaca buku ini, aku seolah sedang ikut mengalami petualangannya yang dimulai dari Beijing dengan menumpang kereta yang penuh sesak ke Xinjiang, menyelundup ke Tibet, trekking di pegunungan Himalaya di Nepal, terserang penyakit hepatitis di India sehingga harus diopname beberapa hari, menjadi relawan pemulihan pasca gempa di Kashmir, mengamati penerapan agama Islam di Pakistan, dan menjadi jurnalis di Afghanistan sebuah negara di mana bom sudah menjadi pemandangan sehari-hari.

Di tiap tempat yang dia kunjungi itu ada banyak hal menarik yang dia temui. Tibet dan Nepal misalnya. Walaupun keduanya sama-sama menempati wilayah surga Himalaya, namun terasa perbedaannya. Tibet terasa jauh lebih surgawi dengan eksklusifitasnya, berbeda dengan Nepal yang mengobral surganya. Atau ketika di Afghanistan di mana sehari-hari orang Afghanistan menyampaikan salam “Zinda Boshi!” yang berarti “Hiduplah kau selalu!” kepada orang yang ditemui. Sebuah salam yang sungguh bermakna, menyadarkan setiap hembusan nafas begitu berharga di negeri yang nyawa seolah berharga sangat murah.

Bagaimana Agustinus melatakkan plot-plot ceritanya di Titik Nol ini juga cukup unik. Tidak mudah menulis dua plot cerita secara paralel. Namun menurutku Agustinus cukup brilian merangkai dua plot cerita paralel tersebut, satu berkisah tentang perjalanannya dan satu lagi tentang cerita dirinya yang tengah menengok ibundanya yang terbaring sakit. Walaupun dua plot tersebut terjadi dalam waktu yang terpisah, namun selalu ada benang merah yang menghubungkan kedua plot yang sedang diceritakan.

Perjalanan Agustinus yang bermula dari Beijing itu sendiri sejatinya ingin diakhirinya di Afrika Selatan. Namun rencana tersebut terpaksa diakhiri ketika ia harus terbang pulang ke Indonesia demi merawat ibundanya yang terbaring sakit. Namun, justru dengan kepulangannya dan dari ibunya yang tidak pernah ke mana-mana itulah Agustinus mulai menemukan satu demi satu makna perjalanan yang selama ini terabaikan.

Di menjelang bagian akhir dari buku ini ada satu paragraf yang aku suka yang ingin ku kutip di sini:

“Perjalanan adalah belajar melihat dunia luar, juga belajar untuk melihat ke dalam diri. Pulang memang adalah jalan yang harus dijalani semua pejalan. Dari titik nol kita berangkat, kepada titik nol kita kembali.”

Btw, setelah membaca Titik Nol ini, saya menjadi tertarik untuk mengikuti tulisan-tulisan Agustinus di bukunya yang lain. 🙂

Mengunggah Video ke YouTube

Beberapa minggu belakangan ini lagi, sambil mengisi waktu luang, aku iseng mengumpulkan video-video rekaman traveling yang sudah pernah kulakukan dan mengunggahnya ke YouTube. Sebenarnya ada beberapa video rekaman yang berasal dari teman juga sih, terus kugabungkan menjadi satu dengan punyaku.

Yaa… ini juga sambil iseng-iseng belajar editing video juga sih sebenarnya. Jadi jangan kaget kalau hasilnya sungguh amatiran, hehe.

Btw, dari pengalaman sebelumnya sempat kena isu copyright sih waktu mengunggah video photo story pendakian Semeru dua tahun lalu dengan backsound lagu Nidji berjudul Di Atas Awan. Lalu waktu aaku mengunggah video atraksi Symphony of Lights-nya Avenue of Stars, Hong Kong, aku kena copyright juga gara-gara di dalam acara Symphony of Lights ini ada musik yang diputar. Kalau untuk yang ini sih memang nggak bisa dicegah sih, haha.

Nah, gara-gara hal ini kemudian akhirnya aku baru tahu ternyata YouTube memiliki “stok” audio yang bisa dipergunakan secara bebas di video yang kita unggah. Koleksi audio-audio itu ada di sini  https://www.youtube.com/audiolibrary. Banyak kok pilihan audionya. Sudah dikelompokkan berdasarkan genre (pop, rock, regae, dll), mood (happy, romantic, sad, funky, dll), instrument (guitar, drum, piano, dll), atau filter berdasarkan durasi. Asyik kan?

YouTube Audio Library

YouTube Audio Library

Oh ya, jangan berharap bakal menemukan lagu-lagu komersial di YouTube Audio Library itu ya, hihi. Itu lagu-lagu free saja sih soalnya. Malah jarang sekali ada lagu yang ada suara orang nyanyinya di sana.

Baiknya YouTube ini, selain ada koleksi audio gratis, juga ada fitur editing on-the-fly :). Salah satunya adalah ketika video selesai diunggah, YouTube bisa mendeteksi apakah ada efek shaky camera di video itu. Jika ada, YouTube menawarkan untuk menetralkan efek shaky tersebut. Selain itu, kita juga bisa memberikan efek macam-macam layaknya Instagram. Kita bisa saat itu juga melihat hasilnya di preview video.

Asyik juga nih YouTube. Btw, ini alamat channel saya di YouTube youtube.com/otidh. Ini salah satu video yang aku unggah di sana. Video ini adalah dokumentasi pendakian Gunung Gede yang aku lakukan bersama beberapa teman-teman kuliah setahun yang lalu. Di video ini aku juga memanfaatkan free audio yang disediakan YouTube.

Aplikasi Halal Locator

Sebulan yang lalu sebelum berangkat trip ke Penang, Malaysia, aku tiba-tiba kepikiran ada nggak ya aplikasi Android untuk mencari restoran halal. Malaysia walaupun negaranya mayoritas (lebih dari 50%) berpenduduk muslim, tapi tetap saja aku merasa perlu untuk meyakinkan diri bahwa makanan-makanan yang akan kukonsumsi adalah halal.

Apalagi dari review-review yang kubaca di internet terkait wisata kuliner di Penang ini menceritakan bahwa beberapa rumah makan di sana, terutama masakan-masakan China, menyajikan makanan non halal. Tapi salutnya dari pengalaman beberapa traveler ketika mereka akan membeli makanan di sana, oleh pelayan/pemilik beberapa rumah makan di sana ia diperingatkan bahwa makanan yang disajikan di sana adalah non halal.

Kembali ke pencarian aplikasi Android tadi. Eh, ternyata ada lho aplikasi halal locator di Google Play. Ada beberapa, dan yang mendapatkan rate di atas 4 (skala 5) ada aplikasi Halal dan Sri Lanka Halal Product Finder. Well, coverage-nya memang tak seluruh negara di dunia. Aplikasi yang kedua kusebutkan, dari namanya sudah kelihatan lah ya… dia khusus negara Sri Lanka saja. Aplikasi yang pertama, Halal, ternyata hanya mencakup wilayah Malaysia saja. Tapi itu pas banget dengan yang kubutuhkan.

Aku tidak begitu tahu apakah aplikasi ini ada hubungannya dengan MUI-nya Malaysia atau tidak. Tapi di aplikasi itu ada copyright milik HDC (Halal Industry Development Corporation). Apa itu HDC? Silakan baca penjelasan lengkapnya di sini. Singkatnya sih, HDC ini adalah sebuah lembaga yang didirikan oleh pemerintah Malaysia untuk mendorong perkembangan industri halal di Malaysia. Terkait dengan industri halal ini, Malaysia tampaknya memang menunjukkan keseriusannya sih. Mereka ingin menjadi role model dan bahkan leader di industri halal internasional, salah satunya melalu World Halal Forum.

Ok, balik lagi ke aplikasi tadi. Yang jelas direktorinya memang benar-benar lengkap. Hanya saja aku kurang begitu tahu apakah direktori itu terus diperbaharui ataukah tidak. Melalui aplikasi itu, pengguna bisa melakukan pencarian berdasarkan keyword tertentu, di negara bagian tertentu, dan ukuran perusahaan (UKM kah, sedang kah, atau multinasional).

Ini dia beberapa screenshoot dari aplikasi Halal tersebut.

Screenshoot di atas diambil dari menu Directory. Itu berguna sekali ketika kita mau ngecek apakah suatu produk atau restoran sudah tersertifikasi halal atau tidak. Nah, bagaimana kalau kita ingin mencari daftar restoran halal di dekat kita. Di aplikasi ini ada fitur Nearby. Halal locator lah istilah kerennya.

Sayang aku nggak sempat mengambil screenshoot-nya waktu di Penang kemarin. Baru kuambil saat sudah berada di Bandung ini. Tentu saja nggak muncul hasilnya lah, hihi.

Search nearby

Search nearby

It really works. Aku lumayan terbantukan sewaktu kelaparan mencari rumah makan saat jalan-jalan di Georgetown, Penang, sebulan yang lalu. Sebenarnya konsepnya miriplah sama aplikasi semacam foursquare, toresto, atau aplikasi pencari tempat makan yang lain. Cuma ini lebih spesifik ke produk halal (yang sudah tersertifikasi).

Sayang euy di Indonesia belum ada aplikasi semacam ini. Mungkin masih belum merasa perlu ya kita. Kalau di negara di mana umat muslimnya adalah minoritas, jelas akan sangat diperlukan aplikasi semacam ini. Semoga dari World Halal Forum tadi mampu membuat direktori produk-produk dan restoran halal di seluruh dunia kalau bisa. Dan semuanya itu bisa diakses dari satu aplikasi yang sama, jadi tidak perlu menginstal satu aplikasi tiap satu negara, hehe.