Category Archives: Kereta Api

Sekarang Bisa Pesan Tiket KA Via Internet!

Halaman beranda website PT KAI

Halaman beranda website PT KAI

Tadi siang iseng-iseng buka website PT KAI di http://kereta-api.co.id/. Cukup kaget juga ketika fitur info jadwal KA yang sejak dulu selalu ditaruh di posisi kanan atas situs ternyata sekarang bergandengan dengan kata ‘reservasi’. Di fitur tersebut yang biasanya kita cuma bisa memasukkan opsi tanggal keberangkatan, stasiun asal, dan stasiun tujuan, kini ada tambahan opsi jumlah penumpang dewasa dan anak-anak.

Ya, ternyata sejak 3 Agustus ini PT KAI telah meluncurkan fasilitas internet reservation atau istilah populernya online ticketing. Kabar baik nih bagi pelanggan setia kereta api, terutama yang punya kesibukan tinggi namun punya akses ke internet. Kini mereka tidak perlu susah-susah ke stasiun ataupun agen tiket. Cukup buka internet dari mana saja dan pesan tiket secara online!

Aku sendiri tadi sempat mencoba melakukan pemesanan tiket melalui situs tersebut. Proses reservasi online ini ternyata harus melalui 6 tahap. Pembayarannya dapat dilakukan baik melalui ATM ataupun kartu kredit Visa/Master. Tapi karena aku tidak memesan sungguhan, jadi aku cuma mencoba sampai tahap isi data saja.

Tahapan reservasi online

Tahapan reservasi online

Oh ya, ada sistem session juga lho. Jadi kalau kita melebihi waktu yang disediakan, kita akan di-kick dari proses reservasi yang sedang dijalani, dan harus mengulang dari awal lagi. Ada tambahan lagi, pemesanan online ini ternyata dikenakan charge pelayanan. Charge sebesar Rp7.500,-  dikenakan untuk pembayaran via ATM dan charge sebesar Rp22.500,- dikenakan untuk pembayaran via kartu kredit. Lumayan juga sih charge-nya.

Hmm … karena aku sendiri belum mencoba langsung proses reservasi online ini hingga selesai, jadi aku tak bisa berkomentar lebih lanjut. Selamat mencoba! 🙂

Tiket Promo Kereta Api

Tiket promo kereta api

Tiket promo kereta api

Akhirnya ngerasain juga dapat tiket promo kereta api. Aku dapat 2 tiket promo untuk perjalanan dengan KA Argo Parahyangan Bandung-Jakarta Gambir PP. Lumayan kan, bisa naik kelas eksekutif dengan harga miring (Rp 20.000), lebih murah daripada kelas bisnis (Rp 45.000) dan tentu saja harga eksekutif normal, Rp 80.000. Tapi jadwalnya masih lama sih. Aku pesan buat bulan depan, hehehe.

Kebetulan sekarang PT KAI memang sedang menyediakan tiket promo untuk beberapa perjalanan kereta kelas eksekutif. Setiap perjalanan ada paling tidak 4-10 tiket promo. Untuk mengetahui apakah suatu perjalanan kereta menyediakan tiket promo atau nggak, kita bisa mengecek situs PT KAI di http://kereta-api.co.id. Pilih stasiun asal dan tujuan perjalanan, lalu akan muncul daftar kereta bersama dengan rincian harga tiket per kelasnya. Kalau memang tersedia tiket promo, maka di sana akan tertera harga untuk tiket promo.

Setelah itu, datang ke stasiun dan mengisi formulir pemesanan. Cantumkan di sana bahwa kita ingin tiket promo. Kalau tidak ditulis, kita bisa juga ngomong langsung ke petugas loketnya. Tentu saja selama persediaan tiket promo masih ada. Tapi ingat, tiket ini tidak bisa dibatalkan atau dialihkan.

Mudik Naik KA Kahuripan

Alhamdulillah, sampai juga di Sragen. Perjalanan Padalarang-Sragen dengan KA Kahuripan ini menghabiskan waktu 13 jam. Ya, pada lebaran kali ini aku memang nggak pulang ke Malang dahulu, tapi langsung mudik ke Sragen, tempat kediaman mbah.

Seperti yang sudah kuceritakan di postingan sebelumnya, aku baru mendapatkan tiket balik untuk tanggal 28/8. Dalam perjalanan mudik ini aku pergi sendirian. Kawan-kawan yang biasa bareng denganku naik Kahuripan sudah pada mudik duluan.

Karena sendirian itu, aku nggak bernafsu untuk dapat tempat duduk walaupun sebenarnya mudah. Tinggal berangkat lebih awal ke stasiun (sore hari misalnya) dan langsung mencari kursi yang masih kosong. Tapi duduk sendiri menunggu di dalam kereta tentu membosankan. Oleh karena itu, aku baru berangkat ke stasiun Padalarang saat menjelang Maghrib dengan menumpang KA Baraya Geulis (Rp5.000) dari stasiun Bandung. Perjalanan Bandung-Padalarang kurang lebih sekitar 20 menit.

Suasana stasiun Padalarang saat Maghrib

Suasana stasiun Padalarang saat Maghrib

KA Kahuripan baru berangkat pukul 20.00 dari stasiun Padalarang. Ketika aku sampai di sana sekitar pukul 6 sore lebih, kondisi kereta sudah penuh penumpang. Rasanya nggak ada kursi kosong yang tersisa. Aku pun memutuskan untuk menunggu keberangkatan kereta di peron stasiun sambil menikmati hidangan buka puasa yang kubeli di stasiun.

Sekitar 15 menit menjelang keberangkatan aku baru naik ke dalam kereta. Sebelum masuk pintu kereta, ada petugas polsuska yang memeriksa tiketku. Setelah itu, baru aku boleh naik.

Kondisi di dalam kereta ternyata sudah penuh sesak, terutama di bagian bordes kereta. Entah kenapa orang-orang sangat suka duduk di bordes kereta padahal dekat dengan toilet yang pesing dan menghalangi pintu masuk kereta. Aku sendiri akhirnya memilih berdiri di dekat pintu masuk (tengah) gerbong.

Salah satu tipsku ketika bepergian sendirian naik kereta ekonomi padat penumpang adalah mencari seorang teman yang kira-kira friendly untuk diajak mengobrol, lebih bagus kalau dia sama-sama bepergian seorang sendiri seperti kita atau sepantaran (sebaya). Perjalanan jauh yang memakan waktu seperti ini bisa boring juga kalau nggak ada orang yang diajak bicara. Teman baru kita itu terkadang juga akan membantu kita dalam menjaga barang atau memberikan tempat yang lebih lapang buat kita. Akan tetapi, kewaspadaan harus tetap ada.

By the way, setelah melalui perjalanan mudik kemarin aku jadi sangsi terhadap peraturan “maksimum penumpang sebesar 150% dari kapasitas normal” dapat mencapai tujuan peraturan itu–memanusiawikan penumpang kereta ekonomi. Kenyataan di lapangan, walaupun jumlah penumpang kereta sudah dibatasi, kereta tetap penuh sesak, bahkan lebih sesak dari biasanya–saat bukan lebaran. Bukan berarti aku tidak mendukung peraturan baru itu. Sangat mendukung malah. Kalau tidak dibatasi, bisa-bisa ada penumpang yang berada di dalam toilet, lokomotif, bahkan atap kereta seperti dulu.

Angka 150% itu sepertinya belum mempertimbangkan banyaknya barang yang dibawa oleh penumpang. Saat-saat arus mudik seperti ini dapat dipastikan barang-barang yang dibawa penumpang akan sangat banyak. Selain membawa tas yang berisi pakaian, biasanya mereka juga membawa kardus-kardus yang berisi oleh-oleh untuk keluarga di kampung halaman. Tempat menaruh barang yang tersedia tidak mencukupi. Akhirnya barang-barang ditumpuk di bawah yang ujung-ujungnya memakan tempat penumpang yang tidak kebagian tempat duduk.

Itu sih yang kuhadapi kemarin. Mau duduk saja susah, apalagi mau selonjor. Kaki pun terpaksa membengkak karena kurang aliran darah, hihi. Tiap kali duduk, harus berdiri lagi untuk memberikan jalan bagi pedagang asongan atau penumpang yang mau lewat. Beberapa kali aku mencoba tetap duduk saat ada orang mau lewat dengan harapan dia mengambil langkah tinggi untuk melangkahi kakiku. Tapi yang ada beberapa kali jari kaki ini kena injak, hiks hiks…

Ada yang Baru dengan Sistem Pengangkutan KA Ekonomi

Ada yang berbeda pada sistem pengangkutan penumpang kereta api (KA) ekonomi pada lebaran kali ini, dan mungkin juga berlaku untuk seterusnya. Yakni, adanya kebijakan batasan jumlah penumpang yang boleh diangkut untuk setiap gerbong sebesar 150% dari kapasitas normal.

Lebih jelasnya, ini dia sumber pengumuman peraturan baru tersebut. Poster yang ditempel di stasiun. Maaf fotonya blurry (kurang jelas).

Pengumuman PT KAI

Pengumuman PT KAI

Tampaknya banyak yang belum tahu kebijakan baru PT KAI ini. Banyak penumpang yang kecele dengan datang ke stasiun saat mendekati jam keberangkatan dan ternyata tiket yang dijual sudah habis. Wajar saja, selain karena kuota yang dibatasi, pemesanan tiket juga sudah bisa dilakukan sejak H-7 keberangkatan sehingga sangat kecil kemungkinannya calon penumpang bisa mendapat tiket beberapa saat menjelang keberangkatan. Mereka yang tidak mendapatkan tiket akhirnya terpaksa gagal mudik pada hari itu dan terpaksa kembali ke rumah.

Saya pun juga termasuk yang menjadi korban “gagal mudik” itu. Hari ini (Jumat, 28/8) sebenarnya saya berencana untuk mudik dengan KA Kahuripan jurusan Padalarang-Kediri. Saya sebenarnya tahu akan kebijakan baru tersebut, bahkan sebelumnya juga sudah memesan untuk keberangkatan hari Rabu tanggal 26/8. Tapi karena ada suatu urusan, saya terpaksa membatalkan perjalanan hari itu. Hari ini saya kelewat optimis bisa memperoleh tiket untuk mudik walaupun mepet dengan jam keberangkatan. Ternyata dugaan saya salah. Saya pun terpaksa untuk balik tanggal 28/8 (Minggu) karena tiket yang tersedia baru ada lagi mulai tanggal segitu.

Aturan lain yang juga baru diterapkan lebaran ini — sepanjang pengamatan saya di stasiun Padalarang tadi — adalah adanya pemeriksaan tiket sebelum keberangkatan di dalam kereta. Sejak awal sebelum kereta berangkat, kondektur bersama Polsuska melakukan pemeriksaan tiket penumpang di dalam kereta. Penumpang yang tak bertiket akan diturunkan dari dalam kereta. Begitu pula, calon penumpang yang baru akan naik juga sudah diperiksa oleh petugas di luar kereta. Ternyata cukup banyak juga penumpang tak bertiket yang terjaring dalam proses pemeriksaan itu. Di antaranya adalah seorang ibu-ibu. Beliau menarik perhatian para pengunjung stasiun karena menangis setelah diturunkan petugas dari kereta. Beliau sepertinya menangis gara-gara nggak bisa mudik hari itu karena kehabisan tiket, tapi tetap memaksa naik hingga akhirnya dipaksa turun petugas.

Heboh ibu menangis di stasiun Padalarang

Heboh ibu menangis di stasiun Padalarang

Sepertinya petugas KA memang benar-benar lebih ketat dalam menjalankan aturan daripada biasanya. Pemandangan penumpang yang tak bertiket hanya menyodorkan duit selembar 10 ribuan kepada petugas agar tidak diturunkan pernah secara langsung saya saksikan di atas KA Kahuripan ini. Mudah-mudahan upaya PT KAI untuk meningkatkan pelayanan KA Ekonomi dengan membuat beberapa perubahan sistem pengangkutan ini bisa secara konsisten dilakukan dan petugasnya memang berkomitmen untuk itu.

Pulang Ke Malang Naik Kahuripan

Alhamdulillah Ya Allah… akhirnya sampai juga di rumah orang tua di Malang. Perjalanan panjang selama kurang lebih 25 jam mulai dari keluar rumah kontrakan di Bandung hingga menginjakkan kaki di dalam rumah di Malang telah terlewati juga. Dalam perjalanan pulang kampung ke Malang kali ini aku naik kereta ekonomi KA Kahuripan bersama dengan adik kelasku, Alimin (EL’09). Mumpung ada ‘liburan’ cuti bersama beberapa hari, kesempatan itu aku manfaatkan untuk pulang ke Malang. Di tengah hiruk pikuk kesibukan kuliah, termasuk tugas akhir, aku memang butuh banget suasana yang berbeda.

Kemarin, setelah menyelesaikan beberapa urusan akademik, termasuk pendaftaran semester pendek, aku pun mulai bersiap-siap untuk pulang. Barang-barang, di antaranya berkas-berkas kuliah yang sudah tak terpakai, kukemasi dalam kardus. Aku berangkat meninggalkan rumah kosan pukul 15.15 dan sampai di stasiun Hall sekitar 25 menit kemudian. Mengingat perjalanan pulang kali ini bertepatan dengan ‘liburan’ panjang, aku dan Alimin sudah mengantisipasinya dengan naik KA Kahuripan sejak awal di stasiun Padalarang. Pukul 16.00 kami menaiki KRD Patas menuju stasiun Padalarang dengan ongkos Rp5.000 per orang. Sesampainya di sana kami langsung berjalan masuk ke dalam rangkaian KA Kahuripan yang sudah stand by di jalur 4 stasiun. Benar dugaan kami. Kondisi dalam kereta sudah terisi banyak orang. Padahal jam masih menunjukkan pukul 16.30 atau 3 jam menjelang keberangkatan. Kebanyakan dari mereka ternyata adalah para tentara muda yang akan pulang kampung juga.

Tiga jam menunggu tentu bosan juga. Barangkali itu pula yang dirasakan oleh mas-mas tentara itu. Di tengah-tengah masa penungguan keberangkatan, tiba-tiba ada kelompok pengamen, yang terdiri atas 1 orang pegang gitar, 1 orang biola, dan 1 orang pegang kendang besar. Para mas-mas tentara itu pun tampak sumringah. Bahkan, mereka sampai request 4-5 lagu tambahan. Sang pengamen pun tampaknya juga tidak keberatan. Malahan mereka senang karena mendapatkan penumpang yang antusias dan artinya mereka akan dapat rezeki banyak :).

Tidak hanya request, mas-mas tentara yang jumlahnya ada belasan atau sekitar 20-an itu juga berjoget riang. Penumpang lain pun cuma bisa tersenyum melihat tingkah mas-mas tentara yang menghibur itu. Tampaknya virus Briptu Norman mulai menyebar, hihihi :D.

Mas-mas tentara nyanyi dan joget bareng

Mas-mas tentara nyanyi dan joget bareng

Lumayan juga ya ternyata kehadiran pengamen-pengamen tadi bisa membunuh waktu yang membosankan itu tadi. Selang beberapa saat kemudian suasana kereta sudah benar-benar padat. Bahkan, sudah ada yang nggak dapat tempat duduk. Sekitar pukul 19.30 akhirnya kereta berangkat.

Kondisi padat penumpang ini ternyata tidak berakhir walau kereta sudah berhenti di stasiun Lempuyangan, Purwosari, Solo Jebres, dan Madiun. Selalu saja ada penumpang yang naik lagi walaupun tak seramai saat keberangkatan dari Bandung. Barangkali inilah kali pertama aku naik Kahuripan dengan kondisi penuh hingga stasiun akhir, Kediri. Biasanya paling sampai Jogja, Solo, atau Madiun, kereta sudah longgar banget.

Kahuripan sendiri sampai di Kediri saat pukul 11.30. Lumayan ‘tepat waktu’lah. Selanjutnya, kami meneruskan perjalanan ke Malang dengan menumpang bus Puspa Indah. Tarifnya ternyata masih tetap, Rp17.000 Kediri-Malang. Sampai di terminal Landungsari, Malang, waktu ‘masih’ menunjukkan jam 3 sore lebih sedikit. Aku dan Alimin pun makan bakso dulu di terminal. Habis makan, masih lanjut lagi naik angkot pulang ke rumah. Sampai di rumah tepat pukul 16.30. Total perjalanan pun 25 jam :D.

Datang ke Pernikahan Teman SMA di Kediri

Hari Ahad lalu (24 April 2011) seorang teman sekelasku semasa SMA melangsungkan pernikahan di Kediri. Wah, berarti sudah ada 4 temanku, entah itu teman SD, SMP, SMA, atau kuliah, yang telah menikah. Menariknya, keempat-empatnya adalah perempuan! Mantaplah. Dari keempat pernikahan itu, aku hanya datang ke pernikahan teman yang di Kediri itu. Maklum, 3 teman yang lain itu temanku sewaktu SD dan SMP, jadi aku nggak sampai diundang. Oiya, perkenalkan nama teamanku itu Masyita. Di SMA dulu biasa dipanggil dengan “Kak Syita” oleh teman-teman sekelas.

Sengaja aku datang dari Bandung ke Kediri untuk menghadiri acara pernikahan Kak Syita itu. Ada rasa kangen yang terselip di dalam hati ini untuk bertemu dengan teman-teman semasa SMA dulu. Mumpung ada acara pernikahan Kak Syita ini di mana teman-teman juga akan hadir ke sana, aku putuskan untuk datang ke acara itu walaupun harus jauh-jauh Bandung-Kediri PP dan hanya singgah sebentar saja di Kediri.

Dari Bandung aku menumpang KA Malabar yang berangkat pukul 15.30, pada hari Sabtu, 23 April 2011. Sampai di Kediri tepat saat waktu Subuh masih belum usai, sekitar pukul 5 kurang. Menurut rencana, dari stasiun Kediri aku akan disusul oleh teman-teman Telocor (code name kelasku saat SMA: Team Sewelas IA Limo Kocok Rame-Rame) yang berangkat dari Malang lalu bersama-sama datang ke tempat resepsi pernikahan Kak Syita.

Sambil menunggu teman-teman, aku mengisi waktu dengan menikmati hiruk-pikuk aktivitas orang-orang di stasiun. Tak lupa sebelumnya aku mandi pagi dulu di sana. Sengaja aku membawa bekal handuk, pakaian ganti, serta peralatan mandi untuk bersih-bersih diri di stasiun. Maklum, kalau sampai nggak mandi, tak terbayangkan betapa baunya tubuh ini bekas keringat yang menempel :D. Sehabis mandi, aku sarapan dulu di warung yang berada di depan stasiun. Menu sarapan saat itu adalah nasi pecel. Sudah lama aku tak makan menu tersebut sebab susah sekali mencari menu Jawa Timuran di Bandung ini yang benar-benar memiliki cita rasa masakan Jawa Timur.

Akhirnya yang ditunggu datang juga. Pukul 11 pagi lebih sedikit rombongan teman-teman dari Malang menjemputku di stasiun Kediri. Rombongan teman-teman Telocor terdiri atas 2 mobil, mobil yang satu dikendarai oleh Reza atau yang akrab dipanggil dengan Cimeng, ketua kelas kami saat kelas X, dan yang satunya lagi adalah mobil milik Atina, atau yang akrab dipanggil “bos” saat SMA dulu.

Setelah itu, kami melaju menuju tempat resepsi pernikahan Kak Syita di Desa Kalirong, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri. Banyak sekali undangan yang hadir saat itu yang berasal dari berbagai kota. Sementara itu, di tempat pelaminan pernikahan pasangan mempelai sudah duduk manis menebarkan senyum ke para undangan :).

Aku dan anak-anak Telocor yang lain langsung mengambil tempat yang tersedia. Kebetulan sesaat setelah kami datang acara berikutnya adalah makan-makan :D! Tanpa banyak diminta, kami pun langsung beranjak dari tempat duduk untuk bergabung dengan tamu undangan yang lain untuk mengambil menu yang tersajikan. Alhamdulillah, perut saya siang itu kenyang, hehehe. Jarang-jarang anak kos mendapat kesempatan makan sebanyak ini ^_^.

Selesai acara makan-makan, kami duduk-duduk dulu saling mengbrol satu sama lain sambil menunggu antrian untuk mengucapkan selamat kepada kedua mempelai dan foto bersama. Saat menunggu itu, tiba-tiba piala “Telocor Wedding Award” yang sudah kami persiapkan untuk Kak Syita terjatuh dan patah. Oh ya, sekedar pemberitahuan, piala ini sengaja kami buat bersama sebagai piala bergilir untuk diserahkan kepada warga telocor yang baru saja menikah dan diukir namanya di piala itu. Makanya, begitu piala itu patah, sempat terjadi kepanikan di antara kami. Akhirnya, diputuskan untuk menyambungnya dengan lem alteco yang dibeli di toko dekat tempat resepsi. Hahaha, untung saja.

piala Telocor Wedding Award

piala Telocor Wedding Award

Sampai akhirnya tibalah giliran kami untuk berfoto bersama. Aku diberikan kepercayaan oleh teman-teman sekelas yang lain untuk mewakili kelas dalam menyerahkan piala tersebut kepada pasangan mempelai.

Aku menyerahkan piala

Aku menyerahkan piala

foto bersama Telocor + mempelai

Foto bersama Telocor + mempelai

Selesai foto-foto, kami berpamitan kepada mempelai untuk meninggalkan tempat resepsi. Selanjutnya, kami melaksanakan sholat berjamaah di masjid Desa Kalirong itu kemudian melanjutkan perjalanan untuk kembali ke Malang. Sebelumnya tentu saja, aku diantar dulu ke stasiun Kediri. Aku berpisah dengan teman-teman Telocor di sana. Waktu yang hanya sebentar untuk kami bersama hari itu, tapi benar-benar 3 jam yang berkesan bagiku saat itu. Jauh-jauh dari Bandung ke Kediri bertemu dengan wajah-wajah yang akrab denganku saat SMA dulu, Setidaknya bisa menjadi penghibur bagi diriku yang tengah menjalani masa hectic mahasiswa tingkat akhir, hehehe.

So, who will be the next? 😀