Alhamdulillah Ya Allah… akhirnya sampai juga di rumah orang tua di Malang. Perjalanan panjang selama kurang lebih 25 jam mulai dari keluar rumah kontrakan di Bandung hingga menginjakkan kaki di dalam rumah di Malang telah terlewati juga. Dalam perjalanan pulang kampung ke Malang kali ini aku naik kereta ekonomi KA Kahuripan bersama dengan adik kelasku, Alimin (EL’09). Mumpung ada ‘liburan’ cuti bersama beberapa hari, kesempatan itu aku manfaatkan untuk pulang ke Malang. Di tengah hiruk pikuk kesibukan kuliah, termasuk tugas akhir, aku memang butuh banget suasana yang berbeda.
Kemarin, setelah menyelesaikan beberapa urusan akademik, termasuk pendaftaran semester pendek, aku pun mulai bersiap-siap untuk pulang. Barang-barang, di antaranya berkas-berkas kuliah yang sudah tak terpakai, kukemasi dalam kardus. Aku berangkat meninggalkan rumah kosan pukul 15.15 dan sampai di stasiun Hall sekitar 25 menit kemudian. Mengingat perjalanan pulang kali ini bertepatan dengan ‘liburan’ panjang, aku dan Alimin sudah mengantisipasinya dengan naik KA Kahuripan sejak awal di stasiun Padalarang. Pukul 16.00 kami menaiki KRD Patas menuju stasiun Padalarang dengan ongkos Rp5.000 per orang. Sesampainya di sana kami langsung berjalan masuk ke dalam rangkaian KA Kahuripan yang sudah stand by di jalur 4 stasiun. Benar dugaan kami. Kondisi dalam kereta sudah terisi banyak orang. Padahal jam masih menunjukkan pukul 16.30 atau 3 jam menjelang keberangkatan. Kebanyakan dari mereka ternyata adalah para tentara muda yang akan pulang kampung juga.
Tiga jam menunggu tentu bosan juga. Barangkali itu pula yang dirasakan oleh mas-mas tentara itu. Di tengah-tengah masa penungguan keberangkatan, tiba-tiba ada kelompok pengamen, yang terdiri atas 1 orang pegang gitar, 1 orang biola, dan 1 orang pegang kendang besar. Para mas-mas tentara itu pun tampak sumringah. Bahkan, mereka sampai request 4-5 lagu tambahan. Sang pengamen pun tampaknya juga tidak keberatan. Malahan mereka senang karena mendapatkan penumpang yang antusias dan artinya mereka akan dapat rezeki banyak :).
Tidak hanya request, mas-mas tentara yang jumlahnya ada belasan atau sekitar 20-an itu juga berjoget riang. Penumpang lain pun cuma bisa tersenyum melihat tingkah mas-mas tentara yang menghibur itu. Tampaknya virus Briptu Norman mulai menyebar, hihihi :D.
Lumayan juga ya ternyata kehadiran pengamen-pengamen tadi bisa membunuh waktu yang membosankan itu tadi. Selang beberapa saat kemudian suasana kereta sudah benar-benar padat. Bahkan, sudah ada yang nggak dapat tempat duduk. Sekitar pukul 19.30 akhirnya kereta berangkat.
Kondisi padat penumpang ini ternyata tidak berakhir walau kereta sudah berhenti di stasiun Lempuyangan, Purwosari, Solo Jebres, dan Madiun. Selalu saja ada penumpang yang naik lagi walaupun tak seramai saat keberangkatan dari Bandung. Barangkali inilah kali pertama aku naik Kahuripan dengan kondisi penuh hingga stasiun akhir, Kediri. Biasanya paling sampai Jogja, Solo, atau Madiun, kereta sudah longgar banget.
Kahuripan sendiri sampai di Kediri saat pukul 11.30. Lumayan ‘tepat waktu’lah. Selanjutnya, kami meneruskan perjalanan ke Malang dengan menumpang bus Puspa Indah. Tarifnya ternyata masih tetap, Rp17.000 Kediri-Malang. Sampai di terminal Landungsari, Malang, waktu ‘masih’ menunjukkan jam 3 sore lebih sedikit. Aku dan Alimin pun makan bakso dulu di terminal. Habis makan, masih lanjut lagi naik angkot pulang ke rumah. Sampai di rumah tepat pukul 16.30. Total perjalanan pun 25 jam :D.
wah, kapan lagi ya ke malang rame2 naek kehidupan, murah meriah..
LikeLike
ingat memori 3 tahun lalu di kahuripan juga.. 😀
LikeLike