Category Archives: Renungan

Miss Hometown = Miss Childhood?

When you finally go back to your old hometown, you find it wasn’t the old home you missed but your childhood — Sam Ewing

Well, actually I can’t agree more on that quote. 🙂

Terkadang ketika jenuh dengan kesibukan atau rutinitas sehari-hari di tanah perantauan, terpikir oleh saya untuk pulang ke kampung halaman. Tiba-tiba perasaan rindu itu muncul begitu saja. Well, itu bukan berarti setiap menemui kejenuhan lantas saya beli tiket untuk pulang kampung :D. Menyalurkan hobi membaca, main sepakbola, badminton, lari, pergi ke alam, dan sebagainya bagi saya cukup menjadi media yang efektif untuk mengurangi kejenuhan itu.

Tapi poin saya sesungguhnya bukan itu :P. Ketika pertama kali membaca quote dari Mr. Ewing tadi, saya pun berpikir, “Ah, benar juga ya.”

Setiap kali pulang ke kampung halaman, bayang-bayang masa lalu seringkali muncul di benak saya. Bukan masa lalu yang kelam atau bagaimana ya, hehehe. Maksud saya begini. Ketika melalui sebuah jalanan, tanpa disadari saya bergumam dalam hati, “Ini jalanan yang dulu saya lalui setiap saya ke sekolah.”

Lalu, ketika saya berada di lingkungan rumah, “Di lapangan ini dulu saya biasa main sepakbola sama tetangga-tetangga saya”, “Di rumah ini dulu saya biasa dinasehati oleh orang tua”, dsb.

Ketika lewat sekolah, kampus, atau masjid, “Di sini dulu saya dan kawan-kawan rohis pernah kajian bareng.” Dan seterusnya, seterusnya …

Childhood Memories

Childhood Memories

Well, mungkin bukan maksud hati sengaja untuk mengingat-ingat masa lalu. Namun pikiran-pikiran seperti itu tanpa disadari memang sangat mungkin untuk muncul ke permukaan. Menurut saya, hal tersebut cukup wajar karena sebuah daerah disebut kampung halaman tentu karena ia memiliki  keterikatan historis yang panjang dengan kita, dan menjadi saksi bisu atas masa kecil atau remaja yang kita telah lalui di sana.

Namun, tak selalu yang namanya kerinduan terhadap kampung halaman itu terjadi karena kerinduan akan masa lalu. Kerinduan untuk bertemu dengan keluarga (orang tua), suasana, dan kuliner khas kampung halaman juga bisa menjadi sebab.

Satu hal yang pasti, kita tidak akan pernah bisa menangkap kembali masa childhood  itu. Tapi kita bisa menjadikannya sebagai refleksi atas apa yang telah kita lalui hingga kita berada di tempat kita yang sekarang. Menyegarkan kembali mimpi-mimpi yang pernah kita buat di masa itu, apa tujuan kita di dalam menempuh hidup ini, dsb. Yang dengan itu kemudian ada energi positif yang bisa kita bawa kembali ke tanah perantauan. 🙂

Jika Aku Jatuh Cinta

Sebuah puisi dari Sayyid Qutb. Beliau adalah seorang ilmuwan, sastrawan, dan ahli tafsir dari Mesir yang lahir pada tahun 1906. Sedikit biografinya dapat dibaca di sini.

Puisi ini bisa menjadi semacam muhasabah atau pengingat diri ini ketika sedang jatuh cinta pada seseorang. Karena apa kita mencintai seseorang itu, bagaimana cinta kita kepadanya justru seharusnya membuat kita semakin mencintai Allah, bukan malah semakin melunturkan cinta kita pada-Nya.

Ya Allah, jika aku jatuh cinta,
cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu,
agar bertambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu.

Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta,
jagalah cintaku padanya agar tidak melebihi cintaku pada-Mu

Ya Allah, jika aku jatuh hati,
izinkanlah aku menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut pada-Mu,
agar tidak terjatuh aku dalam jurang cinta semu.

Ya Rabbana, jika aku jatuh hati,
jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling pada hati-Mu.

Rabbul Izzati, jika aku rindu,
rindukanlah aku pada seseorang yang merindui syahid di jalan-Mu.

Ya Allah, jika aku rindu,
jagalah rinduku padanya agar tidak lalai aku merindukan syurga-Mu.

Ya Allah, jika aku menikmati cinta kekasih-Mu,
janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya bermunajat di sepertiga malam terakhirmu.

Ya Allah, jika aku jatuh hati pada kekasih-Mu,
jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang menyeru manusia kepada-Mu.

Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui kekasih-Mu,
jangan biarkan aku melampaui batas sehingga melupakan aku pada cinta hakiki dan rindu abadi hanya kepada-Mu.

Ya Allah Engkau mengetahui bahawa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu,
telah berjumpa pada taat pada-Mu,
telah bersatu dalam dakwah pada-MU,
telah berpadu dalam membela syariat-Mu.

Kukuhkanlah Ya Allah ikatannya.

Kekalkanlah cintanya.

Tunjukilah jalan-jalannya.

Penuhilah hati-hati ini dengan Nur-Mu yang tiada pernah pudar.

Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu.

(Sayyid Qutb)

Sumber:
http://www.eramuslim.com/oase-iman/puisi-sayyid-qutb-ketika-ia-jatuh-cinta.htm

What’s Next?

Tak terasa sekarang sudah memasuki bulan ketiga di tahun 2013. Sudah 24 tahun aku menjalani hidup di dunia ini. Wow, waktu berlalu begitu cepat.

Kadang-kadang aku teringat seorang sahabat yang telah meninggal dunia ketika aku masih berada di SMA, dan juga beberapa teman sekolah lainnya yang lebih dahulu dipanggil oleh-Nya. Karena itu aku selalu bersyukur bahwasannya telah diberikan kesempatan menghirup udara di dunia hingga sejauh ini.

Lalu apa saja yang sudah kuperbuat hingga sejauh ini? What have I been through over the years? Terkadang memang aku suka melihat ke belakang apa yang sudah kulakukan, apa yang sudah tercapai, apa yang belum tercapai, dan apa yang ingin aku capai di masa yang akan datang.

What keeps me going is goals.” Begitulah kata Muhammad Ali, petinju legendaris dari Amerika Serikat. Ya, untuk tetap menjalani hidup dengan penuh ‘semangat’ diperlukan adanya gol-gol yang ‘harus’ kita capai. Jika tak ada gol yang ditargetkan, semua akan berjalan sebagai rutinitas biasa. Dan menurutku gol itu tak harus selalu sesuatu yang besar, tapi hal-hal yang kecil pun juga bisa jadi.

Tak kupungkiri banyak hal yang belum tercapai. Ada cukup banyak pula yang meleset. Terkadang memang ada penyesalan karena tak mungkin mencapainya lagi karena waktu tak mungkin bisa diputar ke belakang. Kalau sudah begitu, memang sudah seharusnya untuk move on. Menyusun lagi gol di masa yang akan datang.

So, what’s next? Keinginan untuk mengambil master (terutama di luar negeri) masih ada. Namun, itu belum menjadi prioritas yang mendesakku. Meningkatkan skill dalam bidang yang sedang aku geluti sambil mengamati peluang beasiswa master yang bisa kuambil dan mencoba menemukan sub bidang di Informatika yang menarik untuk kuajukan sebagai proposal master nantinya.

Di samping itu aku merasa ini sudah saatnya mencari the one. Insya Allah aku mulai berikhtiar untuk itu. Semoga bisa menyegerakan untuk yang satu itu. Bismillah. 🙂

Hujan yang Dinanti Pun Mulai Tiba

Aku tak ingat kapan terakhir kali hujan turun tiba di Bandung. Rasanya sudah lama sekali. Tak hanya Bandung, di berbagai daerah di Indonesia pun juga mengalami hal yang sama. Sungguh kemarau yang cukup panjang.

Jikalau kita mengikuti berita-berita di media massa kita juga akan mendapati bahwa kemarau panjang ini memiliki dua dampak utama yang merugikan, yakni persediaan air yang menipis dan produksi pangan yang menurun. Sungguh beruntung kita yang berada di kota-kota besar ini masih merasakan pasokan air dari PDAM. Namun, keadaan kurang beruntung dirasakan oleh saudara-saudara kita yang berada di daerah.

Di Prambanan, Yogyakarta warga kesulitan air bersih. Di Lebakbarang, Pekalongan malah lebih parah. Akibat debit air sungai yang menyusut, warga di sana tidak dapat menerima pasokan listrik dari pembangkit lisrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di daerah mereka. Dan masih banyak lagi cerita tentang krisis air dan produksi pertanian menurun di negeri ini yang bisa kita temukan di berbagai media massa.

Setelah 3 bulan tak didatangi hujan, pada tanggal 30 Agustus lalu, masyarakat sekitar kawasan Tangkuban Parahu melakukan sholat Istisqo di sekitar kawah Ratu untuk meminta hujan. Subhanallah, keesokan harinya Bandung diguyur hujan. Setelah itu sempat tidak turun hujan lagi selama kurang lebih seminggu. Namun, dalam dua hari terakhir ini alhamdulillah hujan turun lagi.

Di dalam Islam sendiri kita diajarkan untuk selalu mensyukuri hujan yang turun dan berdo’a salah satunya dengan do’a berikut:

اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعً

“Ya Allah, (jadikan hujan ini) hujan yang membawa manfaat (kebaikan).”

Ya, kita selalu berdoa dan mengharapkan hujan yang turun adalah hujan yang membawa kebaikan bukan musibah seperti badai atau banjir. Tapi tentunya kita harus meyakini bahwasannya setiap tetes air hujan itu merupakan rahmat dari Allah dan semua ketetapan akannya merupakan yang terbaik untuk kita.

أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ (68) أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ (69)

“Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya?” (QS. Al Waqi’ah [56] : 68-69)

Adapun ketika turun hujan lebat, kita bisa membaca doa seperti yang dicontohkan oleh Nabi:

اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.”

Subhanallah, itulah indahnya Islam. Untuk urusan hujan pun juga ada tuntunan terhadapnya.

Siapa Ikon Teknologi Kita?

Menarik juga ketika beberapa hari yang lalu di pertemuan kuliah Filsafat Ilmu sempat dibahas mengenai posisi ilmu dalam era kontemporer seperti sekarang ini di mana ilmu tidak lagi sebagai sebuah sarana yang digunakan manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Namun, bahkan ilmu kini digunakan untuk mencapai tujuan hidup itu sendiri.

Ya, ilmu dan teknologi kini telah menjadi primadona yang menempati posisi atas dalam kehidupan manusia. Bahkan suatu negara dipandang sebagai negara maju ketika “peradaban”-nya mampu menghasilkan suatu produk teknologi yang “mutakhir”.

“Peradaban” Finlandia mampu membentuk perusahaan dan produk raksasa bernama Nokia, Perancis dengan Airbus, Amerika dengan Boeing, Apple, Microsoft, dan kini Facebook. Lalu Jepang dengan ToyotaHonda, dan Yamaha, dan Korea Selatan dengan  Samsung dan Hyundai misalnya.


SteveJobs of Apple [1]

(1) SteveJobs of Apple

Tidak hanya perusahaan atau produk raksasa saja, beberapa negara itu juga memiliki tokoh-tokoh teknologi yang menjadi kebanggaan negeri itu dan memberikan inspirasi kepada banyak orang di negeri itu bahkan di belahan negara lain pula. Di antaranya adalah Steve Jobs dengan inovasi-inovasi IT-nya di Apple, Bill Gates yang seorang mahasiswa DO namun mampu menciptakan inovasi IT melalui Microsoft-nya, Linus Trovalds yang merintis Linux. Kalau di Asia ada Soichiro Honda yang merintis pabrikan otomotif Honda  , dan lain-lain yang bisa kita cari infonya di internet.

(2) BJ. Habibie

(2) BJ. Habibie

Hmm … lantas kalau di Indonesia? Hampir semuanya mungkin sepakat bahwa Pak Habibie-lah yang layak disebut bapak teknologi kita. Ketika zamanku masih SD, beberapa teman ketika ditanya ingin jadi seperti siapakah mereka kelak ketika besar, sebagian menjawab: “Aku ingin menjadi seperti Pak Habibie! Biar bisa nyiptain pesawat terbang sendiri.” Seriously, ada temanku yang menjawab seperti itu. Mungkin karena Habibie terkenal ahli di bidang pesawat terbang yang teknologinya dianggap teknologi tinggi.

(3) Pesawat N250

(3) Pesawat N250

Selain itu, mungkin juga karena bangsa kita sedang bangga-bangganya dengan produk pesawat buatan anak bangsa N250 yang peluncuran terbang perdananya dilakukan pada tanggal 10 Agustus 1995. Tanggal tersebut kemudian diabadikan sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional negara kita. Pesawat N250 bukanlah pesawat main-main dengan menjadi yang pertama (dan mungkin satu-satunya kah?) yang menggunakan teknologi ‘Fly by Wire’. Habibie sendiri sebelumnya juga pernah mengemukan sebuah teori  yang dikenal dengan teori crack progression yang telah diakui dunia. Kalau soal itu mungkin anak jurusan teknik penerbangan atau aeronoutika lebih tahulah.

Nah, sekarang apakah generasi muda kita mengenali sosok Habibie ini? Masih adakah yang mengidolakan beliau, ingin mengikuti jejak beliau? Jangan-jangan adik-adik kita ternyata lebih mengenali dan mengidolai artis-artis boyband atau girlband Indonesia yang lagi booming?

Siapakah tokoh teknologi yang bakal menjadi penerus Habibie ini yang bisa dibanggakan oleh negara ini? Yang dapat menginspirasi generasi mudanya untuk membangun bangsa ini? Orang itu adalah Anda, Anda, dan Anda … yak benar, Anda. 😀

(Sumber gambar: 1, 2, 3)

Kekuatan Amal-Doa dan Manajemen Barat

Beberapa hari aku mendengarkan tausiyah pagi di Radio Streaming Eramuslim di sini. Ada satu atau dua buah paragraf mungkin yang disampaikan oleh sang ustadz yang membuatku merenung.

Di “kehidupan modern” ini seringkali manusia tersibukkan oleh urusan dunia. Dan di tengah kesibukan dengan urusan dunia itu seringkali kita sebagai umat Islam terlena, tertipu daya, dan terlupakan pada kekuatan amalan ibadah dan doa.

Kita telah terpengaruh oleh pola manajemen Barat, yang merupakan produk pola pikir kapitalisme, di mana semua hasil dari pekerjaan dipahami secara rasional sebagai serba sebab-akibat. Semakin giat kita bekerja, semakin banyak rezeki yang kita dapatkan.  Begitu mungkin yang ada di pemahaman mereka. Paham Barat yang serba sebab-akibat itu jelas telah nyata mengabaikan faktor Sang Pencipta sebagai penentu, bertentangan dengan Islam yang memahami bahwa semua yang terjadi di dunia ini merupakan atas seizin Allah.

Memang kalau kita lihat, banyak dari mereka penganut manajemen Barat itu yang sukses dalam usahanya. Namun, perlu disadari bahwa itu hanyalah materi saja. Seseorang yang tidak mengimbangi usaha “keduniaan”-nya dengan ibadah kepada Allah, berpeluang kehilangan keberkahan pada rezekinya itu. Selain itu pula, jiwa dan keimanan seseorang itu menjadi kering bahkan hampa.

Hidup di dunia ini hanya perjalanan sementara, bukan tujuan. Oleh karena itu, jangan sampai kita tersilaukan dan takjub pada nikmat dunia ini. Sedih juga ketika kita misalnya menunda sholat karena menganggap pekerjaan kita lebih penting untuk diselesaikan terlebih dahulu, jumlah shodaqoh masih setaraf kertas bergambar orang bawa golok dan bukannya kertas bergambar orang berpeci padahal di sisi lain kita tak segan membelanjakan harta kita untuk jalan-jalan atau keperluan lain.

Yah … ini merupakan sebuah tulisan yang dibuat dari hasil mendengarkan siaran radio Eramuslim itu ditambah dengan sedikit sindiran, renungan, dan muhasabah untuk pribadi agar jangan sampai pribadi ini terjerembab dalam kesibukan dan tipu daya dunia.

ABK Inklusi

Pagi ini sekitar pukul 6 pagi salah satu teman yang juga tetanggaku berkunjung main ke rumah ketika aku tengah menyapu teras depan rumah (di Malang). Temanku ini masih kelas 1 SMK. Dia cowok. Ketika itu dia tengah bersepeda pagi dan kemudian mampir ke rumahku.

Kami pun mengobrol sambil duduk-duduk di kursi teras rumah. Dalam obrolan itu kami sedikit menyelipkan candaan dan dia juga sedikit mengerjaiku. Kemudian aku pun berkata, “Iya, iya, kamu kan emang pinter.”

Aku cukup terkejut ketika dia membalasnya dengan berkata, “Hei mas, sepinter-pintere aku, sek pinter sampeyan. Saya ini kan ABK inklusi, sementara mas anak reguler.”

Jujur, aku baru mendengar istilah “ABK inklusi” saat itu. Mungkin aku pernah mendengar atau membaca sebelumnya, tapi aku tak ingat. Begitu dia pulang, aku pun googling tentang apa yang dimaksud ABK inklusi itu. Aku pun menemukan artikel yang menyebutkan klasifikasi ABK itu di sini.

Jadi ceritanya, dia sempat mengatakan padaku bahwa dia termasuk ABK inklusi kategori hiperaktif. Dia juga mengatakan karena hal itu dia menjadi sangat lemah dalam pelajaran di sekolah, khususnya pelajaran yang ada berhitungnya. Akan tetapi, dia menambahkan, untuk pelajaran agama dan seni, khususnya musik, dia lumayan bagus.

Mungkin dia memang termasuk golongan ABK inklusi, tapi dari pengamatanku dia bersosial sangat baik dengan semua orang di kompleks tempat tinggalku. Dia juga rajin sholat 5 waktu di masjid kompleks, bahkan sering menjadi muadzin. Aku pun mengatakan padanya, “Dik, di mata Alloh ini, semua orang sama. Yang membedakan cuma derajat ketaqwaannya. Mungkin orang lain termasuk kategori reguler, tapi belum tentu mereka lebih baik dari mereka yang ABK inklusi. Kamu rajin sholat di masjid dan suka adzan lagi, itu bagus.”

Yah, aku cuma ingin dia nggak merasa minder saja. Tiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Seseorang dibilang pinter bukan dilihat dari akademis saja.

Selama ini aku tak pernah melihat dia sebagai seorang ABK inlusi atau apalah istilahnya. Aku cuma menyadarinya sebagai sosok pribadi yang unik. Tak sungkan-sungkan untuk bersosialisasi dengan semua orang, termasuk dengan bapak-bapak atau ibu-ibu. Dia juga sangat humoris, dan tak jarang aku tertawa karenanya.