Monthly Archives: February 2013

Catatan Perjalanan Semarang-Dieng-Yogya (Bagian 4-Tamat): Dari Pantai ke Lawang Sewu

Hari 4: Selasa, 25 Desember 2012

Subuh-subuh kami semua sudah bangun dari tidur. Kami sengaja bangun lebih pagi agar bisa mengejar sunrise di Pantai Parangtritis. Setelah sholat subuh, kami semua langsung cabut menuju Pantai Parangtritis dengan mengendarai motor sewaan. Jalanan sangat lengang pagi itu. Maklum, matahari saja belum menampakkan batang hidungnya.

Kurang lebih 40 menit perjalanan kami tempuh menuju Pantai Parangtritis. Jam masih menunjukkan sekitar pukul setengah 6 pagi. Walaupun demikian, suasana pantai sudah cukup ramai. Sepertinya ada rombongan anak sekolahan juga yang berkunjung ke pantai ini. Terlihat dari kaos seragam yang mereka kenakan. Selain orang-orang yang bermain ombak di pantai, ada juga orang-orang yang mengendarai ATV yang memang disewakan di sana.

Sunrise di Parangtritis

Sunrise di Parangtritis

Perlahan sinar matahari berangsur-angsur menerangi pantai selatan Bantul, DIY, ini. Pantai Parangtritis bukanlah pantai yang the best untuk menyaksikan sunriseArah datangnya sinar matahari di sana terhalang oleh tingginya tebing yang membentang di sisi timur pantai. Mungkin lain cerita dengan sunset. Sisi barat pantai terbentang luas tanpa penghalang. Walau demikian, tetap saja fenomena sunrise selalu memiliki pesonanya tersendiri.

Anak-anak bermain ombak

Anak-anak bermain ombak

Kios oleh-oleh di Parangtritis

Kios oleh-oleh di Parangtritis

Selama kurang lebih satu setengah jam kami bermain-main ombak di pinggir pantai ini. Ombak di Parangtritis ini memang terkenal cukup ganas. Kalau tidak hati-hati, apalagi berada hingga jauh dari bibir pantai, bisa-bisa tertarik ombak ke laut.

Kira-kira pukul setengah 8 lah kami mentas dari main air. Setelahnya, kami bersih-bersih diri. Sebelum pulang ke rumah, kami jalan-jalan sebentar menyusuri pantai dari ujung ke ujung.

Perjalanan pulang ke rumah dari Parangtritis ini terbilang cukup lancar. Yang ramai memang yang ke arah Parangtritisnya. Terlihat dari mulai berdatangannya bus-bus pariwisata.

Sempat ada musibah ketika motor yang dikendarai Rizky berboncengan dengan Kamal mengalami kebocoran di daerah Bantul sana. Kami berempat yang terlebih dahulu sampai di rumah harus menunggu mereka terlebih dahulu.

Sekitar pukul 10 pagi kami semua cabut dari rumah dan berpamitan kepada tanteku untuk melanjutkan perjalanan ke Semarang. Tentu saja sebelumnya motor-motor ini kami kembalikan ke tempat rental.

Alhamdulillah kami masih sempat mengejar keberangkatan bus patas Ramayana ke Semarang yang dijadwalkan berangkat pukul 11.00 dari terminal Jombor. Alhamdulillah juga masih ada kursi yang tersedia untuk 6 orang.

Perjalanan Jogja-Semarang ini kurang lebih menempuh waktu sekitar 3 jam lebih sedikitlah. Kami turun persis di depan restoran “Soto Ayam dan Ayam Goreng Bangkong”, menjelang jalan tol — Banyumanik kalau nggak salah namanya.

Neo dan Luthfi pamitan untuk langsung cabut lagi menuju Stasiun Tawang karena mengejar keberangkatan kereta ke Jakarta pukul 4 sore. Sementara itu, tinggal kami berempat: aku, Kamal, Rizky, dan Khairul yang tak tahu mau lanjut ke mana.

Karena perut yang sudah keroncongan, akibat belum makan sejak terakhir kemarin malam, kami pun memutuskan untuk mampir makan siang dulu di rumah makan Soto Bangkong itu.

Ya, harus kubilang aku memang jatuh cinta pada Soto Semarang. Soto di rumah makan ini juga terbilang enak menurutku. Harganya juga tidak terlalu “mengejutkan”. Di rumah makan itu kami sekalian menumpang untuk sholat dhuhur dijama’ dengan ashar.

Sekitar pukul setengah 4 kami meninggalkan restoran. Tujuan berikutnya adalah Tugu Muda. Kami dua kali berganti kendaraan umum untuk sampai ke Tugu Muda itu. Di seberang jalan tempat kami turun sudah terlihat Continue reading

Advertisement

Catatan Perjalanan Semarang-Dieng-Yogya (Bagian 3): Dari Dieng ke Kraton

Hari 3: Senin, 24 Desember 2012

Aku tiba-tiba terbangun dari tidur karena mendengar kaset lantunan ayat suci Al-Qur’an dari masjid yang memang berada persis di depan penginapan kami. Jam menunjukkan pukul 3.45. Aku langsung membangunkan anak-anak yang lain. Ya, rencananya kami memang ingin melihat sunrise pagi itu. Bukan di sikunir, tapi di sebuah bukit — aku lupa namanya — yang lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat kami menginap.

Rencananya kami akan dipandu oleh guide dari penginapan ini. Tapi penginapan tampak sepi. Sepertinya orang-orang masih terlelap, termasuk mas yang akan menjadi pemandu kami.

Akhirnya, seusai melaksanakan sholat Subuh, kami putuskan untuk berjalan saja sendiri tanpa ada pemandu dengan berbekal GPS. Setelah kurang lebih satu jam berjalan kaki, kami akhirnya sampai ke suatu lembah di mana tak ada terusan jalan lagi.

Akhirnya kelihatan matahari

Akhirnya kelihatan matahari

Kami pun sadar bahwa kami telah salah jalan. Mau balik, lagi tidak mungkin. Kami pun menikmati alam yang ada saja di hadapan kami. Dari tempat kami ini, matahari tidak dapat terlihat karena terhalang oleh bukit di hadapan kami. Harus menunggu matahari berada di posisi yang agak tinggi baru bisa terlihat.

Ya sudah, kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke penginapan. Namun, lagi-lagi seperti kemarin, karena kurang kerjaan, aku ‘menuntun’ jalan anak-anak dengan melalui ladang kentang penduduk. Sempat khawatir ditegur warga sih seperti pengalaman di Desa Cemoro Lawang, Bromo, kemarin, hehehe.

Melewati ladang kentang

Melewati ladang kentang

Niatnya sih, kami bisa berjalan melewati ladang-ladang itu untuk sampai di Telaga Warna. Sial, ternyata ada pagar kayu yang membatasi akses ke sana dari ladang. Terpaksa kita mencari jalan lagi ke jalan utama.

Kami pun akhirnya kembali lagi ke jalan yang kami lalui sebelumnya. Kami menyempatkan berfoto-foto dahulu di Dieng Plateau Theater (DPT). Oh ya, di depan DPT itu terdapat situs  geotermal milik Pertamina. Tidak hanya di depan DPT ini saja ternyata. Di beberapa tempat lain di Dieng ini juga. Sepertinya Dieng memang Continue reading

Catatan Perjalanan Semarang-Dieng-Yogya (Bagian 2): Dieng Plateau

Hari 2: Minggu, 23 Desember 2012

Subuh-subuh kami semua sudah bangun. Kami bergantian untuk menunaikan sholat Subuh dan juga mandi.

Ketika pagi datang, kami semua keluar untuk sarapan Soto Semarang di sebuah rumah makan di dekat rumah Dhana. Rasanya ini pertama kalinya aku makan soto Semarang. Enak bangeetttternyata. Maknyus. Soto Semarang disajikan secara khas dengan mangkuk kecil dan ada sate-satean (telur puyuh, ayam) dan perkedel yang juga bisa kita pilih untuk menambah nikmatnya makan kita.

Sekitar pukul 8 pagi kami berpamitan kepada Dhana dan keluarganya untuk melanjutkan pengembaraan alias mbolang kami ke Dieng. Ya, setelah berdiskusi, jadinya kami memang berencana akan pergi ke Dieng dan Yogya saja, dengan Dieng sebagai tujuan pertama kami.

Di dalam bus ke Dieng

Di dalam bus ke Dieng

Kami menyegat bus di daerah Banyumanik, Semarang. Kami menumpang bus tujuan Purwokerto via Wonosobo. Ongkos bus hingga Semarang-Wonosoboadalah 25 ribu per orang. Perjalanan ini memakan waktu sekitar 3,5 jam.

Setelah turun di Wonosobo, kami berganti menumpang mikro-bus Wonosobo-Dieng. Ongkosnya adalah 8.000 per orang. Perjalanan ke Dieng ini memakan waktu sekitar sejam. Di tengah jalan sempat hujan deras. Beruntung ketika kami tiba di Dieng, hujan sudah reda.

Kami pun mulai menyusuri jalan sambil mencari wisma atau motel untuk menginap. Btw, aku cukup terkejut di Dieng ini aku tak menemui para “calo” yang biasanya berkeliaran di kawasan villa atau tempat rekreasi pada umumnya menawarkan tempat menginap. Di Puncak, Songgoriti-Batu, dan Bromo, calo-calo itu hampir selalu kita temui.

Di depan penginapan

Di depan penginapan

Akhirnya kami pun menemukan satu wisma yang cukup murah dan sedang kosong dua kamar, yakni wisma “ASRI”. Tarif per kamarnya 75 ribu. Sepertinya itu harga ketika peak seasonnya. Kebetulan memang waktu itu sedang long weekend. Satu kamar kami isi bertiga.

Sore harinya kami keluar cari makan. Ya, nggak terasa dari pagi kami belum makan dan tanpa sadar perut sudah meronta-ronta. Kami makan di sebuah rumah makan di dekat kantor kecamatan Dieng yang juga bersebelahan dengan ‘terminal’.

Sehabis makan, kami jalan-jalan ke kompleks Candi Arjuna yang memang menjadi ikon Dieng itu. Tiket masuk 10 ribu per orang. Entah karena memang sudah terlalu sore atau Continue reading

Catatan Perjalanan Semarang-Dieng-Yogya (Bagian 1): Karimunjawa Failed

Hari 1: Sabtu, 22 Desember 2012

Ini adalah cerita liburan Natal bulan Desember 2012 kemarin. Kebetulan ada libur panjang mulai hari Sabtu hingga Selasa, tanggal 22-25. Pesertanya adalah aku, Neo, Luthfi, Khairul, Kamal, dan Rizky.

Niat awalnya sih mau ke Karimunjawa. Jadilah sebulan sebelum hari H, kami semua membeli tiket kereta menuju Semarang. Tapi karena kami berasumsi tiket kapal dari Semarang ke Karimunjawa bisa dibeli secara go show seperti halnya kapal ke Pulau Tidung yang kami tahu. Tapi, eh sesampainya di pelabuhan Tanjung Mas Semarang, kami baru tahu kalau penjualan tiket kapal Kartini Semarang-Karimunjawa PP ini dipegang oleh satu manajemen yang untuk pembeliannya harus booking dulu supaya tidak kehabisan. Dan saat itu juga kami diberi tahu bahwa tiket kapal sudah habis.

Alternatifnya sebenarnya bisa menumpang kapal yang berangkat dari Jepara. Tapi baca-baca di internet, jadwal keberangkatan ke Karimunjawa paling akhir pukul 10.30. Waktu ketika itu menunjukkan pukul 7.30. Masih ada waktu berarti. Kami pun mencoba menelepon contact person KM Muria. Sayang, ternyata kapal hari itu semuanya telah penuh.

KM Kartini

KM Kartini

Kami pun memutuskan untuk menunggu KM Kartini hingga berangkat. Berharap ada sejumlah orang yang membatalkan perjalanannya. Pada kenyataannya memang ada sejumlah orang yang membatalkan perjalanannya. Namun tiket ‘buangan’ itu diberikan pada sebuah keluarga yang menempati urutan pertama dalam waiting list. Jadilah, rencana kami ke Karimunjawa batal.

Menunggu Ketidakpastian

Menunggu Ketidakpastian

Namun, ketika kami berjalan di dermaga, kami berjumpa salah seorang petugas pelabuhan dan menceritakan apa yang sedang kami alami saat itu. Apabila masih ingin ke Karimunjawa, beliau menyarankan untuk menumpang kapal sayur yang akan berangkat subuh esok hari. Kata beliau ongkosnya biasanya seikhlasnya saja.

“Wah, kesempatan baik nih.” kata kami.

Kami pun berencana untuk mengambil kesempatan itu. Namun, petugas kapal sayur itu baru akan tiba petang hari nanti untuk mendata calon penumpang.

Sembari menunggu hingga petang hari, kami hendak Continue reading

The IF’07 2nd Wedding

Selamat buat Jiwo & Ike yang telah melangsungkan pernikahan hari Ini. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, ma waddah, wa rahmah.

image

Dengan demikian pernikahan ini menjadi pernikahan kedua di keluarga besar Informatika angkatan 2007. Sebelumnya yang pertama adalah Pasca bulan Desember kemarin. Sayang ketika itu aku tak bisa hadir Karena bentrok dengan acara nikahan saudara sepupuku. Pernikahan Jiwo ini walaupun dilangsungkan di Madiun yang jauh dari Bandung dan Jakarta, tapi alhamdulillah ada 17 orang IF’07 yang menyempatkan hadir di sana. Selepas acara nikahan, kami semua jalan-jalan ke Telaga Sarangan di Magetan.