Category Archives: Jogjakarta

Jalan-jalan di sekitaran Jogjakarta

Coast To Coast Night Trail Ultra 2020

Lari 50K di Coast to Coast Night Trail Ultra 2020

Untuk pertama kali saya mengikuti ajang lari ultra marathon sejauh 50 km di Coast to Coast (CTC) Night Trail Ultra 2020. Istilah ultra marathon sendiri merujuk pada ajang lari dengan jarak melebihi jarak marathon ‘normal’ sejauh 42,195 km. Umumnya ultra marathon ini memiliki jarak sejauh 50 km ke atas.

CTC ini diadakan oleh komunitas Trail Runners Yogyakarta (TRY) dan telah memasuki penyelenggaraan kelima. Ada 5 kategori yang diperlombakan pada penyelenggaraan tahun ini, yakni 100 km, 70 km, 50 km, 25 km, dan 13 km.

Kategori 50 km yang saya ikuti mengambil start pada pukul 00.00 pada hari Minggu, 16 Februari 2020. Race village CTC Ultra 2020 ini bertempat di Pantai Depok, tepatnya di depan Warung Makan Narotama. Race Pack Collection hari terakhir, start, dan finish lomba semua bertempat di sana.

Race Pack Collection

Pada hari Sabtu, 15 Februari saya tiba di Pantai Depok sekitar pukul 17.15 untuk mengambil race pack. Agak mepet dengan batas waktu Race Pack Collection, yakni pukul 18.00. Tapi saya memang sengaja datang mepet agar tidak menunggu terlalu lama dengan waktu start tengah malamnya.

Race village tempat pengambilan race pack
Race village tempat pengambilan race pack

Saya ke Pantai Depok ini dengan mengendarai sepeda motor yang saya pinjam dari saudara saya yang tinggal di Yogyakarta. Untuk alternatif kendaraan, panitia sendiri sebenarnya juga menyediakan shuttle bus dari tengah kota Yogyakarta menuju Pantai Depok.

Saat pengambilan race pack, semua mandatory gear yang dipersyaratkan dicek oleh panitia satu per satu. Kita juga diminta untuk mengumpulkan waiver dan surat keterangan sehat oleh dokter.

Menunggu Start

Ambil race pack, done. Setelah itu saya harus menunggu sekitar 6,5 jam hingga waktu start 50 km dimulai.

Agak bingung juga mau killing time bagaimana. Sebetulnya saya berharap bisa tidur malam itu sebelum race. Tapi tidak tahu bisa tidur di mana.

Tak terasa maghrib sudah tiba. Saya singgah ke Masjid Nurul Bihaar yang berada di pojok area parkir tempat wisata Pantai Depok ini untuk sholat berjamaah.

Masjid Nurul Bihaar di Pantai Depok
Masjid Nurul Bihaar di Pantai Depok

Usai sholat maghrib saya makan malam di salah satu warung yang banyak tersebar di Pantai Depok ini. Di sana saya berjumpa dengan 3 pelari lain. Masing-masing mengikuti kategori 70K, 50K, dan 25K. Kami berkenalan dan bercengkerama sambil menikmati makan malam.

Continue reading
Advertisement

Lari Marathon di Borobudur Marathon 2019 (Part 2/2)

Minggu, 17 November 2019

Pagi itu usai sholat subuh, saya memesan ojek online ke Candi Borobudur. Ketika itu waktu menunjukkan sekitar jam 4.15. Start lari saya adalah pukul 5 pagi tepat.

Jarak dari penginapan menuju pintu gerbang Candi Borobudur sebetulnya tidak terlalu jauh. Yakni, sekitar 1,3 km. Tapi karena mengingat waktunya sudah cukup mepet dan ingin hemat tenaga juga, saya ke sana naik ojek online saja.

Untungnya akses jalan dari penginapan ke kompleks Candi Borobudur tidak macet. Padahal kata pengemudi ojek yang mengantarkan saya, akses jalan melalui Jl. Balaputradewa dan Jl. Pramudyawardhani cukup macet. Mungkin karena banyaknya peserta yang berangkat melalui jalan tersebut.

Dari pintu gerbang saya masih harus berjalan lagi sekitar 800 meter ke Taman Lumbini, tempat race central Borobudur Marathon. Start akan dilakukan di sana juga.

Menjelang Start

Posisi start peserta dibagi menjadi beberapa kategori sesuai dengan target waktu finish yang kita masukkan saat pendaftaran. Tiap peserta akan mendapatkan gelang yang menandakan ia termasuk dalam kategori mana. Official membantu mengarahkan tiap peserta agar masuk ke posisi start sesuai kategorinya.

Saya memasukkan target finish di atas 4,5 jam. Itu adalah kelompok kategori waktu finish terlama yang disediakan oleh panitia. Kategori yang lain memiliki target finish kurang dari itu.

Continue reading
Selamat Datang di Pantai Drini

Main ke Pantai Drini

Masih seputar objek wisata di Jogjakarta. Jadi ceritanya, seusai cave tubing di Goa Pindul, aku dan teman-teman kantor beranjak ke arah selatan Kabupaten Gunungkidul. Tujuan kami adalah pantai-pantai cantik yang berderet-deret di selatan Gunungkidul itu. Yup, sebagai kawasan yang berbatasan langsung dengan laut selatan, Kabupaten Gunungkidul memang mempunyai obyek wisata pantai yang melimpah.

Jarak sekitar 32 km kami tempuh dalam waktu kurang lebih 45 menit dengan mobil. Tiket masuk dihitung Rp10.000 per orang. Tiket tersebut sudah mencakup seluruh pantai di kawasan tersebut, meliputi Pantai Baron, Pantai Kukup, Pantai Drini, Pantai Krakal, Pantai Sundak, Pantai Indrayanti, dst. Jarak antar pantai tersebut memang terbilang dekat bila ditempuh dengan kendaraan. Waktu sehari jelas tak akan cukup untuk menjelajahi dan menikmati seluruh pantai tersebut.

Tujuan pertama kami adalah Pantai Indrayanti. Nama “resmi” Pantai Indrayanti ini sebenarnya adalah Pantai Pulang Syawal. Namun nama Indrayanti jauh lebih populer dan lebih sering disebut daripada Pulang Syawal.

Siang menjelang sore itu Pantai Indrayanti cukup ramai. Padahal hari itu adalah hari Senin dan buka musim liburan. Ternyata ada rombongan bus besar yang sedang berwisata ke sana. Kami pun beranjak pindah ke pantai lainnya.

Secara random bagaimana ceritanya tiba-tiba kami memilih Pantai Drini. Mungkin karena ada baliho yang menampilkan kecantikan Pantai Drini di dekat-dekat situ.

Selamat Datang di Pantai Drini

Selamat Datang di Pantai Drini

Beruntung sekali kami sore itu ternyata Pantai Drini ini tengah sepi. Hanya segelintir orang saja yang berwisata ke sana. Kebanyakan malah penduduk lokal yang sedang memanen rumput-rumput laut yang berada di antara karang-karang di pinggir pantai ini. Sore itu air laut sepertinya memang tengah surut. Karang-karang pantai pun menyembul ke permukaan.

Di sepanjang bibir Pantai Drini ini memang terbentang bebatuan karang datar. Di sana terdapat beberapa biota laut yang menarik untuk dilihat. Namun, bermain-main di karang-karang laut itu kita perlu hati-hati. Jangan sampai kita menginjak bulu babi yang banyak bermukim di sana.

Di Pantai Drini ini juga terdapat dua bukit, masing-masing di sisi kanan dan kirinya. Sayang aku hanya sempat berkunjung ke bukit di sisi kanan (sebelah barat) saja. Sore itu hujan terburu turun. View dari atas bukit ini sangat indah. Harus dicoba! Sayang cuacanya waktu aku ke sana sudah mendung. Langit sudah agak gelap. Di balik bukit karang itu juga terdapat area pantai yang lebih lebar dan sepi. Kami sempat bermain-main di sana.

Sembari menunggu hujan, kami berteduh di salah satu gazebo. Kami membeli kelapa muda di salah satu warung milik warga yang berada di dekat gazebo itu. Alhamdulillah, pas ketika kami selesai minum air kelapa muda, tak lama kemudian hujan pun mulai reda. Setelah itu, kami ambil foto bersama beberapa kali di Pantai Drini ini kemudian kembali ke mobil dan balik ke Kota Yogya.

Foto bersama sebelum pulang

Foto bersama sebelum pulang

Cave Tubing di Goa Pindul

Senin lalu (17/3) aku bersama teman-teman kantor berlibur ke Jogja. Salah satu objek wisata yang kami tuju adalah Goa Pindul. Goa Pindul berlokasi di Desa Bejiharjo, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Untuk mendapatkan lokasi yang lebih akurat lagi, bisa menggunakan GPS dengan memasukkan titik koordinat -7.928505,110.647902.

Sehari sebelum ke sana aku mencoba menghubungi salah satu contact number pengelola (atau agen?) wisata Goa Pindul ini sesuai yang tertera di website goapindul.com via SMS. Aku juga sempat menginvitasi BBM-nya. Namun, respon SMS-nya ternyata lebih cepat. Aku bertanya bagaimana mekanisme untuk reservasinya dan dibalas untuk datang saja langsung ke lokasi besoknya tidak perlu melakukan reservasi.

Sepertinya memang lagi low season jadi tidak masalah untuk tidak reservasi. Namun, apabila pengunjungnya sangat ramai, sang contact person bilang bahwa rombongan kami akan mendapatkan prioritas. Yang jelas aku sempat bertukar SMS beberapa kali. Contact number yang tertera di website tersebut cukup responsif menjawab pertanyaanku.

Berangkat ke Goa Pindul

Hari Senin-nya kami berangkat dari hotel kami yang berada di Jalan Pasar Kembang, Yogya, menuju Desa Bejiharjo pukul 9 pagi. Kami mengendarai mobil menuju ke sana. Kami mengambil rute Yogyakarta – Jalan Raya Wonosari – Piyungan – Bukit Patuk – Hutan Bunder – Jalan Raya Wonosari (Patuk-Playen).

Ketika tengah berada di Bukit Patuk tiba-tiba aku ditelepon oleh contact number yang sehari sebelumnya kuhubungi. Beliau menanyakan posisi kami sudah sampai di mana. Beliau mengatakan bahwa perwakilan mereka nanti akan menunggu di SPBU pertama yang berjarak 500 meter dari tulisan “Selamat Datang di Kota Wonosari”. Perwakilan itu yang akan memandu kita untuk jalan menuju Desa Bejiharjo-nya.

Mereka merasa harus jemput bola agar kami tidak kena calo. Di sepanjang Jalan Raya Wonosari menuju Goa Pindul ini banyak sekali tempat yang memasang baliho semacam “Pusat Informasi Goa Pindul”, “Goa Pindul Lewat Sini”, dll. Yang jelas itu bukan resmi dari pengelola Goa Pindul-nya.

Tiba di sekretariat objek wisata Goa Pindul

Kami tiba di sekretariat objek wisata Goa Pindul setelah menempuh perjalanan +- 43 km selama kurang lebih 1,5 jam. Sesampainya di sana kami langsung berganti pakaian untuk basah-basahan. Setelah itu kami berkumpul di sekretariat.

Sekretariat objek wisata Goa Pindul

Sekretariat objek wisata Goa Pindul

Pilihan paket wisata

Pilihan paket wisata

Di sana kami mendapatkan penjelasan oleh perwakilan pengelola mengenai paket-paket wisata apa saja yang ada di sini. Yup, selain Cave Tubing Goa Pindul, masih ada dua paket wisata lain yang disediakan, yakni River Tubing Kali Oyo dan Caving Goa Gelatik. Tiap paketnya memiliki harga yang berbeda. Kami memilih Cave Tubing Goa Pindul karena memang sejak awal ingin menjajal cave tubing di sana. Kami mendapatkan pengarahan mengenai aktivitas cave tubing di Goa Pindul ini.

Setelah selesai pengarahan, kami menuju tempat registrasi. Rombongan kami berjumlah 10 orang plus 1 balita berusia 3 bulan. Sebenarnya ada 1 orang lagi, tapi beliau tidak ikut karena sedang hamil. Sebenarnya wanita hamil aman-aman saja kata mas pemandunya. Sebelumnya ada yang sudah pernah juga. Kami membayar biaya Rp 30 ribu/orang. Balita tidak ikut dihitung. Kalau kita sempat perhatikan, di website tertulis biaya Rp 35 ribu/orang. Itu adalah biaya jika kita mendaftar melalui calo. Dan faktanya Continue reading

Catatan Perjalanan Semarang-Dieng-Yogya (Bagian 4-Tamat): Dari Pantai ke Lawang Sewu

Hari 4: Selasa, 25 Desember 2012

Subuh-subuh kami semua sudah bangun dari tidur. Kami sengaja bangun lebih pagi agar bisa mengejar sunrise di Pantai Parangtritis. Setelah sholat subuh, kami semua langsung cabut menuju Pantai Parangtritis dengan mengendarai motor sewaan. Jalanan sangat lengang pagi itu. Maklum, matahari saja belum menampakkan batang hidungnya.

Kurang lebih 40 menit perjalanan kami tempuh menuju Pantai Parangtritis. Jam masih menunjukkan sekitar pukul setengah 6 pagi. Walaupun demikian, suasana pantai sudah cukup ramai. Sepertinya ada rombongan anak sekolahan juga yang berkunjung ke pantai ini. Terlihat dari kaos seragam yang mereka kenakan. Selain orang-orang yang bermain ombak di pantai, ada juga orang-orang yang mengendarai ATV yang memang disewakan di sana.

Sunrise di Parangtritis

Sunrise di Parangtritis

Perlahan sinar matahari berangsur-angsur menerangi pantai selatan Bantul, DIY, ini. Pantai Parangtritis bukanlah pantai yang the best untuk menyaksikan sunriseArah datangnya sinar matahari di sana terhalang oleh tingginya tebing yang membentang di sisi timur pantai. Mungkin lain cerita dengan sunset. Sisi barat pantai terbentang luas tanpa penghalang. Walau demikian, tetap saja fenomena sunrise selalu memiliki pesonanya tersendiri.

Anak-anak bermain ombak

Anak-anak bermain ombak

Kios oleh-oleh di Parangtritis

Kios oleh-oleh di Parangtritis

Selama kurang lebih satu setengah jam kami bermain-main ombak di pinggir pantai ini. Ombak di Parangtritis ini memang terkenal cukup ganas. Kalau tidak hati-hati, apalagi berada hingga jauh dari bibir pantai, bisa-bisa tertarik ombak ke laut.

Kira-kira pukul setengah 8 lah kami mentas dari main air. Setelahnya, kami bersih-bersih diri. Sebelum pulang ke rumah, kami jalan-jalan sebentar menyusuri pantai dari ujung ke ujung.

Perjalanan pulang ke rumah dari Parangtritis ini terbilang cukup lancar. Yang ramai memang yang ke arah Parangtritisnya. Terlihat dari mulai berdatangannya bus-bus pariwisata.

Sempat ada musibah ketika motor yang dikendarai Rizky berboncengan dengan Kamal mengalami kebocoran di daerah Bantul sana. Kami berempat yang terlebih dahulu sampai di rumah harus menunggu mereka terlebih dahulu.

Sekitar pukul 10 pagi kami semua cabut dari rumah dan berpamitan kepada tanteku untuk melanjutkan perjalanan ke Semarang. Tentu saja sebelumnya motor-motor ini kami kembalikan ke tempat rental.

Alhamdulillah kami masih sempat mengejar keberangkatan bus patas Ramayana ke Semarang yang dijadwalkan berangkat pukul 11.00 dari terminal Jombor. Alhamdulillah juga masih ada kursi yang tersedia untuk 6 orang.

Perjalanan Jogja-Semarang ini kurang lebih menempuh waktu sekitar 3 jam lebih sedikitlah. Kami turun persis di depan restoran “Soto Ayam dan Ayam Goreng Bangkong”, menjelang jalan tol — Banyumanik kalau nggak salah namanya.

Neo dan Luthfi pamitan untuk langsung cabut lagi menuju Stasiun Tawang karena mengejar keberangkatan kereta ke Jakarta pukul 4 sore. Sementara itu, tinggal kami berempat: aku, Kamal, Rizky, dan Khairul yang tak tahu mau lanjut ke mana.

Karena perut yang sudah keroncongan, akibat belum makan sejak terakhir kemarin malam, kami pun memutuskan untuk mampir makan siang dulu di rumah makan Soto Bangkong itu.

Ya, harus kubilang aku memang jatuh cinta pada Soto Semarang. Soto di rumah makan ini juga terbilang enak menurutku. Harganya juga tidak terlalu “mengejutkan”. Di rumah makan itu kami sekalian menumpang untuk sholat dhuhur dijama’ dengan ashar.

Sekitar pukul setengah 4 kami meninggalkan restoran. Tujuan berikutnya adalah Tugu Muda. Kami dua kali berganti kendaraan umum untuk sampai ke Tugu Muda itu. Di seberang jalan tempat kami turun sudah terlihat Continue reading

Catatan Perjalanan Semarang-Dieng-Yogya (Bagian 3): Dari Dieng ke Kraton

Hari 3: Senin, 24 Desember 2012

Aku tiba-tiba terbangun dari tidur karena mendengar kaset lantunan ayat suci Al-Qur’an dari masjid yang memang berada persis di depan penginapan kami. Jam menunjukkan pukul 3.45. Aku langsung membangunkan anak-anak yang lain. Ya, rencananya kami memang ingin melihat sunrise pagi itu. Bukan di sikunir, tapi di sebuah bukit — aku lupa namanya — yang lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat kami menginap.

Rencananya kami akan dipandu oleh guide dari penginapan ini. Tapi penginapan tampak sepi. Sepertinya orang-orang masih terlelap, termasuk mas yang akan menjadi pemandu kami.

Akhirnya, seusai melaksanakan sholat Subuh, kami putuskan untuk berjalan saja sendiri tanpa ada pemandu dengan berbekal GPS. Setelah kurang lebih satu jam berjalan kaki, kami akhirnya sampai ke suatu lembah di mana tak ada terusan jalan lagi.

Akhirnya kelihatan matahari

Akhirnya kelihatan matahari

Kami pun sadar bahwa kami telah salah jalan. Mau balik, lagi tidak mungkin. Kami pun menikmati alam yang ada saja di hadapan kami. Dari tempat kami ini, matahari tidak dapat terlihat karena terhalang oleh bukit di hadapan kami. Harus menunggu matahari berada di posisi yang agak tinggi baru bisa terlihat.

Ya sudah, kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke penginapan. Namun, lagi-lagi seperti kemarin, karena kurang kerjaan, aku ‘menuntun’ jalan anak-anak dengan melalui ladang kentang penduduk. Sempat khawatir ditegur warga sih seperti pengalaman di Desa Cemoro Lawang, Bromo, kemarin, hehehe.

Melewati ladang kentang

Melewati ladang kentang

Niatnya sih, kami bisa berjalan melewati ladang-ladang itu untuk sampai di Telaga Warna. Sial, ternyata ada pagar kayu yang membatasi akses ke sana dari ladang. Terpaksa kita mencari jalan lagi ke jalan utama.

Kami pun akhirnya kembali lagi ke jalan yang kami lalui sebelumnya. Kami menyempatkan berfoto-foto dahulu di Dieng Plateau Theater (DPT). Oh ya, di depan DPT itu terdapat situs  geotermal milik Pertamina. Tidak hanya di depan DPT ini saja ternyata. Di beberapa tempat lain di Dieng ini juga. Sepertinya Dieng memang Continue reading