Category Archives: Opini

Gagal Total di Olimpiade 2012

Sedih juga mendapati kenyataan bahwa badminton pada akhirnya benar-benar gagal total di Olimpiade kali ini. Tak hanya tradisi medali emas yang gagal dipertahankan, pada olimpiade kali ini tak satupun medali diraih pula. Bahkan, salah satu pasangan kita mendapatkan hukuman diskualifikasi dari Olimpiade.

Fix, 2012 harusnya dinobatkan sebagai tahun duka cita bagi dunia badminton Indonesia. Sebelumnya Indonesia telah sukses menodai rekor selalu melaju ke semifinal Piala Thomas, dengan hanya finish di perempat final Piala Thomas 2012 pada bulan Mei yang lalu. Prestasi yang mungkin membanggakan di tahun ini mungkin adalah kembali direbutnya gelar All-England dan Indonesia Open.

Sejatinya aku masih cukup mengapresiasi prestasi ganda campuran walaupun kalah di semifinal olimpiade. Namun, ketidakmampuan untuk bangkit mereka dari keterpurukan, terutama Tontowi Ahmad yang bermain sangat buruk di partai perebutan perunggu melawan Denmark, membuatku sebagai penggemar bulutangkis kecewa.

Tapi mungkin aku sedikit maklum karena melihat beratnya beban yang mereka pikul di olimpiade ini. Tak seperti olimpiade-olimpiade sebelumnya yang target medali emas biasanya dibebankan lebih dari satu wakil, kali ini terlihat sekali beban itu hanya mereka yang memikul. Yang lain? Yang ada hanya harapan dan harapan. Yah, olimpiade kali ini benar-benar mengingatkanku to not expecting more dan be more realistic.

Berharap ada perubahan pembinaan dari PBSI, bahkan kalau perlu perombakan besar-besaran. Ada yang salah di kepengurusan kali ini.

Badminton Gajah

Sebuah skandal badminton baru saja terjadi di Olimpiade London 2012. Yakni, insiden match-fixing dalam partai terakhir penyisihan Grup A Wang Xiaoli/Yu Yang (China, #1) vs dan Kim Ha Na/Jung Kyung Eun (Korea) dan penyisihan Grup B Ha Jung Eun/Kim Min Jung (Korea, #3) vs Greysia Polii/Meiliana Jauhari (Indonesia).

Badminton gajah

Badminton gajah [1]

Disebut match-fixing agak kurang pas juga sih, lebih tepatnya mungkin “bermain untuk sengaja mengalah” atau “match throwing“. Kalau dulu di sepak bola di Piala Tiger 1998 pernah ada insiden “sepak bola gajah” di mana Indonesia sengaja melakukan gol bunuh diri agar kalah dari Thailand, sekarang ada insiden “badminton gajah” di mana para pemainnya sengaja menyangkutkan shuttlecock di net atau tidak dapat mengembalikan bola agar menghasilkan poin untuk lawan.

Bagi penggemar atau pengamat yang sudah lama mengikuti perkembangan badminton tentu mafhum kejadian match-throwing ini bukan yang pertama kali. Tapi hukuman yang baru dijatuhkan kepada pemain yang terlibat — setahu saya selama mengikuti badminton sejak kecil — baru kali ini terjadi. Ya, sangat disesalkan kenapa insiden seperti ini baru ditindak di event sebesar olimpiade.

Selama ini aktor match-throwing itu selalu pemain China. Setiap terjadi duel antar sesama pemain China, tak jarang selalu berakhir dengan WO. Tujuannya? Demi memuluskan langkah rekannya agar tak perlu memeras keringat untuk menghadapi pertandingan berikutnya atau untuk mendongkrak ranking rekan senegaranya.

Namun, sebenarnya itu bukan kehendak pemain juga, melainkan team order. Tak heran jika kebijakan itu sempat menimbulkan kekecewaan juga di kalangan pemainnya. Pindahnya Zhou Mi ke Hongkong, disinyalir karena kekecewaannya setelah diharuskan mengalah atas Zhang Ning di semifinal Olimpiade 2004 karena Zhang Ning dinilai lebih berpeluang mengalahkan Mia Audina di final Olimpiade kala itu.

Makanya kasus di Olimpiade ini sebenarnya tidak mengagetkan. Apalagi dengan sistem round robin seperti sekarang yang memberikan celah untuk memilih lawan. Tapi BWF kali ini terlihat seperti kebakaran jenggot. Selama ini mereka selalu diam ketika kasus seperti ini terjadi di event mereka. Namun kini kasus itu terjadi di event sebesar olimpiade yang jelas-jelas mendapatkan sorotan dari seluruh dunia. Mau tidak mau BWF harus mengeluarkan suatu sanksi untuk menunjukkan kredibilitas mereka!

Kembali ke kronologi kasus kemarin. Semua itu sejatinya tak akan terjadi jika Qian/Zhao tidak kalah dari pasangan Denmark Christinne/Kamilla. Setelah kekalahan mengejutkan itu, di forum BadmintonCentral yang kuikuti, kemudian berkembang opini yang menyebutkan bahwa sangat mungkin ganda putri nomor 1 dunia, Wang/Yu akan sengaja mengalah dari pasangan Korea. Walaupun sudah ada opini seperti itu, kami tak menduga jika China ternyata benar-benar melakukannya. Dan secara terang-terangan pula!

Bagi yang belum sempat menonton videonya, coba deh tonton di link ini. The most awkward moment adalah ketika Pemain Korea melakukan servis dan sengaja menyangkutkan ke net. Namun, Yu Yang meminta servis diulang karena dia menyatakan belum siap menerima servis. Servis kedua yang diulang, lagi-lagi ‘dibuang’ oleh pemain Korea. Wkwkwkk … lelucon macam apa lagi itu :D.

Sedih sekali ketika BWF pada akhirnya tegas terhadap hal-hal seperti ini, namun justru pemain kita ternyata malah ikut-ikutan main kotor. Terlepas dari bantahan mereka yang menyatakan diri bahwa mereka bermain sungguh-sungguh, siapapun yang menonton pertandingan ganda putri Indonesia vs Korea itu pasti bisa menilai bahwa ada yang tak beres pada kedua pasangan itu. Dengan mudahnya bola dipukul keluar, servis menyangkut net, kembalian menyangkut net, dan sebagainya.

Naturally, sebenarnya wajar sih ketika kita diberi pilihan untuk menghadapi lawan yang berat atau lawan yang ringan, kita tentu akan memilih lawan yang ringan. Apalagi sistem yang digunakan oleh BWF di olimpiade kali ini punya banyak celah.

Untuk itu saya mencoba meng-quote salah satu analogi dari seorang member di BadmintonCentral: “Leaving your car unlocked with the keys inside in front of your house is unsafe and stupid, however, when a thief takes it, they should still be treated as a thief.” Poinnya adalah, memang sistem yang diterapkan oleh BWF di olimpiade ini memiliki celah  untuk memilih lawan. Tapi melakukannya, termasuk dengan cara sengaja mengalah dari lawan, tentu tetap tidak bisa dibenarkan, mencederai sportivitas olahraga, merugikan penonton terutama yang telah membayar mahal untuk menonton pertandingan, dan tidak sesuai dengan janji atlet yang diikrarkan saat pembukaan olimpiade.

Sumber gambar:

[1] http://willstrongart.blogspot.com/2010/06/will-strong-and-purple-crayon.html

Mutual Friend di Facebook

Pernah nggak sih kalian ketika facebook-an, terus tiba-tiba terlintas di pikiran, “Lho, ternyata si A kenal juga sama si B.”

Atau kadang-kadang bisa juga, “Oh, si A ternyata pernah satu sekolah sama si C.” Dan lain sebagainya. Di Facebook kita mengenal fitur mutual friends untuk menemukan “irisan” teman-teman kita dengan seseorang.

Nah, jadi ceritanya kenapa tiba-tiba aku menulis artikel ini adalah karena baru saja aku mengetahui ada seorang teman di ITB (selisih 1 tahun denganku) — sebut saja si A — yang ternyata kenal dengan kakak kelasku di SMA 3 dulu (selisih 3 tahun denganku) — sebut saja si B. Si B dulu kuliah di ITS dan sekarang melanjutkan S2 di NTUST Taiwan. Kebetulan si A baru saja masuk di NTUST dan di sanalah mereka berkenalan. Aku tahu mereka saling kenal ketika melihat si A itu memberikan komentar di status si B di Facebook.

Lalu ada juga cerita tentang seorang teman SMA — sebut saja si C — yang tiba-tiba ngetag foto teman kuliahku — sebut saja si D. Setelah kulihat-lihat profil mereka, ternyata mereka dulu pernah satu sekolah di Jakarta sewaktu masih SD.

Kayaknya seru juga ya kalau di Facebook ada fitur “How I met his/her”, atau “Where I met his/her”, atau “When I met his/her” gitu. Halah, kok jadi kayak film serial How I Met Your Mother gini, hahaha. Terus ada semacam meeting record map gitu. Misal simpelnya kayak gini nih:

Kadang-kadang kan kita suka mengingat-ngingat ya, gimana sih ceritanya aku bisa kenal sama si ini, si itu, dan lainnya. Kadang-kadang juga kita penasaran ingin tahu, di mana sih si A bisa kenal sama si B. Kalau ada fitur ini, bakal semakin melengkapi fitur Timeline-nya Facebook. Jadi suatu saat mungkin akan ada tambahan info di detail mutual friend: “Si A bertemu dengan si B pada saat Ospek di Kampus ITX pada tanggal 30 Februari 2012.”


Seberapa Efektifkah Deaktivasi Akun Jejaring Sosial?

Tak jarang beberapa teman tiba-tiba menonaktifkan akun jejaring sosial mereka, entah Facebook atau Twitter mereka — mungkin juga jejaring sosial yang lain. Baik itu mereka umumkan sebelumnya atau tidak. Baik itu untuk sementara waktu atau selamanya.

(1) Facebook-addicted

Alasannya sih biasanya karena mereka ingin fokus ke suatu pekerjaan atau kegiatan mereka — biasanya sih yang lagi Tugas Akhir alias TA alias skripsi, hehehe. Alasan lain, serupa tapi beda kata-kata, ialah karena Facebook dan Twitter itu menyita waktu dan membuat mereka kecanduan. Kecanduan? Iya benar, kecanduan untuk mengetahui status orang lain atau kegiatan orang lain, apa yang di-share orang lain, dan sebagainya.

Lantas, efektif nggak sih deaktivasi akun jejaring sosial? Kalau pertanyaannya apakah efektif, aku rasa sih memang efektif banget. Ketika dulu aku tengah sibuk berurusan dengan TA, sempat aku menghentikan — bukan menonaktifkan akun — aktivitas ber-facebook dan ber-twitter. Aku pun bisa fokus mengerjakan TA tanpa harus tergoda untuk membuka Facebook atau jejaring sosial yang lain.

(2) My friends live in internet

Kenapa tidak aku nonaktifkan saja? Sebab informasi yang diperoleh lebih banyak berasal dari facebook dan twitter selain tentu saja juga milis kuliah. Apalagi sejak ada fitur group pada Facebook. Boleh dibilang fitur group ini telah membuat pengguna Facebook menjadi terikat dan susah untuk meninggalkan Facebook. Apalagi ketika fungsi mailing-list a.k.a. milis telah tergantikan olehnya.

Sekarang ada info apa-apa, di-share terlebih dahulu di grup Facebook. Misal, info tugas kuliah atau jadwal kuliah dibatalkan, teman-teman yang punya informasi itu lebih suka membaginya melalui grup angkatan Facebook daripada melalui milis kuliah. Alasannya tentu karena lebih simpel saja.

Jadi pertanyaannya sebenarnya bukan seberapa efektif, melainkan Continue reading

Bahwa Peluang ‘Emas’ Itu Masih Ada

Sebelumnya aku ucapkan selamat dululah kepada ganda campuran kita Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang baru saja menjuarai turnamen All England Super Series Premier 2012 di Birmingham. Gelar tersebut tentu saja telah menghapus dahaga gelar yang dialami Indonesia di turnamen All England. Terakhir kali Indonesia meraih gelar juara di turnamen badminton tertua di dunia itu adalah 9 tahun yang lalu pada tahun 2003 melalui pasangan ganda putra Candra Wijaya/Sigit Budiarto. Selain itu, gelar tersebut juga merupakan gelar ganda campuran pertama yang diperoleh sejak pasangan Christian Hadinata/Imelda Wiguna pada tahun 1979.

Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir

Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir

Namun, boleh dibilang gelar yang diperoleh oleh Tontowi/Liliyana di All England ini karena dibantu faktor keberuntungan. Dua unggulan teratas sektor ganda campuran, Zhang Nan/Zhao Yunlei dan Xu Chen/Ma Jin lebih dahulu gugur oleh lawan yang tak diunggulkan sebelum babak final. Padahal, Tontowi/Liliyana memiliki rekor yang kurang baik bila berhadapan dengan mereka.

Oleh karena itu, benar apabila kita jangan terlalu larut dalam euforia ini. Target utama adalah mempertahankan medali emas di olimpiade London 2012 nanti. IMHO, sebagai penggemar bulutangkis yang juga selalu mengikuti perjalanan pemain-pemain kita di berbagai turnamensepak terjang pemain kita di setiap turnamen, aku melihat masih banyak kekurangan yang dimiliki oleh pasangan ganda campuran kita ini yang dapat dieksploitasi oleh pasangan yang lebih kuat. Di antaranya:

  • Sering lengah ketika sudah unggul di poin-poin kritis. Seringkali Tontowi/Liliyana ini melejit dalam perolehan poin saat permainan. Unggul cukup banyak poin di di atas lawan. Namun, celakanya, ketika lawan bisa menyamakan kedudukan, seringkali mereka kehilangan konsentrasi dan melakukan kesalahan yang tak perlu yang menguntungkan lawan.
  • Pertahanan yang masih lemah. Ya, tak diragukan lagi mereka memiliki daya serang yang cukup mematikan, terutama Tontowi dengan smash tajamnya dan Liliyana dengan penempatan nettingnya yang menyusahkan lawan. Tapi pertahanan mereka tak cukup kuat ketika diserang.

Hahaha, mungkin terkesan abstrak. Tapi wajarlah, aku bukanlah siapa-siapa. Tapi setidaknya itulah yang bisa aku amati dari beberapa kegagalan Tontowi/Liliyana di beberapa turnamen. Sebenarnya ada tambahan satu lagi yakni pola permainan yang sudah terbaca oleh lawan. Tapi mereka — seperti yang diungkapkan mereka — berhasil mengubahnya menjadi lebih variatif ketika berlaga di All England.

Yah, sebagai pecinta bulutangkis Indonesia, tentu aku berharap Indonesia dapat mempertahankan emas di olimpiade nanti. Peluang itu masih ada walaupun kelihatannya lebih berat dibandingkan perhelatan sebelum-sebelumnya. Tentu akan lebih meyakinkan lagi bagi Tontowi/Liliyana apabila mereka berhasil mengalahkan dua ganda campuran terkuat China itu dalam turnamen-turnamen Super Series yang akan datang menjelang olimpiade. Kesempatan itu mungkin akan mereka dapatkan ketika perhelatan turnamen Indonesia Super Series Premier dan Singapore Super Series di bulan Juni.

Siapa Ikon Teknologi Kita?

Menarik juga ketika beberapa hari yang lalu di pertemuan kuliah Filsafat Ilmu sempat dibahas mengenai posisi ilmu dalam era kontemporer seperti sekarang ini di mana ilmu tidak lagi sebagai sebuah sarana yang digunakan manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Namun, bahkan ilmu kini digunakan untuk mencapai tujuan hidup itu sendiri.

Ya, ilmu dan teknologi kini telah menjadi primadona yang menempati posisi atas dalam kehidupan manusia. Bahkan suatu negara dipandang sebagai negara maju ketika “peradaban”-nya mampu menghasilkan suatu produk teknologi yang “mutakhir”.

“Peradaban” Finlandia mampu membentuk perusahaan dan produk raksasa bernama Nokia, Perancis dengan Airbus, Amerika dengan Boeing, Apple, Microsoft, dan kini Facebook. Lalu Jepang dengan ToyotaHonda, dan Yamaha, dan Korea Selatan dengan  Samsung dan Hyundai misalnya.


SteveJobs of Apple [1]

(1) SteveJobs of Apple

Tidak hanya perusahaan atau produk raksasa saja, beberapa negara itu juga memiliki tokoh-tokoh teknologi yang menjadi kebanggaan negeri itu dan memberikan inspirasi kepada banyak orang di negeri itu bahkan di belahan negara lain pula. Di antaranya adalah Steve Jobs dengan inovasi-inovasi IT-nya di Apple, Bill Gates yang seorang mahasiswa DO namun mampu menciptakan inovasi IT melalui Microsoft-nya, Linus Trovalds yang merintis Linux. Kalau di Asia ada Soichiro Honda yang merintis pabrikan otomotif Honda  , dan lain-lain yang bisa kita cari infonya di internet.

(2) BJ. Habibie

(2) BJ. Habibie

Hmm … lantas kalau di Indonesia? Hampir semuanya mungkin sepakat bahwa Pak Habibie-lah yang layak disebut bapak teknologi kita. Ketika zamanku masih SD, beberapa teman ketika ditanya ingin jadi seperti siapakah mereka kelak ketika besar, sebagian menjawab: “Aku ingin menjadi seperti Pak Habibie! Biar bisa nyiptain pesawat terbang sendiri.” Seriously, ada temanku yang menjawab seperti itu. Mungkin karena Habibie terkenal ahli di bidang pesawat terbang yang teknologinya dianggap teknologi tinggi.

(3) Pesawat N250

(3) Pesawat N250

Selain itu, mungkin juga karena bangsa kita sedang bangga-bangganya dengan produk pesawat buatan anak bangsa N250 yang peluncuran terbang perdananya dilakukan pada tanggal 10 Agustus 1995. Tanggal tersebut kemudian diabadikan sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional negara kita. Pesawat N250 bukanlah pesawat main-main dengan menjadi yang pertama (dan mungkin satu-satunya kah?) yang menggunakan teknologi ‘Fly by Wire’. Habibie sendiri sebelumnya juga pernah mengemukan sebuah teori  yang dikenal dengan teori crack progression yang telah diakui dunia. Kalau soal itu mungkin anak jurusan teknik penerbangan atau aeronoutika lebih tahulah.

Nah, sekarang apakah generasi muda kita mengenali sosok Habibie ini? Masih adakah yang mengidolakan beliau, ingin mengikuti jejak beliau? Jangan-jangan adik-adik kita ternyata lebih mengenali dan mengidolai artis-artis boyband atau girlband Indonesia yang lagi booming?

Siapakah tokoh teknologi yang bakal menjadi penerus Habibie ini yang bisa dibanggakan oleh negara ini? Yang dapat menginspirasi generasi mudanya untuk membangun bangsa ini? Orang itu adalah Anda, Anda, dan Anda … yak benar, Anda. 😀

(Sumber gambar: 1, 2, 3)

Kekuatan Amal-Doa dan Manajemen Barat

Beberapa hari aku mendengarkan tausiyah pagi di Radio Streaming Eramuslim di sini. Ada satu atau dua buah paragraf mungkin yang disampaikan oleh sang ustadz yang membuatku merenung.

Di “kehidupan modern” ini seringkali manusia tersibukkan oleh urusan dunia. Dan di tengah kesibukan dengan urusan dunia itu seringkali kita sebagai umat Islam terlena, tertipu daya, dan terlupakan pada kekuatan amalan ibadah dan doa.

Kita telah terpengaruh oleh pola manajemen Barat, yang merupakan produk pola pikir kapitalisme, di mana semua hasil dari pekerjaan dipahami secara rasional sebagai serba sebab-akibat. Semakin giat kita bekerja, semakin banyak rezeki yang kita dapatkan.  Begitu mungkin yang ada di pemahaman mereka. Paham Barat yang serba sebab-akibat itu jelas telah nyata mengabaikan faktor Sang Pencipta sebagai penentu, bertentangan dengan Islam yang memahami bahwa semua yang terjadi di dunia ini merupakan atas seizin Allah.

Memang kalau kita lihat, banyak dari mereka penganut manajemen Barat itu yang sukses dalam usahanya. Namun, perlu disadari bahwa itu hanyalah materi saja. Seseorang yang tidak mengimbangi usaha “keduniaan”-nya dengan ibadah kepada Allah, berpeluang kehilangan keberkahan pada rezekinya itu. Selain itu pula, jiwa dan keimanan seseorang itu menjadi kering bahkan hampa.

Hidup di dunia ini hanya perjalanan sementara, bukan tujuan. Oleh karena itu, jangan sampai kita tersilaukan dan takjub pada nikmat dunia ini. Sedih juga ketika kita misalnya menunda sholat karena menganggap pekerjaan kita lebih penting untuk diselesaikan terlebih dahulu, jumlah shodaqoh masih setaraf kertas bergambar orang bawa golok dan bukannya kertas bergambar orang berpeci padahal di sisi lain kita tak segan membelanjakan harta kita untuk jalan-jalan atau keperluan lain.

Yah … ini merupakan sebuah tulisan yang dibuat dari hasil mendengarkan siaran radio Eramuslim itu ditambah dengan sedikit sindiran, renungan, dan muhasabah untuk pribadi agar jangan sampai pribadi ini terjerembab dalam kesibukan dan tipu daya dunia.