Category Archives: Kontrakan

Semua Repot Karena Kucing

Kurang lebih sudah ada 2 bulan ini, Kuma (seekor kucing betina yang kami beri nama demikian), selalu ngendon di kontrakan kami. Entah gimana awalnya hingga ia tiba-tiba jadi ikut menjalani hidup bersama kami dalam satu atap. Perasaanku dulu kucing ini langsung ngacir setiap kepergok masuk ke dalam rumah. Anehnya sekarang kok nggak ada rasa takut sama sekali. Kayaknya karena sudah terlanjur kami manja dengan sering kami kasih makan jadinya kucing ini jadi betah di rumah kami. Ketika sebagian anak-anak pergi saat liburan semester kemarin si kucing ini jadi sering tidur di dalam rumah, bahkan sampai tidur di kasur kami. Oiya, nama Kuma ini yang beri si Kamal, entah apa alasannya diberi nama itu.

Nah, beberapa hari yang lalu si Kuma ini melahirkan bayi kucing yang lucu-lucu. Jumlahnya nggak tanggung-tanggung: 6! Udah gitu, si Kuma ngelahirinnya di kamar salah satu penghuni kontrakan kami, namanya Wafi. Terpaksa dia ngalah, dan ia menyingkir dari kamarnya untuk sementara waktu, numpang tidur di tempat penghuni kontrakan yang lain, Haris, selama beberapa malam. Akan tetapi, setelah hari kelahiran anak-anak Kuma itu, beberapa hari kemudian si Wafi ini iba sampai ngurusin Kuma ma bayi-bayainya. Mulai menyediakan kardus buat tempat tidur bayi-bayinya, membuatkan susu untuk anak-anak si Kuma, dsb. Ya Allah, sungguh lelaki yang berhati mulia temanku satu ini… 🙂

Bahkan, saking antusiasnya dengan kelahiran anak-anak Kuma, Si Wafi sampai beberapa kali update status di Facebook menceritakan segala hal terkait Kuma. Ini salah satu screenshot status Wafi di Facebook:

Status facebook Wafi tentang Kuma

Status facebook Wafi tentang Kuma

Sampai akhirnya kemarin, kamis pagi, tiba-tiba si Wafi teriak-teriak di rumah kalau anaknya si Kuma mati. Jumlahnya cukup banyak, ada separuhnya (3). Aku sendiri belum jelas matinya si Kuma kenapa. Kata Wafi sih, anaknya mati kedinginan, sementara kata Kamal anaknya mati karena “dibunuh” sama kucing garong yang tiba-tiba sering menyusup ke dalam rumah.

Yang jelas, apapun sebab matinya 3 bayi kucing itu, si Kuma tiba-tiba saja jadi agresif. Ia menjadi sangat posesif terhadap anaknya. Aku pegang sedikit saja anaknya, dia langsung mengeong-ngeong seolah meneriakiku agar menyingkir dari anak-anaknya.

Sepanjang pagi hari itu, si Kuma survei ke tempat-tempat yang ada di dalam kontrakan. Tampaknya ia akan mencari tempat tinggal baru yang aman dan nyaman buat anak-anaknya. Orang-orang di rumah (terutama Wafi) jadi repot sendiri ngurusin perpindahan Kuma. Awalnya sempat dipindahin ke dalam kardus dan ditaruh di luar. Tiba-tiba ada pemulung yang mengambil kardusnya dan membiarkan anak-anak Kuma terlantar di jalanan. Wah, wah, dunia memang kejam.

Akhirnya, si Kuma mindahin satu-satu anaknya ke dalam rumah. Kasihan juga si Haris. Kasurnya, sempat jadi tempat tinggal si anak-anak Kuma itu. Kebetulan Haris waktu itu nggak ada di rumah. Jadi, begitu aku tahu kasurnya Haris dijadikan sarang baru bagi mereka, langsung aku pindahin anak-anaknya Kuma ke dalam kardus yang baru. Tapi dasar Kuma pinginnya tetap tinggal di dalam rumah, aku pun menaruh kardus itu di dalam rumah, tepatnya di ruang tamu. Tapi ya gitu, tiap ada orang makan dia langsung dempet-dempet. Arrgghhh… bikin repot aja. Tiap mau makan harus pindah-pindah menghindari kucing satu ini. Kalau nggak gitu, siap-siap aja kucing ini bakal nekad menerjang lauk yang ada di piring.

Repot memang ngurus kucing satu ini. Tiap pagi, pasti kami harus mberesin tempat sampah yang ada di dalam kontrakan karena malamnya diberantakin ma si Kuma. Duh, harus sabar…

Kuma dan anak-anaknya

Kuma dan anak-anaknya

Serba-Serbi Warung di Daerah Sekitar Kosan

Namanya anak kosan, setiap kali makan, mau nggak mau memang harus nyari sendiri. Entah harus beli di warung atau masak sendiri. Nggak mungkin disediain. 😀

Saking seringnya beli makan di warung bu ini atau bu itu, anak kosan biasanya jadi akrab juga sama yang jual. Terus di kalangan para kosaners (para anak kosan) sering beredar nama-nama unik yang gampang diinget untuk menyebut nama suatu warung. Biasanya ini terjadi kalo warung itu nggak punya nama dan si kosaners hanya tau lokasi warung itu. Jadi ketika ngajak temannya makan di warung itu, si X akan bilang ke temannya si Y, “Makan di warung Z yuk!” Dengan Z = nama warung yang mereka ciptakan sendiri, hehehe…

Di daerah sekitar kosanku pun seperti itu. Waktu tingkat satu dulu aku dan temen-temen sekosan sering makan warung “Tenda Biru” di daerah Cisitu Lama. Nama “Tenda Biru” ini memang mereka yang kasih sendiri, bukan dari kami para kosaners. Diberi nama itu karena memang warungnya berada di pinggir jalan dan ditutup terpal warna biru. Warung ini memang murah banget di antara warung lainnya yang ada di daerah sekitar situ. Nggak heran kalo jadi jujugan para kosaners yang lagi pingin  menghemat. Bahkan, kalo Anda beruntung, Anda bisa mendapatkan diskon dari ibunya yang jual. Tapi ternyata warung ini punya nama lain, yaitu warung “Bu Kodok”. Lho Kok?

Dari mana ceritanya tiba-tiba warung itu dapet nama warung “Bu Kodok”? Emangnya di sana jualan sate kodok ya? Hehe.. tentu saja tidak. Bisa dibilang itu sebutan oleh para kosaners sebagai tanda perhatiannya sama ibu yang jual :p. Sebutan itu bermula dari kebiasaan ibunya yang sering latah bilang “pake kodok?”, “mau kodok”, dll. Jadi, anak-anak pada nyebut warung itu warung “Bu kodok”. Bahkan, bisa jadi nama itu lebih melegenda di kalangan kosaners daripada nama “Tenda Biru”. Anak-anak di sana kalo ditanya warung “Tenda Biru” pasti nggak ngeh di mana, tapi kalo kita udah bilang warung “Bu Kodok”, pasti langsung tau.

Ada lagi cerita tentang warung yang berada di parkiran Asrama Bumi Ganesha, masih di Cisitu juga. Para kosaners nyebutnya warung “Bu Tepung” karena di sana memang masak lauknya, entah itu ayam, tahu, tempe, ati ampela, sampau lele, semuanya digoreng pake tepung. Karena warung itu belum punya nama sendiri, biar anak-anak gampang nyebutnya, langsung aja bikin nama sendiri. Akhirnya keluarlah nama warung “Bu Tepung”. Tapi, sekitar sebulan yang lalu, saat mampir ke sana lagi, ternyata warung itu udah punya nama sendiri. Namanya, warung “Sabar Menanti”!!

Pasti orang yang belum pernah beli di sana bertanya-tanya, “Kok diberi nama itu sih?” Tapi, mungkin sebagian dari mereka udah membuat hipotesis sendiri. Yup, Anda benar. Sesuai namanya, kita memang harus “sabar menanti” kalo mau makan di warung itu, karena antriannya sering panjang dan memang masaknya juga cukup lama karena lauknya digoreng pake tepung. Pasti yang biasa masak taulah kenapa nggoreng pake tepung selalu lama.

Lalu ada lagi warung di dekat kontrakanku. Kalo yang ini aku yakin nggak banyak yang tau dan memang sebutan ini hanya berlaku di kontrakanku dan anak yang sering nginep di kontrakanku. Kami menyebut warung yang satu ini dengan nama warung “Bu Sahur”. Anak-anak baru sering beli makan di warung ini saat bulan Ramadhan kemarin. Karena malas nyari makan yang jauh, akhirnya tiap kali sahur selalu beli makan di warung ini. Padahal habis Ramadhan ibunya nggak buka warung pas waktu sahur :D. Bukanya mulai dari pagi sampe malam aja. Tapi anak-anak di kontrakan masih manggil dengan nama “Bu Sahur”. Sekali lagi, untuk yang satu ini hanya sebutan untuk kalangan terbatas, hehe… 😀

Tulisan ini bukan ditujukan untuk bermaksud ghibah atau sejenisnya ya. Biar bagaimanapun mereka adalah pahlawan juga bagi para mahasiswa-mahasiswa kosaners ini. Coba bayangkan, kalo nggak ada mereka, tiap pagi kita harus ke pasar beli bahan-bahan makanan, terus masak sendiri. Iya, kalo di kosan kita boleh bawa perlatan masak. Nah, kalo ngga? Bisa kelaparan kita di kosan. Hehehe…

Mungkin Anda punya cerita unik yang lain tentang warung di sekitar kosan Anda? 😀

Warna-Warni Tugas Besar IF Semester 6

Kuliah semester ini selesai juga akhirnya. Hari Jumat 7 Mei 2010 kemarin adalah hari kuliah terakhir semester ini di ITB. Tetapi semester ini masih menyisakan setidaknya 2 minggu ke depan untuk masa UAS.

Bagi sebagian anak angkatan 2006, tanggal 7 Mei 2010 itu bisa jadi akan menjadi kuliah terakhir mereka di ITB. Tidak sedikit dari mereka yang meng-update status di akun facebook-nya untuk menyatakan kesedihannya akan kuliah terakhir di ITB ini. Bahkan ada seorang teman yang menyesal karena dia “gagal” mengikuti kesempatan kuliah terakhir karena bangun kesiangan. Wah, wah… 😀

Bagiku sendiri dan mungkin sebagian teman-teman IF seangkatan denganku semester ini mungkin adalah semester terberat di antara semester-semester sebelumnya. Hampir setiap minggu ada deadline tugas besar yang cukup menyita waktu. Mulai dari kuliah Interaksi Manusia Komputer (IMK), Intelegensia Buatan (IB), Kriptografi, dan Pemrogaman Internet (Progin), serta mungkin kuliah lain di samping kuliah utama semester 6 ini yang disebutkan barusan. Tetapi di situlah aku benar-benar merasakan salah satu “sensasi” menjadi mahasiswa. Aktivitas “menubes” itu juga sangat berperan dalam mengubah pola tidur dan makanku. Seringkali dalam “menubes” itu kami baru tidur sekitar waktu dinihari, kadang-kadang juga sampai lupa atau menunda makan karena saking hectic-nya dalam “menubes”.

Bicara tentang makan dalam aktivitas “menubes”, kami sepertinya memang perlu adanya sukarelawan untuk menjadi “sie konsumsi”… hehehe. Serius lho ini. Sie konsumsi ini bertugas untuk membelikan makanan buat teman-teman sekelompoknya. Dengan demikian, kebutuhan jasmani para anggota kelompok tetap terpenuhi. 😛

Makan dulu...

Makan dulu...

Tertidur

Tertidur

Mengoding

Mengoding

Foto untuk cover tubes kriptografi

Foto untuk cover tubes kriptografi

Sepanjang semester ini rumah kontrakan kami menjadi homebase untuk pengerjaan tugas besar. Tidak jarang bisa sampai 3 kelompok mengerjakan bersama di kontrakan kami ini. Nah, repotnya waktu tidur. Karena kontrakan kami tidak cukup luas, akhirnya terpaksa tidur berjejer kayak ikan pindang dijemur… hehehe.

Efek lain dengan dijadikannya kontrakan kami sebagai homebase adalah tentu saja tagihan listrik jadi melonjak! Bulan Maret yang lalu di mana juga merupakan puncak-puncak tubes, tagihan listrik kontrakan kami melonjak hingga sekitar 80% dari rata-rata bulan biasanya. Wow…

Tetapi di balik itu semua sebenarnya pengalaman “menubes” ria ini akan menjadi pengalaman yang akan selalu dikenang. Suka duka selama tubes dijalani bersama-sama. Tubes kuliah Pemrograman Internet ke-5 yang dikumpulkan pada hari jumat 7 Mei yang lalu mengakhiri rangkaian tugas besar semester ini. Sekarang saatnya mempersiapkan UAS selama 2 minggu ke depan. Semester depan aku sudah menginjak tingkat IV. Wah, tak terasa ternyata kesempatanku belajar di ITB tinggal sebentar lagi… hiks.. hiks…

[HotNews] Jumlah Penduduk Dunia Bertambah Lima, KF Siap Tanggung Jawab

Bandung, menjelang siang hari ini Selasa, 20 April 2010 sekitar pukul sepuluh, wanita yang tidak diketahui namanya berkunjung ke salah satu kontrakan mahasiswa di daerah sangkuriang dalam, menunjukkan tanda-tanda hendak melahirkan. Mahasiswa yang menempati kontrakan bertanya-tanya terlebih ketika wanita itu berusaha memaksa memasuki kamar salah satu mahasiswa yang berada di lantai dua, yaitu Khairul Fahmi (KF). Namun tentu saja Khairul Fahmi tidak menginginkan hal tersebut sehingga dia langsung mengunci kamarnya.

Setelah sekian lama erangan si wanita tersebut tak tertahankan lagi, akhirnya hati Khairul pun luluh dan bersedia memberikan tempat – meskipun bukan kamarnya – untuk wanita tersebut agar dapat mempersiapkan kelahirannya. Namun pada akhirnya wanita tersebut yang masih misterius identitasnya tersebut memilih untuk melahirkan di lantai satu yang ternyata anaknya kembar lima.

Kini kelima anaknya telah ditempatkan di tempat yang telah disiapkan Khairul sebelumnya. Salah seorang reporter sempat bertanya kepadanya seputar hal ini. “Maaf, no comment”, kata Khairul menolak menanggapi peristiwa tersebut. Kelima anak tersebut sekarang masih tertidur tanpa nama. Meskipun demikian kejadian ini masih belum dilaporkan ke polisi setempat untuk menemukan tempat tinggal atau keluarga wanita tersebut. Bukan hanya karena wanita tersebut masih dalam keadaan labil, melainkan juga karena wanita tersebut ternyata diketahui sebagai seekor kucing biasa. (diadaptasi dari kisah nyata, dari blog teman satu kontrakan, Kamal Mahmudi)

Si ibu kucing bersama anak-anak yang baru dilahirkannya

Si ibu kucing tenang bersama anak-anak yang baru dilahirkannya

Jalan-Jalan ke Tangkuban Perahu

Akhirnya setelah hampir 3 tahun kuliah di Bandung, kesampaian juga jalan-jalan ke Tangkuban Perahu. Sebelumnya, aku sudah pernah jalan-jalan tempat wisata alamdi daerah sekitaran Bandung, di antaranya kawah putih Ciwidey (3x), Situ Patengang (2x), dan beberapa tempat outbond seperti Ciwangun Indah Camp, Hutan Raya Juanda, dsb. Cukup banyak memang wisata alam yang terdapat di daerah sekitar Bandung ini.

Ok, kenapa tiba-tiba di tengah kesibukan kuliah seperti ini aku malah jalan-jalan… jadi ceritanya begini… Setelah menjalani UTS selama dua minggu kemarin ditambah dengan berbagai tugas besar, aku dan teman-teman satu kontrakanku mulai merasa jenuh dengan rutinitas tersebut. Intinya, kami perlu refreshing. Bayangkan saja, selama dua minggu itu dunia kami terasa sempit, wilayah yang dijangkau cuma Cisitu, Sangkuriang, dan kampus ITB. 😀

Nah, mumpung ada waktu kosong pada hari Sabtu kemarin dan tugas-tugas kuliah juga masih banyak yang belum keluar, maka secara spontan muncul ide untuk jalan-jalan. Tentunya bukan jalan-jalan ke mall yang menjamur di Bandung. Menurut kami solusi tempat yang pas untuk menghilangkan kejenuhan dengan rutinitas kuliah dan ramainya kehidupan perkotaan, tentu saja adalah dengan pergi ke alam. Aku pun mengusulkan untuk pergi ke Tangkuban Perahu saja karena aku belum pernah ke sana. :p

Sabtu pagi pukul 8.00 kami berempat penghuni satu kontrakan, yaitu aku, Khairul, Haris, dan Adi berangkat dari rumah menuju Tangkuban Perahu. Hanya saja, yang disayangkan adalah penghuni kontrakan yang lain Kamal dan Wafi tidak bisa ikut serta karena memiliki acara pribadi masing-masing. Tiket masuk ke wisata alam Tangkuban Perahu ini harganya total adalah Rp 13.000/orang.

Kawah Ratu, kawah terbesar di Tangkuban Perahu

Kawah Ratu, kawah terbesar di Tangkuban Perahu

Sabtu itu Tangkuban Perahu sedang padat pengunjung. Ada beberapa orang berpakaian biksu yang juga menikmati pemandangan alam di sana. Banyak juga orang bule yang plesir di sana. Bahkan Adi dan Khairul sempat berfoto dengan keluarga dari India. Kebetulan saat itu mereka hanya bisa meminta untuk berfoto dengan neneknya (berpakaian sari).

Adi dan Khairul berfoto dengan seorang Ibu dari India

Adi dan Khairul berfoto dengan seorang Ibu dari India

Tangkuban Perahu, dari informasi yang kami dapatkan dari salah seorang pedagang di sana, katanya memiliki 9 kawah. Wew… Banyak sekali ya. Pulangnya aku googling, ternyata memang benar (link). Yang menyebabkan mengapa Tangkuban Perahu dapat memiliki banyak kawah karena banyaknya letusan yang terjadi dalam 1.5 abad terakhir.

Sebenarnya sih ingin juga untuk menjelajahi seluruh kawah di sana. Namun, karena keterbatasan waktu, akhirnya kami cuma bisa mengunjungi 2 kawah saja. Selain kawah utama yang paling besar, yaitu kawah ratu, kami juga mengunjungi kawah upas (kawah terbesar kedua) yang berada sekitar 1,2 km dari kawah ratu. Sebenarnya kami juga sudah sempat jalan ke kawah domas, karena jaraknya juga cukup jauh dan takut kemalaman karena kebetulan sorenya ada janji tugas kelompok maka niat itu diurungkan.

Nah, kalau menurutku pribadi sih, kawah yang pesonanya paling menakjubkan itu di antara keduanya adalah kawah upas. Subhanallah… Di kawah tersebut bisa hidup beberapa pohon di tengah-tengahnya. Meliha pemandangan itu aku jadi merasa seperti pemandagan sebuah pantai dengan pohon bakau di perairannya. Kami pun menghabiskan waktu berlama-lama di kawah itu. Bagaimana tidak betah, kami bisa bermain-main air di situ dan berfoto ria hehehehe….

Berada di Tengah Kawah Upas

Aku dan Khairul berada di tengah Kawah Upas

Bergaya di tengah kawah

Bergaya di tengah kawah

Berempat di tengah-tengah pepohonan

Berempat di tengah-tengah pepohonan

Setelah puas menikmati pemandangan alam yang mengagumkan di Tangkuban Perahu, akhirnya kami pulang juga dari sana pukul 14.00. Kami menyempatkan mapir dulu jalan-jalan keliling UPI, menyempatkan sholat Ashar di Masjid DaruTauhid, dan menikmati wisata kuliner di daerah sekitar Darut Tauhid, Gegerkalong Girang tersebut.

Nah, jalan-jalannya sudah cukup. Semangat juga sudah di-refill. Saatnya menjalani kesibukan di kampus kembali… 😀

Tentang Kontrakan

Oiya, pada tulisan-tulisan sebelumnya awak kan sering menyinggung tentang kontrakan awak nih… Nah, sekarang mau awak ceritakan sedikit mengenai kontrakan awak.

Kontrakan awak terletak di daerah jalan sangkuriang Bandung. Ada 6 bujangan, termasuk awak, yang menghuni kontrakan itu. Sebenarnya baru aja kami menempati kontrakan itu. Sekitar tanggal 17 Agustus 2009 (pas hari kemerdekaan lho…:D). Enam orang itu adalah Awak, Mas Haris (teman sejak SD), Kang Adi (asal Sukabumi), Uda Khairul (dari Bukit Tinggi), Bang Wafi (Jakarta), dan Kak Kamal (dari Pekanbaru). Kebetulan kami semua satu angkatan di Teknik Informatika ITB. Sebenarnya ada satu  orang lagi “penghuni tidak tetap” di kontrakan kami, yaitu Mas Umar (Anak Elektro, alumni SMAN 3 Malang juga). Dikatakan tidak tetap karena mas Umar itu sebenarnya tinggal di Bandung, tepatnya daerah Soreang (jauh bet kan…). Karena rumahnya jauh dari kampus, makanya mas Umar sering mrnginap di kosan kami. Jangan lupa biaya sewanya ya..hehehe…

Asyik juga ternyata hidup satu kontrakan itu. Suka duka dirasakan bersama, termasuk ketika masa-masa kesulitan air itu. Ada yang unik di kontrakan awak ini. Yaitu penghuninya berasal dari latar belakang suku yang berbeda. Hanya awak dan Haris yang sama-sama berasal dari Jawa (Malang). Yang lain ada yang dari Sunda, Melayu, Minang, dan Jakarta. Tetapi kami nggak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi satu sama lain. Justru perbedaan suku dan bahasa itulah menjadi menarik untuk kami saling mempelajari satu sama lain. Sering jadi bahan candaan juga sebenarnya. Serulah pokoknya…

Air PDAM (Bag II)

Akhirnya air yang ditunggu mengalir juga…:D

Jumat, 16 Oktober 2009, pukul 03.00 awak tiba-tiba terjaga dari tidur. Awak terbangun karena mimpi dalam tidur awak yang meminta awak bangun. Sesaat itu juga awak mendengar suara bak air penuh. Kebetulan memang kamar tidur awak bersebelahan dengan kamar mandi di kontrakan awak. Langsung awak keluar menuju kamar mandi… Ternyata airnya luber. Langsung awak matikan kran PDAM di depan rumah. Alhamdulillah akhirnya airnya mengalir kembali. Awak pun nggak perlu lagi berangkat pagi-pagi ke kampus untuk BAB atau mandi. Benar-benar penantian yang panjang.

Dari kabar yang awak dapatkan ternyata penyebab air PDAM tidak menyala di daerah awak karena sedang ada perbaikan PDAM di daerah Dago selama 5 hari. Benar-benar tersiksa hidup tanpa air. Temen sekontrakan awak, Khairul, dari Bukit Tinggi, berujar bagaimana ya kondisi saudara-saudara kita yang di Padang pasca Gempa Bumi. Di sana kabarnya pasokan air bersih susah didapat karena kerusakan pipa distribusi akibat gempa. Kami menjadi benar-benar mengerti betapa berharganya air itu. Dengan air kita bisa cuci piring, cuci pakaian, membersihkan rumah, buang air, wudhu, mandi, dsb. Tanpa air, rumah bisa jadi kotor, wudhu terpaksa tayamum, terpaksa nggak mandi juga, dsb.

Selama hidup tanpa pasokan air PDAM itu, kami sekontrakan menjadi bergantung pada air hujan. Kami tampung air hujan dengan ember yang kami punya. Tapi itu nggak banyak juga didapatnya. Paling-paling air itu digunakan untuk menyiram kalo pas lagi (maaf) buang air kecil. Yah, mudah-mudahan untuk selanjutnya air lancar terus.