Sabtu, 28 November 2015
Setelah hampir setahun absen di dunia pendakian gunung, akhirnya akhir pekan kemarin saya kesampaian lagi pergi naik gunung. Terakhir kali naik gunung yaitu Desember tahun lalu ke Gunung Semeru. Seharusnya bulan lalu saya pergi melakukan pendakian ke Gunung Rinjani. Tiket pesawat sudah dibeli. Namun sayang, saya batal pergi karena tidak bisa meninggalkan kerjaan di kantor.
Gunung Gede menjadi pilihan pendakian kali ini karena dekat dari Bandung dan Jakarta, kota domisili saya dan teman-teman yang ingin melakukan pendakian, sehingga tidak memerlukan persiapan khusus membeli tiket kereta api atau pesawat. Pendakian Gunung Gede ini menjadi kali ketiga bagi saya.
Mencetak SIMAKSI
Awalnya ada 12 orang yang bergabung untuk ikut pendakian ini. Kami sudah mendaftar secara online sejak sebulan sebelumnya. Namun, seminggu sebelum hari H, hanya 5 orang yang konfirmasi jadi. Tak masalah, kami yang 5 orang ini pun tetap jalan.
Kami sepakat menetapkan meeting point di Cibodas pada hari Sabtu (28/11) pukul 9 pagi. Saya berangkat dari Bandung dan 4 orang lainnya dari Jakarta.
Sebenarnya kami mendaftar naik Gunung Gede melalui pintu masuk Gunung Putri. Namun kami harus mencetak SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) terlebih dahulu di kantor Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) di Cibodas.
Harusnya urusan terkait SIMAKSI ini hanya memakan waktu sebentar. Namun karena ada persyaratan yang kami lewatkan, urusan pengambilan SIMAKSI ini pun menjadi molor. Terkait prosedur pengambilan SIMAKSI ini, nanti akan coba saya tulis secara khusus di tulisan berikutnya.
Ke Gunung Putri
Setelah urusan SIMAKSI beres, kami pun berangkat ke Gunung Putri. Kami mencarter angkot untuk menuju ke sana. Awalnya ditawari sopir angkot Rp200.000 dengan asumsi angkot bisa diisi sampai 10 orang. Tapi kami bilang ke beliau kalau kami cuma berlima saja. Beliau menurunkan jadi Rp150.000. Terus kami nego-nego lagi, akhirnya deal di angka Rp130.000.
Perjalanan ke Gunung Putri memakan waktu kurang lebih 45 menit. Di Gunung Putri kami istirahat sebentar di sebuah warung. Kami sholat jama’ dhuhur dan ashar di sana, ngecharge HP, dan mengisi perut sebelum memulai pendakian.
Pendakian ke Alun-Alun Surya Kencana
Sekitar pukul 13.15 kami berangkat menuju pos lapor Gunung Putri. Di sana kami menunjukkan SIMAKSI kami kepada petugas untuk ditandatangani. Barang bawaan kami juga ditanyai. Beliau memastikan kami tidak membawa perlengkapan seperti sabun, pasta gigi, deterjen, dan semacamnya. Sebelum meninggalkan pos, beliau sempat menyarankan kami untuk turun via Gunung Putri saja seandainya kondisi cuaca tidak bersahabat. Selain itu juga karena jalur Cibodas sudah terlalu ramai.
Dari pos lapor kami kemudian berangkat memulai pendakian. Saat itu waktu menunjukkan pukul 13.45.
Saya terakhir naik via Gunung Putri ini 2 tahun yang lalu. Saya merasa sepertinya ada perbedaan pada rute yang kami lalui sekarang dan 2 tahun yang lalu. Kok rasanya lebih panjang gitu. Jika pengalaman 2 kali naik via Gunung Putri (tahun 2012 dan 2013) sebelumnya menghabiskan waktu 5-5,5 jam, kali ini kami membutuhkan waktu 6,5 jam untuk mencapai Alun-Alun Surya Kencana, tempat kami mendirikan tenda. Faktor usia? #eh
Selain itu perbedaan yang saya rasakan sekarang di beberapa ruas trek sudah disemen atau dipasang bebatuan. Seingat saya dulu Gunung Putri hampir semuanya berupa tanah deh treknya. Lalu sekarang ada 5 pos di sepanjang jalur. Atau dari dulu sudah ada tapi tidak terlalu kentara ya. Jarak pos 1-2 dan pos 2-3 terbilang cukup dekat. Hanya butuh 30 menitan. Sedangkan jarak pos 3-4, pos 4-5, pos 5-Surya Kencana lumayan jauh. Butuh waktu sekitar 1-1,5 jam.
Ketika kami tengah berjalan di jalur antara pos 3 dan 4, saat itu waktu menunjukkan sekitar pukul 4 sore, tiba-tiba hutan diselimuti kabut yang cukup tebal. Jarak pandang menjadi terbatas. Suasana menjadi cukup gelap. Kami pun mengeluarkan senter untuk penerangan. Kabut ini ternyata bertahan hingga malam, bahkan sampai keesokan harinya. Sesekali kabut sempat hilang sebentar, tapi setelah itu ia kembali lagi.
Menjelang maghrib hujan mulai turun. Tidak deras, tapi tentu saja tetap memaksa kami harus mengenakan jas hujan sepanjang perjalanan. Mungkin ini juga yang menjadi penyebab perjalanan kami menjadi lebih lama. Hahaha. #ngeles
Tiba di Alun-Alun Surya Kencana
Sekitar pukul 8 malam akhirnya kami tiba juga di Alun-Alun Surya Kencana. Alun-alun Surya Kencana ternyata juga tidak kalah berkabutnya. Jika cuaca cerah, harusnya akan terlihat pepohonan Edelweiss yang tengah disirami sinar rembulan. Namun, karena kabut, jarak pandang kami pun menjadi terbatas.
Kami tidak berhenti di situ. Kami masih melanjutkan perjalanan kembali menyusuri Alun-alun Surya Kencana ini menuju area perkemahan yang dekat dengan sumber air. Temperatur saat itu sangat dingin, apalagi ditambah dengan cuaca yang sangat berangin. Anginnya lumayan kencang juga malam itu.
Setelah kurang lebih setengah jam berjalan, kami tiba juga di area perkemahan dekat sumber air. Banyak tenda yang didirikan di sekitar area itu. Di tengah angin malam yang menerpa, kami mendirikan tenda.
Usai tenda siap dan barang-barang telah ditata rapi di dalam tenda, kami mulai mengeluarkan peralatan memasak dan bahan-bahan makanan. Kami terpaksa memasak makan malam di dalam tenda karena cuaca di luar sangat berangin. Selagi memasak, kami bergantian sholat jama’ maghrib dan isya. Brrrr… tiris pisan euy sholat di luar diterpa angin begitu. 😀
Menu kami malam itu yakni nasi, tempe, dan ayam goreng. Kami juga membuat minuman bajigur dari bungkus sachet yang sudah kami bawa untuk sekedar menghangatkan badan. Pukul 11 malam, setelah makan, kami memberesi perlengkapan kami dan bersiap-siap untuk tidur. Sempit juga ya ternyata tenda kapasitas 6 orang diisi 5 orang ini. Salah juga sih barang-barang dimasukkan di dalam. 😀 (bersambung)