Daily Archives: 5 January 2011

Catatan Liburan Akhir Tahun 2010 (Day 6) : Malangku Rumahku

Rabu, 29 Desember 2010. Dari pelabuhan Ketapang kami berjalan menuju stasiun Banyuwangi Baru yang berjarak tidak sampai 1 km. Menurut rencana, rute berikutnya adalah naik Gunung Bromo melalui jalur Probolinggo. Untuk sampai ke Probolinggo, kami akan menumpang KA Tawang Alun yang berangkat pukul 5 tepat dari stasiun Banyuwangi Baru. Akan tetapi, kabar yang menyebutkan bahwa erupsi Gunung Bromo masih terus berlangsung, membuat kami memikirkan ulang rencana tersebut. Sempat terjadi diskusi yang cukup lama di antara kami mengenai keputusan yang akan diambil. Namun, pada akhirnya kami seapakat bahwa kami akan membeli tiket KA Tawang Alun dengan mengambil tujuan ke Malang. Jika dalam perjalanan kondisi abu tidak terlalu parah, kami akan turun di stasiun Probolinggo dan jadi pergi ke Gunung Bromo. Setelah itu, aku langsung membeli empat tiket KA Tawang Alun jurusan Malang seharga Rp18.500 per orang.

Perjalanan dengan KA Tawang Alun

Pukul setengah 5 ketika kami memasuki peron, sudah stand by KA Tawang Alun di jalur 2 stasiun Banyuwangi Baru. Masih ada waktu setengah jam lagi sebelum berangkat. Aku pun mencari toilet dan mushola untuk melaksanakan sholat shubuh.

KA Tawang Alun

KA Tawang Alun

Pukul 5 pagi tepat kereta diberangkatkan. Pagi itu KA Tawang Alun terdiri atas 4 gerbong ekonomi bermotif nutri sari dan ditarik 1 lokomotif berjenis BB. Kondisi dalam gerbong penumpang masih cukup sepi. Mungkin karena baru berangkat dari stasiun pertama dan di samping itu stasiun Banyuwangi Baru juga berada di sebuah daerah pinggiran Banyuwangi yang tidak begitu ramai. Begitu kereta berangkat ketiga temanku yang lain itu langsung tertidur. Masih ngantuk sepertinya mereka karena kurang tidur.

Tertidur

Tertidur

Ketika kereta Tawang Alun tiba di stasiun Klakah (55 km sebelum Probolinggo), kepala stasiun Klakah meminta penumpang untuk menutup semua jendela dan pintu kereta untuk mengantisipasi masuknya abu Gunung Bromo ke dalam kereta. Benar saja, sepanjang perjalanan setelah Klakah ini, di sisi kanan dan kiri terlihat abu-abu beterbangan. Walaupun semua jendela sudah ditutup, tetap saja masih banyak debu yang masuk melalui celah-celah di dalam kereta. Yang paling kentara adalah tumpukan pasir yang tiba-tiba sudah nyaris tebal saja di atas meja kecil samping jendela kereta. Tumbuhan-tumbuhan dan rumah-rumah yang dilalui sepanjang perjalanan juga tampak terselimuti abu. Aku berani bilang, abu yang sekarang ini lebih tebal dari pada sewaktu kami berangkat ke Bali 4 hari yang lalu. Orang-orang di dalam kereta pun semuanya ikut mengenakan masker.

Melihat kondisi abu yang cukup parah itu, kami akhirnya memutuskan untuk tidak jadi ke Bromo. Mungkin lain waktu ya teman-teman. Yang paling tampak kekecewaanya adalah si Neo yang terlihat sangat berkeinginan untuk pergi ke Bromo. Aku sendiri sudah pernah sekali ke Bromo sewaktu SMA dulu.

Tanaman pun tertutup abu

Tanaman pun tertutup abu

Para penumpang menggunakan masker (kecuali Kamal :D)

Para penumpang menggunakan masker (kecuali Kamal :D)

Tiba di Malang

Waktu telah menunjukkan sekitar pukul 1 siang ketika kami sampai di Lawang, atau “pintu”nya Kota Malang ini. Belasan menit kemudian kereta tengah melalui kawasan Karangploso ketika Neo berkata, “Bau rokoknya kok menyengat ya di sini.” Ya wajar saja di kiri kereta ini terletak sebuah pabrik rokok yang sangat besar di Malang yang sudah dikenal orang.

Akhirnya tiba juga kereta ini di Malang. Kami turun di stasiun Malang Kota Baru. Suasana stasiun saat itu sangat ramai. Banyak calon penumpang yang menunggu kereta. Bahkan sebagian besar dari mereka langsung berebut naik kereta yang baru saja kami tumpangi ini. Kami pun terpaksa berdesak-desakan mencari jalan keluar.

Sampai di luar stasiun, kami tidak langsung pergi. Kami mampir dulu ke Continue reading

Catatan Liburan Akhir Tahun 2010 (Day 5) : Rainy Day In Denpasar

Selasa, 28 Desember 2010. Badan ini rasanya pegal-pegal semua pagi itu ketika aku terbangun. Capai juga tiduran semalaman di dalam mobil. Waktu menunjukkan telah pukul 4.15 WITA. Ouww, ternyata aku orang yang pertama bangun. Padahal rencana kami sebelumnya adalah bangun pagi-pagi kemudian berangkat ke pantai Sanur untuk melihat sunrise di sana. Makanya, begitu bangun aku juga langsung membangunkan teman-teman yang lain. Beberapa menit kemudian kami langsung berangkat menuju pantai Sanur.

Menuju Pantai Sanur

Lokasi pantai Sanur tidak begitu jauh dari Kuta. Jaraknya hanya sekitar 15 km. Jalanan yang masih sepi karena masih jam 5 pagi membuat perjalanan menjadi lebih cepat.

Sekitar 20 menit kemudian kami sudah sampai di pantai Sanur. “Lho, tapi mana pantainya?” gumam kami. “Kok nggak meyakinkan gitu ya.” Tidak terlihat tempat parkir yang disediakan untuk pengunjung. Dari mobil pantai di depan sana terlihat hanya sekelumit saja. kemudian kami mencoba bertanya kepada bapak-bapak yang sedang sibuk menyiapkan sesuatu di jalan. “Pak, lokasi pantai Sanur di sebelah mana ya?” tanya Kamal. “Dari perempatan itu belok kiri dik.” kata bapak itu.

Kami pun langsung cabut kembali ke perempatan itu dan berbelok ke kiri. Kira-kira ada ratusan meter mobil melaju. Tak lama kemudian terlihat papan penunjuk jalan “Sanur Beach 300 M”. Kami pun berbelok menuju jalan itu. Supaya lebih meyakinkan, kami bertanya dulu kepada penjaga minimarket yang ada di dekat ujung jalan masuk itu. “Mas, kalau mau ke pantai Sanur lewat sini ya?” tanyaku. “Sanur yang mana mas?” tanya balik masnya. Dalam hati aku bertanya-tanya apa maksud orang ini dengan kata “Sanur yang mana”. Memangnya pantai Sanur ada banyak ya. “Di depan jalan itu kan ada tulisan ‘Sanur Beach 300 M’ mas. Kalau mau ke Sanur Beach benar lewat sini kan?” tanyaku lagi. “Oh, mau ke Sanur Beach… Iya, benar, lewat sini.” jawabnya. Oke, setelah itu kami pun melaju mantap menyusuri jalan itu menuju “Sanur Beach”.

Akhirnya tiba juga kami di ujung jalan. Pantai sudah terlihat di depan mobil sana. Tapi… “Kok tempat parkirannya sempit banget ya. Selain itu ada tulisan lagi di samping kanan jalan: ‘Selain pekerja kontruksi bangunan, dilarang parkir di sini’.” gumam kami lagi. Selain itu pantainya juga kecil. Cuma ada dua orang yang sedang berada di tepi pantai menunggu sunrise. Kami pun balik lagi ke tempat minimarket tadi untuk bertanya kembali.

“Mas, beneran nggak sih pantai Sanurnya itu yang 300 M dari sini tadi?” tanyaku. “Lho, masnya ini mau ke ‘pantai Sanur’ atau ke ‘Sanur Beach’ sih?” tanya balik masnya. “Ke pantai Sanur.” jawabku. “Oalah, lha sampeyan tadi nanyanya mau ke ‘Sanur Beach’. Saya kira mau ke hotel. Makanya saya sempat bingung tadi. kalau ke hotel ‘Sanur Beach’ memang lewat sini.” kata masnya sambil sedikit tertawa. Dalam hati aku juga ingin tertawa.

Di dalam bahasa Bali ternyata ada juga kata “sampeyan” sebagaimana di dalam bahasa jawa. Cukup banyak juga kosa kata bahasa Bali yang mirip bahasa Jawa. Selain kata “sampeyan” ada juga kata “tingali” yang artinya menengok atau melihat. Kata ini sempat aku dengar dari bapak rental mobil yang kami sewa kemarin.

Oke, kembali ke topik. Nah, oleh masnya, dikasih tahu kalau pantai Sanur itu kalau dari tempat kami tinggal jalan lurus saja ke utara kemudian sampai perempatan belok kanan. “Lho, itu kan tempat yang kami datangi pertama tadi.” gumam kami. Kami pun langsung cabut kembali menuju tempat itu.

Sampai di sana, tiba-tiba saja sudah ramai manusia. Wajar saja, saat itu sudah jam 6 pagi WITA. Jalan yang pagi-pagi begitu lengang dan tidak ada “pintu masuk” objek wisata di sana, sekarang sudah ada. Penjaga pintu masuknya ternyata bapak yang pertama kali kami tanya. “Wah, parah benar. Kami disesatkan.” gerutu kami. Ya sudahlah, tidak apa-apa. Kami membayar Rp5.000 untuk tiket masuk berempat plus mobil.

Langit Mendung di Pantai Sanur

Pagi itu kami kurang beruntung. Kami baru sampai di Pantai Sanur ketika waktu menunjukkan sekitar pukul 6 lebih. Padahal sudah berangkat pagi-pagi. Sayangnya, gara-gara “nyasar“, kami jadi kesiangan sampai pantainya. Sudah gitu, mendung pula pagi itu.

Yup, pagi itu matahari tampak malu-malu. Ia tak mau memperlihatkan mukanya yang bersinar. Langit di ujung timur sana pun demikian, tampak gelap karena terselimuti awan mendung. Tapi, samar-samar terlihat bayang-bayang garis sinar matahari yang terpantul di atas permukaan laut.

 

Sunrise yang tertutup awan

Sunrise yang tertutup awan

Hotel dan sebuah motor boat yang berada di kawasan Sanur

Hotel dan sebuah motor boat yang berada di kawasan Sanur

Menikmati pagi di Sanur

Menikmati pagi di Sanur

Tidak lama kami berada di pantai Sanur itu. Mungkin hanya setengah jam. Setelah itu kami kembali ke mobil. Kemudian masing-masing dari kami pergi mencari toilet umum untuk mandi! Biaya penggunaan toilet untuk mandi di sana standar seperti toilet umum pada umumnya, yakni Rp2.000 saja.

Selang beberapa menit setelah semua selesai mandi, tiba-tiba turun hujan deras. Kami pun langsung kembali ke mobil lalu melanjutkan perjalanan lagi ke Bali Selatan. Tujuan kami adalah Pantau Dreamland dan Suluban.

Sampai di Uluwatu

Tidak sampai satu jam dari pantai Sanur untuk mencapai kawasan Uluwatu ini. Jalan-jalan yang digambarkan dalam peta yang kami beli kemarin sudah sangat jelas. Selain itu papan penunjuk jalan di setiap persimpangan juga sangat membantu.

Tapi ketika sampai di persimpangan terakhir, kami salah mengambil jalan lurus. Harusnya mengambil jalan ke kanan jika ingin ke pantai Dreamland atau Suluban. Begitu mengambil jalan lurus di depan sudah ada pintu masuk menuju pura Uluwatu. Karena sudah terlanjur dan bayar karcis parkir sebesar Rp5.000, kami pun masuk saja.

Tidak beberapa lama begitu kami masuk, hujan yang sebelumnya sudah reda, ternyata mengguyur lagi dengan derasnya. Bahkan kali ini bisa dibilang cuaca di sana mendekati badai. Angin berhembus kencang sekali dari arah laut. Bahkan, aku melihat ada satu pohon yang tumbang di kawasan sana karena diterpa angin yang begitu kencang. Daun-daun berguguran. Naumn, begitu hujan reda kami bisa melihat pemandangan yang indah di lautan bawah sana.

 

Pemandangan sekitar Uluwatu

Pemandangan sekitar Uluwatu

Hempasan ombak di Uluwatu

Hempasan ombak di Uluwatu

Jalan-Jalan Mencari Souvenir

Dari Uluwatu kami langsung kembali ke Kuta untuk mengembalikan mobil. Waktu yang tersisa untuk sewa mobil sudah tidak cukup untuk keliling-keliling lagi. Tepat pukul 11 kurang sedikit mobil kami kembalikan.

Acara selanjutnya adalah jalan-jalan mencari souvenir. Tas-tas kami yang berat kami titipkan kepada salah seorang teman Kamal yang kebetulan berdomisili di Denpasar. Kami pun bisa berjalan-jalan dengan nyaman tanpa membawa beban yang berat.

Baru melangkah sekitar 1-2 km, tiba-tiba di tengah perjalanan turun hujan deras. Terpaksa kami berteduh di salah satu bangunan yang terletak di depan jalan Majapahit sambil menunggu hujan reda. Hujan yang ditunggu ternyata cuma sebentar saja. Kami pun melanjutkan langkah lagi.

Setengah jam berjalan tiba-tiba Continue reading