Senin, 27 Desember 2010. Hujan deras mengguyur pagi itu selama kurang lebih dua jam sejak sekitar pukul 6. Seperti yang direncanakan sebelumnya, hari itu kami akan berkeliling Bali dengan mobil sewaan. Karena di antara kami semuanya benar-benar buta jalan di Bali, aku dan Neo berinisiatif untuk mencari orang yang menjual peta Bali di sekitar Kuta ini. Pagi itu, selepas hujan reda, kami langsung jalan-jalan keluar mencari peta.
Kami mencoba memasuki gang-gang yang berada di kawasan Kuta itu. Meskipun hanya berupa gang atau jalan-jalan sempit, tapi kawasan itu sangat ramai dengan kafe-kafe, toko-toko, dan tourist information center. Di salah satu jalan ada sebuah kotak yang dihantung di depan sebuah toko yang ternyata isinya adalah semacam brosur-brosur gitu. Di kotak itu tertulis “Free Map”. Oh, ternyata isinya adalah peta yang ditawarkan secara gratis. Sayangnya, isi petanya hanya mencakup jalan-jalan kawasan kuta-legian saja. Tapi, nggak apa-apalah. Lumayan, dikasih gratis kok nolak. 😀
Setelah menyambangi beberapa toko, akhirnya kami menemukan sebuah toko yang menjual peta Bali. Tapi harganya sangat mahal, Rp 60 ribu! Namun, terus terang isi petanya sangat lengkap. Yang jelas petanya bukan seperti yang biasa ada di atlas itu. Ini ada peta jalan rayanya juga seperti di Google Maps. Tapi peta jalan yang tersedia hanya di beberapa tempat saja yang di sana ada objek wisata terkenal. Ketika kami mencoba menawar-nawar, mbak penjualnya tetap keukeuh. Ya sudahlah, terpaksa peta itu kami beli seharga segitu. Kayaknya mbaknya tahu kami bakal butuh banget.
Perjalanan dimulai
Akhirnya kami mendapatkan mobil sewaan juga, Toyota Avanza, dengan harga sewa Rp 225 ribu untuk 24 jam. Pukul 11 tepat mobil itu kami sewa dan kita langsung berangkat. Tujuan pertama kami adalah Tanah Lot. Neo berperan sebagai driver, aku sebagai navigator yang melihat papan penunjuk jalan, Khairul dan Kamal berperan sebagai pencari rute dengan melihat peta yang sudah kami beli dengan mahal tadi.
Sampai di Tanah Lot
Hanya berbekal peta dan papan penunjuk jalan, kami sampai juga akhirnya di Tanah Lot. Alhamdulillah tidak sampai nyasar ke mana-mana. Tiket masuk ke Tanah Lot untuk 4 orang dengan mobil sebesar Rp 35 ribu. Tanah Lot merupakan objek wisata yang menawarkan keunikan karena adanya sebuah pura yang berada di atas bongkahan batu raksasa yang dipisahkan dengan daratan oleh laut. Sampai di sana kami berfoto-foto dulu. Kencang juga ya ombak di sana.
Lanjut ke Ubud
Selesai jalan-jalan di Tanah Lot, kami melanjutkan perjalanan ke Ubud. Objek yang akan kami datangi adalah “Bali Bird Park & Reptiles”. Sialnya, kali ini kami benar-benar tersesat. Berjam-jam kami muter-muter nggak jelas. Ada suatu saat di mana sebenarnya kami sudah sedikit lagi sampai di Bali Bird Park itu. Tapi sialnya, kami tidak tahu di mana kami berada di mana saat itu, akhirnya kami putar arah.
Setelah sekian lama berputar-putar akhirnya sampai juga di jantung kawasan Ubud. Kawasan ubud memang terkenal dengan keseniannya. Di pinggir-pinggir jalan bertebaran toko-toko atau galeri yang menjual atau memamerkan karya-karya seni mereka.
Tak mau hanya sekedar melihat dari dalam mobil, kami mencoba turun dan masuk ke salah satu galeri lukisan yang ada di sana yang kebetulan memiliki parkir yang luas. Sayang, aku lupa nama galeri itu. Begitu selesai parkir, kami beranjak masuk ke dalam galeri. Oh, ternyata dimintai tiket oleh penjaganya. Okelah kalau begitu kami akan membeli dulu. Tak lama kemudian mata kami terbelalak kaget. What?? Alamak, harga tiket masuknya Rp40.000!! “Itu sudah untuk empat orang ya?” dengan polosnya aku bertanya kepada petugas tiket itu. Tiba-tiba aku tersadar Rp40.000 yang tertulis di loket itu mana mungkin ditujukan untuk 4 orang. Akhirnya dengan malunya kami nggak jadi masuk. Kami pun ngeloyor pergi begitu saja tanpa menunggu komentar bapaknya. Hihihi… 😀
Dari galeri lukisan itu, kami melanjutkan perjalanan lagi ke objek wisata “Wenara Wana”. Sebenarnya kami kurang begitu tahu sih objek wisata apa yang ditawarkan di sana. Yang kami tahu tentang “Wenara Wana” hanya dua kata kunci saja, “hutan” dan “kera”. Tapi, dari pada nggak ada tempat yang dikunjungi selama di Ubud, ya sudah kami ke sana saja sambil berharap tiket masuknya bakal murah.
Begitu turun dari mobil, kera-kera sudah banyak berkeliaran di halaman depan objek wisata itu menyambut kami. Lagi-lagi biaya tiket masuk ke objek wisata itu benar-benar membuat kami mengernyitkan dahi. Biaya masuknya memang lebih “murah” dari pada di galeri lukisan tadi, tapi Continue reading