Kamis, 30 Desember 2010. Tidak lama waktu kami singgah di Malang. Cukup satu malam saja. Pagi itu sekitar pukul 9 aku dan kawan-kawan sudah berpamitan kepada keluargaku untuk melanjutkan perjalanan kembali.
Dari rumahku kami menaiki angkot menuju Polowijen. Di sana kami mampir dulu ke toko oleh-oleh khas Malang “Ken Arok” yang terletak persis di bawah fly over dekat persimpangan rel kereta api dan tepat berada di samping kantor kelurahan Polowijen. Khairul dan Neo tampak bersemangat sekali mencari oleh-oleh keripik buah yang memang menjadi khas oleh-oleh asal Malang. Sementara itu, aku dan Kamal menunggu mereka di depan toko tersebut.
Dari toko oleh-oleh “Ken Arok” kami lanjut lagi menaiki angkot ke stasiun Malang Kota Baru. Di sana kami berencana menitip tas-tas kami yang berat-berat untuk diambil pada waktu sore harinya. Ya, kami mau jalan-jalan dulu. Masih ada waktu sekitar lima jaman sebelum kereta Malabar yang akan kami tumpangi berangkat.
Main-main di Jatim Park
Dari stasiun kami pergi menuju terminal Landungsari. Di sana sudah menunggu teman kami satu jurusan yang sebenarnya juga temanku satu sekolah mulai dari SD sampai kuliah sekarang, yakni Haris. Perjalanan berlanjut lagi dengan menaiki angkot Landungsari-Batu. Ya, kami akan bermain-main di Jawa Timur Park atau yang biasa disebut cukup dengan “Jatim Park” saja. Tidak sampai setengah jam perjalanan dari Landungsari ke terminal Batu. Dari sana kami melanjutkan perjalanan yang tinggal berjarak beberapa ratus meter saja.
Woww..! kami sempat terperangah begitu mengetahui harga tiket masuk Jatim Park mencapai Rp50.000 per orang. Tiket masuk itu sudah bersifat terusan. Maksudnya, kita dapat dengan gratis masuk atau menaiki 53 wahana yang ada di sana tanpa perlu membayar biaya lagi. Kata salah seorang teman yang sudah sering pergi ke sana, sebenarnya untuk hari biasa, Senin-Kamis, harga tiket terusannya Rp35.000 per orang. Kalau hari Jumat-Minggu Rp45.000 per orang. Mungkin ini gara-gara masa liburan anak sekolah sehingga harga tiketnya mencapai segitu.
Sudah lama aku nggak berkunjung ke Jatim Park ini. Terakhir kali ke sini seingatku adalah 8,5 tahun yang lalu (sekitar Juni 2002) saat aku masih kelas 1 SMP . Kala itu, aku ke Jatim Park karena sekolahku, MTsN Malang I, mengadakan studi tur ke sana. Seluruh siswa kelas satu diwajibkan untuk mengikuti acara ini. Di sana kami selain bersenang-senang juga harus membuat rangkuman atas pengetahuan yang kami dapat dari penjelasan atau eksperimen yang ditampilkan di wahana pembelajaran.
Aku juga masih ingat, saat itu wahana yang ada belum sebanyak sekarang dan harga tiketnya masih Rp7.500 untuk hari biasa dan Rp15.000 untuk hari libur. Tapi sistemnya masih belum terusan. Artinya, setiap kita akan memasuki wahana permainan, kita perlu membayar lagi.
Oke, sekarang balik lagi ke jalan-jalanku yang sekarang. Masa lalu ya cukup diingat saja. 😀
Cara penunjukkan tiket terusan di Jatim Park ini cukup unik. Setiap orang harus melingkarkan tiketnya di pergelangan tangan masing-masing. Setiap akan memasuki wahana permainan, “gelang” pengunjung akan ditandai oleh petugas wahana. Jadi setiap orang tidak bisa memasuki wahana lebih dari satu kali.
Banyak sekali wahana di Jatim Park ini. Ada 53 wahana yang boleh dimasuki secara gratis untuk pengunjung dengan tiket terusan. Di luar itu, beberapa wahana seperti gokart dan flying fox, pengunjung dikenakan biaya tambahan. Angka 53 itu sepertinya terdengar sangat banyak. Akan tetapi, angka 53 itu sebagian besar disumbangkan oleh banyaknya wahana yang memang diperuntukkan hanya untuk anak-anak saja dan wahana pembelajaran seperti sains dan sejarah. Jadi, wahana permainan yang memang dapat dimasuki oleh anak-anak remaja atau dewasa mungkin hanya beberapa persen dari angka 53 itu. Tapi overall, seru juga wahana-wahana yang ada di Jatim Park ini buat senang-senang atau lucu-lucuan sama teman-teman.
Sekedar saran saja. Kalau ingin main ke Jatim Park sebaiknya jangan bertepatan dengan momen liburan anak-anak sekolah. Jika tidak, Anda akan mengalami nasib yang sama seperti dengan yang kami alami: antrian padat mengular! Jika Anda memang mengalokasikan waktu seharian penuh di sana, maka saran tadi silakan diabaikan. 😛
Nah, karena antrian yang padat itu tidak banyak wahana yang bisa kami kunjungi. Apalagi waktu kami juga terbatas.
Wahana pertama yang kami kunjungi, pertama, adalah rumah hantu. Untuk menikmati wahana ini, kami harus mengantri terlebih dahulu, setidaknya ada setengah jam. Saat memasuki wahana ini, kesan seram (lebih tepatnya mungkin kesan “mengagetkan”) yang ingin diciptakan kurang terasa karena Continue reading