Tag Archives: italia

Tanpa Italia Lagi di Piala Dunia

Subuh itu saat bangun tidur, saya langsung membuka aplikasi livescore di HP saya mengecek hasil pertandingan semifinal play-off kualifikasi Piala Dunia zona Eropa yang baru saja selesai dimainkan. Alangkah tercengangnya saya melihat skor pertandingan Italia melawan Makedonia Utara yang berakhir 0-1 untuk kemenangan tim tamu. Dengan hasil tersebut artinya Italia gagal melaju ke Piala Dunia 2022 di Qatar.

Saya tak menyangka Italia akan kalah melawan Makedonia Utara. Namun terus terang saya juga ada feeling Makedonia Utara akan menyulitkan Italia karena morale timnas Italia saya lihat sedang tidak bagus dalam beberapa pertandingan terakhir.

Lagi-lagi kemampuan finishing Italia lah yang menjadi momok bagi mereka sendiri. Percuma punya ball posession 66% dan jumlah tendangan on target/off target sebesar 5/32 (sumber di sini) kalau tiada satu gol pun tercipta.

Terlihat sekali Italia memiliki problem di lini serang. Italia tidak punya striker mematikan. Ciro Immobile yang selama ini kurang moncer di timnas, nyatanya masih terus menjadi pilihan utama karena memang dialah striker Italia dengan catatan paling baik di klub saat ini. Ketika ia buntu di timnas, tidak ada pilihan lain yang bisa menggantikan.

Kehilangan Federico Chiesa dan Leonardo Spinazzola juga sangat berpengaruh bagi Italia. Tidak ada pemain cepat dan kreatif lagi yang pandai mengobrak-ngabrik jantung pertahanan lawan.

Setelah juara Euro 2020 kemarin, Roberto Mancini sudah mulai jarang lagi terlihat bereksperimen dengan susunan dan formasi inti. Beda sekali ketika dia memulai menangani timnas Italia setelah Piala Dunia 2018 lalu. Berbagai pemain bergantian masuk dan keluar tim. Banyak talenta baru diberikan kesempatan.

Tapi hal tersebut memang bisa dimaklumi. Di saat pressure pertandingan yang makin tinggi, tentunya pelatih akan lebih cenderung stick pada the winning team. Cuma disayangkan saja, ada pemain yang sudah berkali-kali tidak perform di Gli Azzurri, ternyata masih dipilih terus. Berarti memang sebegitu sedikitnya pilihan yang tersedia.

baca juga: Piala Dunia Tanpa Italia (dan Buffon)

Tanpa Italia, tentunya Piala Dunia nanti lagi-lagi akan terasa hambar bagi saya. Tidak ada lagi tim yang dijagokan.

Tapi terus terang, dibandingkan 2018 kemarin ternyata perasaan saya biasa-biasa saja dengan kegagalan Italia saat ini 🤣. Mungkin karena kemarin baru saja mengalami euforia juara Euro dan sebelumnya juga sudah pernah tidak lolos Piala Dunia juga.

Selain itu mungkin faktor usia juga wkwkwk. Mendukung tim bola menjadi sewajarnya saja, tidak perlu larut dalam kebahagiaan saat menang atau kesedihan saat kalah.

Tidak lolos Piala Dunia 2 kali secara berturut-turut yang dialami oleh Italia ini rupanya bukan hal baru yang dialami oleh negara besar sepakbola. Yang paling spektakular tentu saja kegagalan Prancis lolos ke Piala Dunia 1990 dan 1994. Padahal saat itu mereka memiliki pemain-pemain hebat seperti Jean Pierre Papin, Eric Cantona, Marcel Desailly dan Didier Deschamps.

Namun apa yang terjadi setelahnya? Prancis rebuild dan pada Piala Dunia berikutnya tahun 1998 Prancis juara.

Jika dibandingkan dengan skuad Prancis saat itu yang bertabur bintang, kondisi Italia saat ini bisa dibilang sangat minim pemain bintang. Menarik ditunggu apakah Italia bisa rebuild untuk turnamen Piala Dunia berikutnya, atau tak perlu-perlu jauh, mempertahankan status juaranya di Euro 2024 nanti.

Advertisement

It’s Coming (To) Rome

“It’s coming to Romee, it’s coming to Romee..”

Begitulah teriakan Bonucci setelah Italia memastikan gelar juara Euro 2020 melalui adu tendangan penalti melawan Inggris pada final Euro 2020 5 hari yang lalu. Tagline “It’s coming home” yang biasa didengungkan di media berhasil diplesetkan oleh Italia menjadi “It’s coming (to) Rome”.

Sebagai pendukung setia Italia, tentu saja rasanya puas banget menyaksikan Italia mendapatkan gelar juara kembali setelah pada tahun 2006 lalu saya juga menyaksikan Italia mendapatkan gelar Piala Dunia di Jerman. Apalagi Euro 2020 ini adalah turnamen comeback-nya Italia setelah absen di Piala Dunia 2018 lalu.

Piala Dunia 2018 bagi saya ketika itu adalah turnamen sepakbola paling hampa karena tidak ada tim yang saya jagokan. Hahaha. Lebay banget. Saya sempat menuliskan unek-unek saya ketika itu di sini.

Di turnamen Euro 2020 ini untuk pertama kalinya saya merasa optimistis Italia bisa meraih gelar juara sejak turnamen belum digulirkan. Selama ini walaupun memandang Italia sebagai tim kuat, tapi saya selalu merasa banyak negara lain yang lebih solid dan potensial untuk menjadi juara.

Continue reading

Piala Dunia Tanpa Italia (dan Buffon)

Mimpi buruk itu akhirnya kejadian juga. Sejak mengetahui hasil undian kualifikasi zona Eropa di mana Italia berada satu grup dengan Spanyol usai Euro 2016 lalu, saya langsung pesimis Italia bakal lolos langsung ke Piala Dunia 2018 dengan menjadi juara grup. Apalagi ketika mengetahui Gian Piero Ventura ditunjuk menggantikan Antonio Conte sebagai pelatih Timnas Italia.

Saya cukup meragukan kapabilitas beliau di level tertinggi karena memang belum memiliki pengalaman menangani tim-tim besar. Terbukti dengan monotonnya formasi dan taktik yang diterapkan beliau sepanjang babak kualifikasi Piala Dunia ini.

Padahal dalam 2 tahun terakhir ini banyak talenta muda Italia yang bermunculan dan semakin matang. Berbeda dengan masa Antonio Conte yang memiliki pilihan yang terbatas. Tak heran usai Italia gagal memastikan lolos ke Piala Dunia, kritikan lebih banyak dialamatkan kepada beliau dan juga presiden FIGC (PSSI-nya Italia) sebagai pihak yang menunjuk beliau sejak pertama.

Nasi sudah menjadi bubur. Bagi saya, Piala Dunia 2018 nanti akan kurang terasa gairahnya karena tak ada Italia. Tak ada tim yang saya dukung.

Apalagi sejak beberapa turnamen internasional terakhir ini — Euro dan Piala Dunia, saya hanya menonton pertandingan yang melibatkan Italia saja. Itupun kalau yang dini hari biasanya belum tentu nonton. Kecuali bener-bener big match. Jadi kayaknya untuk Piala Dunia 2018 ini, saya bakal mengikuti highlight-nya saja. Wkwkwkk.

Tapi sebenarnya yang masih disayangkan tentu saja tidak jadi melihat Gianluigi Buffon mengakhiri karir sepak bolanya di sebuah pentas di mana banyak mata orang dari berbagai belahan dunia akan tertuju. Entahlah. Sebagai generasi kids jaman 90-an yang hobi bermain sepak bola, rasanya seperti ada keterikatan batin dengan Buffon (yang sepertinya) merupakan nama besar satu-satunya yang bermain sejak tahun 90-an yang tersisa sekarang.

Totti celebration vs Lazio

Totti dan Nostalgia Masa Kanak-Kanak

Di usia yang tahun 2015 ini akan memasuki 39 tahun, Totti ternyata masih tetap garang. Terakhir tentu saja 2 gol fenomenalnya ke gawang Lazio dalam Derby Della Capitale. Gol kedua bahkan dilakukannya sambil setengah “terbang” untuk menyambut umpan silang dengan melakukan tendangan gunting. Sulit membayangkan seseorang yang sudah berusia nyaris kepala 4 untuk melakukan aksi akrobatik seperti itu.

Foto “selfie” yang kini sedang menjadi tren di dunia pun dilakukannya saat selebrasi gol keduanya. Sepertinya habis ini bakal booming selebrasi selfie setelah mencetak gol, haha. Eh, tapi jangan-jangan habis itu FIFA bakal bikin aturan kartu kuning buat yang selfie, ehehe.

Totti selfie

Totti selfie

Setelah menonton pertandingan derby Roma vs Lazio itu, saya tak bisa menahan diri untuk tidak menuliskan sesuatu terkait Francesco Totti di blog ini. Ciamiknya performa Francesco Totti kemarin telah membangkitkan imajinasi saya semasa Continue reading

Drawing Piala Dunia 2014

Jumat pekan lalu (6/12) FIFA (Fédération Internationale de Football Association) bertempat di kota Mata de São João, Brazil, telah melangsungkan pengundian babak grup Piala Dunia 2014 Brazil. Hasilnya terdapat beberapa grup yang disebut-sebut grup neraka. Yang paling menyita perhatian tentu saja Grup B dan Grup D. Grup B terdiri atas dua negara raksasa Eropa, Spanyol dan Belanda, serta tim kuat Amerika Latin, Chile, dan negeri kanguru, Australia, yang tak bisa dianggap remeh. Sementara itu, Grup D terdiri atas tiga mantan juara dunia, yakni Italia (4 kali juara dunia), Uruguay (2 kali), dan Inggris (1 kali), serta tim underdog Kosta Rika.

Hasil lengkap undian babak grup Piala Dunia 2014 bisa dilihat di gambar berikut (gambar diambil dari screenshot halaman http://www.fifa.com/worldcup):

Group Stage World Cup 2014

Group Stage World Cup 2014

Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa penyelenggaraan ini berlangsung di Brazil yang memiliki iklim tropis, yang cuacanya sering tidak bersahabat dengan negara-negara beriklim 4 musim, khususnya negara-negara Eropa. Selain itu, fakta bahwa selama penyelenggaraan dilangsungkan di benua Amerika, belum pernah sekalipun kompetisi piala dunia ini dimenangi oleh negara non-Amerika Latin.

Maka dari itu, walaupun mungkin Kosta Rika adalah tim ‘tercupu’ di Grup D, bisa jadi malah akan menjadi batu sandungan untuk tim yang lain. Karena itulah Piala Dunia 2014 ini agak sukar diprediksi. Kegagalan tim-tim besar Eropa untuk beradaptasi dengan cuaca di Brazil, tentu akan berakibat berubahnya peta persaingan menuju juara.

Aku sendiri dalam piala dunia kali ini seperti biasa tetap menjagokan Italia untuk menjadi juara. Ini menjagokan lho ya… bukan prediksi. Kalau bicara prediksi juara, aku cenderung merasa bahwa Piala Dunia 2014 nanti bakal menjadi milik Brazil. Argentina dan Kolombia juga bisa memberikan kejutan (menjadi juara).

Knock-Out Stage World Cup 2014

Knock-Out Stage World Cup 2014 (sumber gambar: wikipedia)

Jalan Brazil sendiri sebenarnya nggak mudah juga. Andaikan lolos ke babak berikutnya (16 besar), Brazil berpeluang bertemu wakil dari grup B, antara Spanyol, Belanda, atau Chile. Kalau lolos babak berikutnya lagi (perempat final), besar kemungkinan bertemu Kolombia atau runner-up dari Grup D yang mungkin diisi oleh Uruguay, Italia, atau Inggris. Hmm… menarik. Bakal tersaji banyak big match nih.

Semoga saja Italia jagoan saya bisa melaju sampai ke final dan menjadi juara. Kalau gagal di babak-babak awal, mudah-mudahan jagoan nomor dua saya, Brazil, juga bisa lolos sampai ke final, hehe. Habisnya Piala Dunia 2010 kemarin nyesek banget, Italia yang kujagokan harus kandas di penyisihan. Babak-babak berikutnya pun terasa hambar karena nggak ada negara yang dijagokan lagi. Makanya perlu jagoan ‘cadangan’, hihi.

Well, masih lama juga sih Piala Dunia 2014 ini. Masih 182 hari lagi dari saat tulisan ini dibuat. Nah, ngomong-ngomong negara mana jagoan Anda di Piala Dunia 2014 nanti?

Pertandingan Spektakuler Bayern Munchen vs Inter Milan

Baru kali ini aku menulis tentang sepak bola di blog ini. Tapi aku tak bisa menahan diri untuk tidak menulis tentang pertandingan luar biasa yang satu ini. Semalam aku baru saja menonton pertandingan yang sungguh spektakuler menurutku, antara Bayern Munchen melawan Inter Milan. Nggak sia-sia aku emenontonnya secara langsung melalui streaming. Agak kesal juga ketika aku bangun ternyata baru menyadari bahwa RCTI nggak menyiarkan pertandingan ini seperti pada partai pertama, malah menyiarkan pertandingan Manchester United (MU) vs Marseille yang menurutku sudah hampir pasti 95% diambil oleh MU.

Ada banyak kata kunci untuk menggambarkan pertandingan yang spektakuler ini: kesabaran, konsentrasi, pantang menyerah, dan keberuntungan. Bagaimana tidak, setelah unggul 1-0 melalui gol cepat Samuel Eto’o (poacher sejati yang pernah kulihat), Inter dibombardir terus menerus oleh Bayern Munchen hingga terjadilah blunder yang dilakukan oleh Julio Cesar melalui skema yang nyaris persis dengan gol telat Bayern pada partai pertama di Milan. Setelah gol Bayern itu, pemain Inter tampak down sehingga selanjutnya pertahanan mereka begitu mudahnya ditembus oleh barisan penyerang Bayern.

Gol kedua datang tidak lama setelah gol pertama. Lagi-lagi terjadi karena kesalahan barisan belakang Inter Milan. Pemain Inter tampak sangat terpukul dengan gol kedua ini. Setidaknya dua gol harus mereka ceploskan agar bisa lolos ke babak berikutnya. Suatu misi yang sangat sulit mengingat Inter begitu susah menembus barikade Bayern. Konsentrasi yang hilang setelah kebobolan 2 gol itu tampaknya masih dialami pemain Inter. Buktinya, berturut-turut Bayern mendapatkan beberapa peluang bersih yang seharusnya menjadi gol, terutama kesempatan Ribery saat berhadapan satu lawan satu dengan Julio Cesar.

Nah, di situlah titik baliknya menurutku. Pemain inter menjadi yakin bahwa peluang lolos itu masih hidup setelah Bayern beberapa kali gagal mencetak gol. Akhirnya, dengan usaha pantang menyerah, Inter dapat menambah 2 gol melalui Sneijder dan Pandev. Keduanya tercipta melalui skema kerja sama yang sangat apik. Inter pun akhirnya menang 3-2 dan secara agregat skor adalah 3-3 dengan Inter sebagai pemenangnya karena keuntungan gol tandang.

Gol emas Pandev

Gol emas Pandev

Sungguh kemenangan paling dramatis yang pernah kulihat setelah pertandingan Bayern Munchen vs Manchester United 1-2 (Final UCL 1999), Belanda vs Italia adu penalti 1-3 (Semifinal Euro 2000), Perancis vs Italia 2-1 (Final Euro 2000), Korea Selatan vs Italia 2-1 (16 besar Piala Dunia 2002), dan Jerman vs Italia 0-2 (Semifinal Piala Dunia 2006). Jangan heran kalau semuanya melibatkan Italia, soalnya saya memang fans tim Italia, hehehe. Kalau klub, saya fans Inter Milan :D. Sebenarnya ada banyak pertandingan lain yang dramatis juga, tapi yang pernah kutonton dan kuingat ya itu.

“]Final UCL 1999 MU vs Bayern Munchen 2-1 (livesoccertv.com)

Final UCL 1999 MU vs Bayern Munchen 2-1 (livesoccertv.com)

 

Adu penalti Belanda vs Italia 1-3 Semifinal Euro 2000 (rediff.com)

Adu penalti Belanda vs Italia 1-3 Semifinal Euro 2000 (rediff.com)

 

Trezeguet's golden goal, France vs Italy 2-1 in Euro 2000 Final (SportWebMedia's Flickr)

Trezeguet's golden goal, France vs Italy 2-1 in Euro 2000 Final (SportWebMedia's Flickr)

 

Gol kemenangan Ahn Jung Hwan Korea vs Italia 2-1 Perdelapan Final WC 2002 (skysports.com)

Gol kemenangan Ahn Jung Hwan Korea vs Italia 2-1 Perdelapan Final WC 2002 (skysports.com)

 

Gol Del Piero, Jerman vs Italia 0-2, Semifinal WC 2006 (Reuters)

Gol Del Piero, Jerman vs Italia 0-2, Semifinal WC 2006 (Reuters)