Tag Archives: gowes

Bersepeda ke Gubukklakah

Minggu lalu (16/5) saya bersepeda ke Desa Gubukklakah yang berada di Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Desa Gubukklakah ini sebenarnya bukan tujuan utama dalam acara sepeda santai yang diadakan bertepatan dengan H+3 lebaran ini di mana ketua panitia dan pesertanya adalah saya sendiri 😂.

Tujuan utama sebenarnya adalah Jemplang yang merupakan gerbang masuk kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dari arah Malang. Namun karena ternyata TNBTS sedang tutup, akhirnya saya terpaksa gowes hingga Desa Gubukklakah saja.

Pagi itu saya berangkat dari rumah sekitar pukul 5.15. Checkpoint pertama adalah Pasar Tumpang yang berjarak kurang lebih 20 km dari rumah. Jarak tersebut saya tempuh dalam waktu 1 jam. Jalannya relatif datar. Ada beberapa petak yang menanjak dan ada beberapa petak yang menurun. Namun secara keseluruhan jalannya cenderung landai.

Di Pasar Tumpang saya tidak berhenti karena kebetulan jalannya menurun. Saya langsung bablas saja hingga pertigaan Jl. Pahlawan Tim-Jl. Pahlawan Barat.

Bagi Anda yang pernah naik gunung ke Semeru atau Bromo dari Malang mungkin sudah familiar dengan Pasar Tumpang ini karena merupakan checkpoint tempat di mana jeep-jeep transportasi ke Semeru atau Bromo mangkal. Biasanya kawasan ini selain ramai dengan orang-orang yang berbelanja ke pasar, juga ramai dengan para pendaki yang memanggul tas-tas carrier.

Continue reading
Advertisement

Menikmati Es Cincau di Bumi Herbal Dago

Masih nyambung dengan tulisan sebelumnya, Trekking ke Curug Omas Maribaya. Sepulangnya dari Tahura, saya mengajak teman saya untuk mampir ke kedai Bumi Herbal Dago. Saya penasaran dengan Bumi Herbal Dago ini karena sering melihat postingan teman atau orang lain di media sosial lagi minum es cincau di sana sehabis lari atau gowes ke Tebing Keraton/Warung Bandrek, namun saya belum pernah ke sana sama sekali. Akhirnya kali ini kesampaian. Wkwkwkwk #KorbanIklan.

Lokasi Bumi Herbal Dago ini cukup mudah ditemukan. Tempatnya ada di pertigaan Warung Bandrek sebelum Tebing Keraton. Dari Tahura kita cukup menyusuri jalan utama ke Bukit Pakar. Di pertigaan Bubur Gowes (hanya beberapa meter dari Tahura) ambil kanan kemudian lurus terus hingga pertigaan Warung Bandrek.

Lokasi Bumi Herbal Dago tepat di sudut bagian tengah pertigaan yang berbentuk Y tersebut. Ketika datang dari arah Tahura, kita bisa melihat area parkir mobil tepat di depan kita dan tangga berundak ke atas. Di situlah Bumi Herbal Dago.

Bumi Herbal Dago tampak dari pertigaan Warung Bandrek

Bumi Herbal Dago ini menempati lahan yang cukup luas namun berundak. Tempat makannya terdiri atas tenda-tenda. Di undakan pertama terdapat batang bambu yang dipasang melintang sebagai tempat untuk parkir sepeda. Dapurnya berada di tanah undakan paling atas. Di sanalah tempat kita memesan makanan dan minuman. Di samping dapur ini juga terdapat area bermain bagi anak-anak.

Di sana juga ada kedai kopinya juga lho. Tempatnya terpisah dari dapur untuk pemesanan makanan tersebut.

Tenda-tenda untuk tempat makan
Parkir sepeda
Area bermain anak-anak

Sebenarnya niat saya ke sana ingin mencoba es cincaunya. Namun rupanya di sana juga menyediakan berbagai aneka makanan berat juga, seperti lotek herbal, kupat tahu, nasi goreng, dan nasi timbel. Ada aneka camilan juga seperti gorengan dan pisang bakar.

Kebetulan sekali kami lapar sekali waktu itu. Maklum habis trekking di Tahura, belum sarapan, dan sudah mendekati duhur pula. Jadilah sekalian kami brunch di sana hehehe. Saya memesan Nasi Goreng Cikur (Rp15 ribu). Teman saya memesan Lotek (Rp15 ribu). Untuk minumannya kami memesan Es Cincau Rosella (Rp10 ribu).

Setelah memesan, kami mencari tempat duduk yang masih kosong. Beberapa saat kemudian makanan dan minuman kami diantarkan oleh seorang teteh yang memang berkeliling mengantarkan makanan dan minuman pesanan ke pengunjung. Beginilah penampakannya.

Es Cincau Rosella
Nasi Goreng Cikur

Soal rasa, raos pisan! Saya sangat menikmati sekali nasi goreng cikurnya. Alhamdulillah. Entah karena memang lapar belum sarapan dan habis trekking lumayan jauh, jadi saya lahap sekali makannya. Cikurnya berasa. Ada topping dua potong dadu ikan asin kecil plus telur ceplok. Nikmat sekali rasanya. Ini memang tipikal nasi goreng kesukaan saya sih yang nggak pakai saos atau kecap begitu hehe.

Sementara itu es cincaunya juga cukup menyegarkan. Ya namanya juga pakai es, hehehe. Nikmat sekali minum es cincau di cuaca terik seperti kemarin. Namun, saya baru kali ini mencoba rosella. Ternyata rasanya agak asam kecut begitu. Tapi di campuran es cincaunya sepertinya juga dikasih gula atau sirup juga karena ada rasa manis-manisnya. Overall, rasanya enak kok.

Jika ada kesempatan lagi, insya Allah saya ingin mencoba datang lagi ke sana, mencoba menu yang lainnya juga. Suasananya juga asyik dan tenang. Kebetulan saya juga suka dengan konsep tempat makan yang menyatu dengan alam seperti ini.

Gowes Sepeda yang Kembali Ngetren di Kala PSBB ini

Ada sebuah fenomena menarik beberapa minggu terakhir ini di Bandung. Khususnya sejak Lebaran kemarin. Di jalanan kini ramai sekali dengan pesepeda. Mereka umumnya bersepeda secara beramai-ramai dengan kelompok atau komunitasnya.

Bahkan pada hari Minggu minggu lalu, ketika saya tengah lari pagi di daerah Dago, saya berpapasan dengan rombongan pesepeda yang saking ramainya separuh jalan sampai dipakai oleh pesepeda. Memang salah satu destinasi para pesepeda ini biasanya daerah Dago ke atas sampai ke Warung Bandrek.

Cukup menarik menerka bagaimana fenomena gowes sepeda ini bermula. Dugaan saya sih aktivitas ini sudah mulai ngetren lagi ketika bulan Ramadan kemarin. Saya beberapa kali berpapasan juga dengan pesepeda saat jam-jam sore menjelang berbuka puasa.

Aktivitas bersepeda ini juga sempat didukung oleh banyaknya jalan yang ditutup dalam masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) ini. Jalan Dago, Braga, dan Asia Afrika adalah jalan-jalan yang sempat ditutup ketika itu. Jalan-jalan itu kini sudah kembali dibuka untuk kendaraan seminggu setelah lebaran.

Jalan Asia Afrika yang sempat ditutup dari kendaraan ketika PSBB

Kosongnya jalan tersebut ternyata dimanfaatkan banyak orang untuk bersepeda. Banyak orang tua yang keluar bersepeda bersama anaknya yang masih kecil tanpa perlu khawatir terserempet kendaraan lain.

Fenomenar ngetrennya gowes ini dibuktikan juga oleh naiknya penjualan sepeda di Kota Bandung hingga 50% sebagaimana diberitakan di sini. Bagi mereka yang belum punya sepeda pasti merasa gatal juga ingin bergabung dengan kawan-kawannya untuk gowes bersama. Hehehe.

Fenomena ini tentunya sangat positif juga bagi masyarakat kita. Insya Allah dengan banyak yang bersepeda begini, akan terbentuk masyarakat yang sehat juga.

Bagaimana di kota Anda? Apakah fenomena bersepeda ini juga terjadi di kota Anda? 😀

Gowes Menikmati Kota Bandung

Ada salah satu cara untuk menikmati Kota Bandung yang perlu dicoba, yakni dengan bersepeda a.k.a gowes. Apalagi jika dilakukan beramai-ramai, semakin menambah keseruan dan keasyikan. Itulah yang aku dan teman-teman lakukan weekend kemarin (Sabtu, 28/12).

Sejak diresmikan pada tanggal 10 Juni 2012, baru kali ini aku nyobain nyewa sepeda di shelter Bike.Bdg ini. Sementara ini baru ada beberapa shelter di kawasan Dago dan Buah Batu saja. Yang ku tahu shelter-shelter di kawasan Dago antara lain di depan kampus ITB (Jl. Ganeca), depan gedung BCA Dago (persimpangan dengan Jl. Dipati Ukur), belakang gedung Anex ITB (di bawah jembatan layang Pasupati), dan di depan Unikom Jl. Dipati Ukur (yang satu ini aku kurang begitu mengamati apakah masih ada atau tidak).

Jadi ceritanya Sabtu itu salah seorang teman ane dari Jakarta lagi main ke Bandung dan mencetuskan ide untuk nggowes itu. Maklum, dia lagi hobi nggowes beberapa bulan belakangan ini. Bersama tiga orang yang lain yang juga lagi di Bandung, jadilah kita menyewa sepeda di shelter Bike.Bdg. Sebenarnya aku ada sepeda sendiri, tapi pingin juga nyobain nyewa sepeda yang di shelter-shelter itu.

Pertama kita datang ke shelter belakang gedung Anex. Sayang sekali, saat itu shelternya lagi nggak ada yang jaga, saudara-saudara. Akhirnya jalanlah kita ke shelter depan BCA Dago. Alhamdulillah shelternya buka. Shelter BCA Dago ini tampaknya yang memang paling hampir dipastikan selalu buka. Mungkin karena lokasinya yang strategis, sehingga kemungkinannya lebih besar orang-orang untuk menyewa ke sini.

Biaya sewa adalah 3000/jam, KTP/SIM/KTM atau kartu identitas yang lain ditinggal di shelter. Kalau sudah punya kartu anggota, tidak perlu meninggalkan kartu identitas (kalau nggak salah begitu). Sebenarnya biaya itu cukup murah sih menurutku dengan mempertimbangkan ada pemasukan juga yang diperlukan pengelola untuk pemeliharaan sepeda-sepeda itu.

Waktu ke sana, kondisi sepedanya kebanyakan masih bagus sih, artinya pedal masih nyaman dikayuh, rem benar-benar pakem, shifter masih bisa digunakan, rear deraillur masih oke. Memang sih beberapa sepedanya sudah mulai kelihatan berkarat. Tapi masih aman untuk digunakan lah. Jenis sepedanya adalah city bike.

Nyewa sepeda di shelter Dago

Nyewa sepeda di shelter Dago

Setelah selesai urusan administrasi — cuma nyatet nama di buku dan ninggalin kartu identitas aja sih — kami langsung mulai mengayuh sepeda kami. Tapi bingung juga tujuannya ke mana, haha. Akhirnya diputuskan untuk keliling-keliling dulu di kawasan perumahan elite dan kafe antara Dipati Ukur dan Dago ini. Di sana jalanan cukup teduh karena banyak pepohonan besar, tinggi nan menjulang, dan rindang.

Tapi ternyata butuh waktu sebentar saja kami muter-muter di sana. Kami pun memutuskan untuk melanjutkan gowes hingga ke Braga. Rutenya melewati Jl. Ir. Haji Juanda-BIP-Jl. Aceh-Jl. Kalimantan-Jl. Jawa-Jl. Merdeka-Jl. Lembong-Jl. Braga. Sepanjang jalan Juanda sampai Jawa masih enak karena banyak pepohonan rindang. Bahkan di Jalan Aceh terdapat lane khusus sepeda. Jadi merasa lebih aman bersepeda di sana.

Dari Braga kami melanjutkan perjalanan lagi ke Gedung Merdeka di Jalan Asia Afrika. Di sana kami cuma duduk-duduk saja sih. Foto-foto, menikmati es duren dan cimol yang dijual pedagang kaki lima yang kebetulan jualan di dekat situ.

Di Gedung Merdeka

Di Gedung Merdeka

Dari Gedung Merdeka kami gowes lagi melalui Jl. Braga-Jl. Suniaraja-Jl. Stasiun Timur kemudian mampir ke Paskal Hyper Square. Beberapa dari kami baru pertama kali ke situ. Penasaran di dalamnya ada apaan sih. Akhirnya sepedaan muter-muter di kompleks tersebut. Kami juga sempat beristirahat beberapa menit di sana.

Setelah itu, lanjut gowes lagi. Tujuan kami selanjutnya mau ke OZ Radio. Lho kok? Iya, beberapa di antara kami kan besoknya mau ikut event lari OZ Color Me Bandung itu. Di sana tempat pengambilan race pack-nya. Jadilah sekalian kami gowes sampai sana. Jadi rute sepedanya dari Paskal Hyper Square lewat Jl. Pasir Kaliki-Jl. Sukajadi-Jl. Bungur-Jl. Prof. Dr. Sutami-Jl. Setrasari-OZ Radio. Sewaktu di Jl. Bungur, jalannya menanjak banget, baru terasa beratnya. Tapi enaknya di sana adem, banyak pepohonan. Kalau Pasir Kaliki dan Sukajadi, sudah jarang pepohonan, macet pula.

Di depan OZ Radio

Di depan OZ Radio

Sebelum ke OZ Radio, kami sempat mampir makan mie ayam di Jl. Dr. Sutami yang kata teman cukup populer di situ. Setelah mengambil race pack, kami balik ke Dago melalui Jl. Bungur-Jl. Cemara-Jl. Cipaganti-Jl. Setiabudi-Jl. Cihampelas-Jl. Siliwangi-Jl. Dipati Ukur. Di tengah rute itu sempat mampir istirahat di sebuah taman di pertigaan Setiabudi-Cipaganti. Dari Dipati Ukur kami muter-muter lagi di kawasan perumahan elit dan kafe di sana sebelum mengembalikan sepeda.

Total waktu sewa kami adalah 4 jam lebih 5-10 menit. Lama juga ya. Tapi serius, nggak terasa lho karena memang menyenangkan gowes ramai-ramai. Jadi total biaya sewanya 15.000 rupiah per sepeda. Padahal tadi niatnya mau dipasin 4 jam, biar nggak rugi-rugi amat, hehe.

Btw, kalau taman-taman kota yang direncanakan oleh Pak walikota sudah jadi (2014, Ridwan Kamil ingin ada 6 taman baru di Bandung), bakal makin seru nih sepedaan dalam kota Bandung. Taman-taman tersebut bisa menjadi alternatif untuk tujuan rute bersepeda. Kolaborasi tersebut — taman dan bersepeda — bakal menjadi alternatif yang menarik untuk menikmati Bandung. Masa ke Bandung jalan-jalannya cuma ke mall atau factory outlet melulu. 😀

Gowes Hari Ini: Nyasar ke Moko Daweung

Awalnya cuma spontan saja sih. Pagi ada perlu sebentar di daerah Pasir Impun. Terus kepikiran kenapa nggak sekalian saja nggowes lewat bukit-bukit di sana mencari jalan tembusan ke Dago via Maribaya. Akhirnya dipilihlah rute Dago-Tubagus Ismail-Cikutra-Cicaheum-Ujung Berung-Pasir Impun-Maribaya. Perjalanan berangkat ini — kalau dilihat di Google Maps — jauhnya sekitar 15 km lebih.

Tahu sendirilah perjalanan dari Dago sampai Ujung Berung ini masih enak, soalnya jalannya memang jalan kota yang ramai dilalui kendaraan dan tracknya juga menurun. Setelah belok ke Pasir Impun, jalannya mulai menanjak. Semakin ke dalam, jalannya semakin menanjak terus. Jarang sekali jalan mendatar. Tekstur jalannya awalnya beraspal, tapi lama kelamaan jalan yang dilalui mulai berbatu-batu.

Setelah melalui SDN Cikawari (di Google Maps tertulis SDN Cikawao 03 itu salah), jalan yang dilalui mulai campuran antara jalan berbatu dan tanah. Mulai terlihat pemandangan bukit-bukit di sekitar. Bahkan, setelah menempuh beberapa ratus meter, pemandangan bukit dengan hutan hijau yang rapat tersaji dan sejenak aku bergumam dalam hati, “Wow, beneran nih aku harus menembus hutan ini?”

Peta rute

Peta rute

Kalau berdasarkan peta dari Google Maps itu, warna hijau-hijau itu ternyata memang menunjukkan kawasan hutan. Tapi sepertinya aku tak bisa memercayai sepenuhnya peta yang ditampilkan Google Maps. Seperti yang kubuatkan garisnya di gambar, walaupun sudah berusaha mengikuti jalan setapak yang ada, somehow aku keluar dari hutan dan bertemu pertigaan dengan ‘prasasti’ bertuliskan “Waroeng Daweung”.

Di pertigaan itu aku istirahat sebentar di toko salah satu warga sekalian membeli air minum di sana. Wow, secara kebetulan aku ‘nyasar’ sampai Waroeng Daweung. Padahal rencana awal mau menembus hutan-hutan itu untuk menyeberangi bukit menuju Maribaya. Sayang sekali GPS hpku tidak bekerja dengan baik ketika berada di dalam hutan. Aku kehilangan informasi di mana posisiku berada.

Nah jalan menuju Warung Daweung ini ternyata tak ada di dalam Google Maps (lihat garis merah yang kutandai di peta menuju Warung Daweung). Jalan di Warung Daweung ini sebenarnya buntu, sudah tak ada jalan lagi, kecuali pematang di antara ladang-ladang penduduk. Akhirnya aku memutuskan untuk melalui pematang yang ternyata jalannya mengarah menuju ke dalam hutan.

Di hutan ini aku benar-benar mengandalkan insting saja. Sudah nggak tahu lagi mana arah yang benar. Di hutan ini cukup banyak percabangan jalan. Sempat ketemu beberapa rombongan motor trail yang lagi off road di sana.

Setelah berjalan menyusuri dalam hutan, akhirnya bisa keluar juga dan mendapati ladang-ladang penduduk. Nama desanya Pamuncangan. Aku baru sadar aku telah salah mengambil jalan keluar di hutan. Pamuncangan ini kalau di peta sebenarnya sejajar dengan jalan menuju Moko Daweung. Artinya, aku masuk ke dalam hutan tadi hanya mengambil jalan memutar saja (lihat peta). Harusnya aku berjalan lurus menembus Maribaya.

Mau nggak mau perjalanan harus tetap dilanjutkan. Harus cari jalan lagi ke arah Maribaya, walaupun memutar. Sialnya, baterai hp sudah habis, aku tak bisa melihat peta lagi. Terpaksa benar-benar mengandalkan insting saja. Singkat cerita, setelah jauh-jauh mengayuh sepeda menaiki dan menuruni bukit, ternyata keluarnya di daerah Bojong Koneng. Glek! -_-

Ujung-ujungnya aku kembali lagi ke Cikutra. Tapi aku tetap bersyukur akhirnya menemukan jalan pulang, haha. Aku sempat kurang lebih 1-2 jam mengayuh sepeda dan don’t have a clue where I am actually.

Btw, aku sempat terjungkal dari sepeda ketika keluar dari hutan melalui jalan setapak berupa turunan yang sangat curam menuju Pamuncangan. Tekstur jalan setapak yang berupa tanah berpasir, membuat rem tidak bekerja dengan baik, dan sepeda meluncur dengan kencang. Sialnya tanahnya tidak rata sehingga membuatku susah mengontrol sepeda. Tahu-tahu aku sudah terjungkal saja dari sepeda.

Lutut berdarah tapi alhamdulillah hanya luka biasa. Tapi yang sakitnya masih terasa sampai sekarang adalah di daerah pinggang sisi sebelah kanan belakang. Sepertinya memar terkena benturan dengan batu sewaktu terjatuh. Mudah-mudahan segera hilang rasa sakit ini sehingga aku bisa ikut dua event lari dalam dua pekan yang akan mendatang. 😦