GP100 di Puncak Gede

Lari 25K di Gede Pangrango 100 (Part 2/2)

Minggu, 8 Desember 2019

Usai sholat subuh, kira-kira pukul 4.45 saya check-out meninggalkan penginapan Berlian Resort untuk pergi menuju kantor TNGGP (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango) di Cibodas. Kunci kamar saya serahkan kepada resepsionis di kantor dekat pintu gerbang kompleks resort.

Jalan Raya Cipanas pagi itu masih belum terlalu ramai. Jadi cepat saja saya sampai di Kantor TNGGP Cibodas. Setibanya di sana saya menitipkan tas bawaan saya ke salah satu warung di dekat parkir sepeda motor yang melayani penitipan. Saya terpaksa menitipkan di sana karena panitia tidak menyediakan fasilitas drop bag untuk peserta kategori 25K.

Setelah itu saya memanfaatkan waktu yang ada sebelum start untuk melakukan pemanasan di area parkiran. Ada seorang pelari lain yang juga melakukan pemanasan di sana yang kemudian saya mengenal namanya sebagai Sani.

Usai pemanasan, saya berjalan menuju garis start yang bertempat di halaman depan Wisma Edelweis. Wisma ini berada di sisi barat Kantor TNGGP Cibodas. Di sana sudah ramai dengan para pelari yang bersiap-siap untuk mengikuti kategori 25K.

Para pelari 25K berkumpul di belakang garis start

Start Race

Tepat pukul 6 start 25K dilakukan. Para pelari langsung tancap gas semua. Saya pun jadi terbawa untuk berlari agak cepat.

Suasana menjelang start

Cuaca pagi itu cukup cerah. Dan alhamdulillah cuaca cerah ini ternyata bertahan hingga waktu finish. Padahal sehari sebelumnya hujan mengguyur hampir sepanjang hari. Sehabis subuh hari itu juga kabarnya ada badai di Puncak Gunung Gede.

Awal-awal berlari hingga Kandang Badak saya masih bisa menjaga tempo saya. Saya masih bisa berlari kecil-kecil di tanjakan yang landai. Kalau menurut hitung-hitungan saya ketika itu, saya masih menguntit di urutan belasan.

Berlari di dalam hutan jalur Cibodas-Cibeureum

Rute yang dilalui di GP100 ini juga merupakan rute pendakian umum. Pendakian TNGGP masih dibuka hari itu. Jadi sepanjang rute itu kita berbagi dengan pendaki yang tengah berjalan kaki atau beristirahat. Tahu sendirilah Gunung Gede dan Pangrango ini memang favorit para pendaki.

Dari garis start sampai Kandang Badak ini ada perbedaan elevasi sekitar 730 meter. Jarak tempuhnya ada sekitar 7 km. Jalurnya banyak berupa tanah berbatu dan sebagian besar dibentuk bertangga-tangga.

Jalur berbatu-batu

Salah satu spot notable yang kita lalui di sepanjang jalur ini adalah sungai air panas. Itu adalah salah satu spot favorit saya di jalur pendakian TNGGP ini. Kita harus melintasi dengan penuh kehati-hatian di sana karena bila tidak, kaki bisa tercebur. Kalau airnya dingin, nggak apa-apa. Ini airnya panas sekali.

Melintasi sungai air panas

Di sungai itu dipasang batu-batu sebagai tempat berpijak. Namun, tetap perlu berhati-hati ketika memijakkan kaki pada batu karena ada batu yang sangat licin sekali.

Ke Gunung Pangrango

Tak jauh dari Kandang Badak, kita akan menemui pertigaan yang membagi jalan menuju ke Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Dalam event GP100 ini, Gunung Pangrango menjadi check point pertama. Di pertigaan tersebut ada marshall yang mengarahkan kita untuk berbelok ke arah Gunung Pangrango terlebih dahulu.

Jalur menuju Puncak Gunung Pangrango ini lebih curam daripada sebelumnya. Bayangkan saja, elevation gain dari Kandang Badak (2350 mdpl) sampai Puncak Gunung Pangrango (2980 mdpl) ini adalah sebesar 630 meter. Sementara jarak tempuhnya hanya sekitar 2,5 km.

Di jalur inilah saya jadi lebih banyak jalan kaki. Beberapa pelari mulai menyalip saya di perjalanan.

Tanjakan menuju Puncak Gunung Pangrango

Setelah sampai di Puncak Gunung Pangrango, saya langsung turun ke Lembah Mandalawangi. Di Lembah Mandalawangi inilah letak water station pertama. Saya tiba di sana setelah berlari (dan berjalan kaki) 3 jam. Mandalawangi ini berada di KM 9,7.

Begitu sampai di Lembah Mandalawangi rasanya saya seperti menemukan oase di tengah gurun pasir. Hehehe. Saya langsung melahap beberapa makanan dan minuman yang tersedia di sana. Ada potongan keju cheddar, semangka, gula Jawa, Coca-Cola, dll. Lumayan untuk boost energi kembali.

Saya bukannya tidak membawa makanan dan minuman yang cukup. Tapi di water station ini makanannya lebih bervariasi. Hehehe.

Water station Mandalawangi

Water station di Lembah Mandalawangi ini terletak persis di tempat keluar setelah kita melewati pepohonan dari arah Puncak Gunung Pangrango. Jadi kita tidak perlu berlari di Lembah Mandalawangi ini. Di sini kita akan mendapatkan gelang check point yang pertama.

Sudah 5 tahun berlalu sejak kunjungan saya satu-satunya ke Lembah Mandalawangi ini. Nah karena mumpung masih di Mandalawangi, saya memanfaatkan momen ini untuk jalan-jalan sejenak melihat sekitaran.

Lembah Mandalawangi

baca juga: Pendakian Gunung Pangrango

Dari Mandalawangi, rute selanjutnya adalah berbalik arah kembali menuju ke pertigaan Kandang Badak. Sebelumnya tentu saja naik dulu ke Puncak Gunung Pangrango dulu. Baru setelah itu turun ke Kandang Badak.

Alhamdulillah akhirnya bisa dapat turunan juga. Hahaha.

Ke Gunung Gede

Sesampainya di pertigaan Kandang Badak, saya berbelok ke arah Gunung Gede. Dari Kandang Badak ini, trek kembali menanjak. Tanjakannya pun nggak kaleng-kaleng. Lebih curam daripada jalur ke Gunung Pangrango.

Apalagi di jalur ini ada tanjakan yang biasa dipanggil dengan sebutan “Tanjakan Setan” karena saking curamnya. Nah, sebelum tanjakan setan ini ada jalan percabangan. Yang satu melalui tanjakan setan dan yang satunya lagi melalui jalur yang lebih landai tapi lebih panjang karena agak memutar.

Oleh pelari lain — tapi dia bukan peserta — yang saya temui, saya disarankan agar mengambil jalur yang lebih landai itu karena di tanjakan setan jalurnya sering antre biasanya. Saya mengikuti saran tersebut.

Tapi saya menyesal mengambil pilihan itu karena sepertinya lewat tanjakan setan lebih singkat. Sebab, ketika dua jalur tersebut bertemu lagi, saya sudah menjumpai beberapa pelari lain di sana yang sebelumnya ada di belakang saya. Tapi bisa jadi saya yang memang jalannya lebih lambat juga sih.

Ketika berada di tanjakan setan ini, saya merasa kok tanjakannya nggak habis-habis ya saking pegelnya. Hahaha. Ada pelari lain yang juga sempat mengeluhkan yang sama. Di situ saya sempat berpikir kok mau-maunya saya mendaftarkan diri lari di gunung dengan tanjakan seperti ini. Wkwkwk.

Begitu keluar dari hutan dan melihat punggung Gunung Gede hati ini langsung plong rasanya. Alhamdulillah akhirnya selesai juga tanjakan ini. Hahaha.

Di punggung Gunung Gede yang juga merupakan bibir kawah ini jalur masih menanjak hingga menuju Puncak Gunung Gede. Tanjakannya landai saja. Tapi jalurnya cukup sempit. Seringkali harus mengalah setiap berpapasan dengan pelari atau pendaki dari arah berlawanan.

Berlari di bibi kawah Gunung Gede

Namun, cuacanya juga sudah panas banget sih saat itu. Saya cuma kuat berjalan kaki. Sesekali saja saya berlari. Saya pun mulai hitung-hitungan. Kalau sudah begini yang penting bisa finish sebelum COT (cut off time) 9 jam dulu saja. Padahal target saya semula adalah bisa finish sub 7 jam.

Saya tiba di Puncak Gede pukul 11.15 atau 5 jam 15 menit setelah start. Di Puncak Gunung Gede saya langsung berbelok masuk ke dalam hutan untuk turun ke Alun-Alun Surya Kencana. Di sini turunannya juga lumayan curam.

Turun ke Surya Kencana (photo by official)

Saya perlu waktu sekitar 20 menit untuk sampai di Surya Kencana. Di sana saya istirahat di water station 2. Water station Surya Kencana ini berada di KM 14,9. Masih ada sekitar 10 km lagi yang tersisa. Di sini kita mendapatkan gelang check point kedua.

Water station Surya Kencana

Seperti halnya water station Mandalawangi, water station Surya Kencana ini lokasinya persis setelah kita keluar dari hutan memasuki padang Surya Kencana. Di sini menu refreshment-nya kurang lebih sama sama di Mandalawangi. Tapi ada tambahan menu sopnya. Lumayan saya bisa mengisi perut dulu di sini. Hehehe.

Agak lumayan lama saya istirahat di sini. Mungkin 5-10 menit ada kali ya. Setelah itu baru kembali lari lagi naik ke Puncak Gunung Gede.

Alun-alun Surya Kencana

Balik Ke Cibodas

Jika sebelumnya saya memerlukan waktu sekitar 20 menit untuk turun dari Puncak Gunung Gede ke Surya Kencana. Baliknya saya memerlukan waktu hampir 30 menit.

Setelah dari puncak, jalur terus menurun. Saat menuruni tanjakan setan, saya terpaksa harus antre dengan pendaki-pendaki yang lain. Jalurnya memang cukup sempit.

Saya sampai di Kandang Badak pukul 12.40. Dari Kandang Badak turunannya lebih landai. Bisa dibuat lari. Sepanjang turunan ini saya lumayan bisa lari lebih ngebut. Tapi saya tidak lari terus-terusan. Saya selingi juga sambil jalan atau berhenti sejenak menormalkan ritme nafas.

Selain itu juga masih harus tetap waspada terhadap batu-batuan yang kita pijak karena sebagian cukup licin akibat berlumut setelah diguyur hujan berhari-hari. Saya sempat terpeleset 1-2 kali. Alhamdulillah tidak sampai cedera.

Saat melintasi Jembatan Rawa Gayonggong (jembatan yang melintasi rawa yang bernama Gayonggong dan menghubungkan Cibodas dengan Curug Cibeureum), jam tangan yang saya gunakan untuk tracking lari saya mati. Ketika itu waktu menunjukkan pukul 13.55.

Ini kali pertama saya memakai jam tangan saya untuk lari hingga habis baterainya. Dan sepertinya ini kali pertama juga saya berlari mencapai 8 jam.

Pada pukul 14.16 akhirnya saya finish juga. Catatan waktu saya 08:16:52, berada di urutan 32. Lumayan mepet dengan cut off time 9 jam.

Setelah merasakan berlari di Gunung Gede-Pangrango ini, saya jadi mafhum kenapa cut off time untuk 25 km bisa selama itu. Tidak heran juga kalau finisher GP100 kategori 25K ini bakal diberikan 2 poin ITRA. Padahal event dengan kategori jarak sejenis biasanya tidak sebesar itu poinnya. Total elevation gain-nya gede juga sih soalnya, 2500 m.

Di race central Wisma Edelweis, selain refreshment yang berlimpah, para peserta juga disuguhi makan siang. Alhamdulillah… rasanya makan siang saat itu menjadi makan siang ternikmat yang pernah saya rasakan. Maklum, perut sudah kelaparan setelah berlari selama 8 jam.

Refreshment dan makan siang untuk pelari

Pulang ke Bandung

Setelah menuntaskan makan siang, saya sholat jama’ dhuhur dan ashar di mushola yang terletak di dekat parkiran. Sebelumnya bersih-bersih dulu di kamar mandi umum sekalian wudlu di sana.

Usai sholat, saya langsung balik ke Bandung dengan mengendarai sepeda motor. Alhamdulillah malam itu saya tiba di Bandung dengan selamat. (Tamat)

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s