Sabtu, 18 Oktober 2014
Tiba di Pertigaan Cibodas
Aku dan Gin tiba di pertigaan Cibodas tepat ketika jam baru bergulir 30 menit dari pergantian hari. Kami tiba di sana setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 3,5 jam dari Bandung dengan menumpang bus Garuda Pribumi. Ongkos yang kami keluarkan untuk menumpang bus tujuan Merak ini adalah sebesar Rp30.000.
Kami berjalan kaki menuju Alfamart.yang terletak di seberang jalan raya. Di depan Alfamart ini ramai dengan pendaki yang juga baru berdatangan dari arah Bogor/Jakarta. Banyak pendaki yang mengisi perbekalan di Alfamart ini. Alfamart Cibodas ini laris manis malam itu. Aku dan Gin beristirahat di depan Alfamart ini sembari menunggu 4 orang teman kami yang masih berada di dalam perjalanan dari Jakarta.
Pukul 2 dini hari bus Karunia Bakti jurusan Jakarta-Garut berhenti tak jauh dari kami. Beberapa saat kemudian tampaklah Listi, Putri, Rani, dan Dwi berjalan ke arah kami yang tengah duduk-duduk di depan Alfamart.
Aku baru mengenal Rani dan Dwi di pendakian ini. Keduanya adalah teman barengan Putri tiap kali nanjak. Pendakian kali ini pun sebenarnya atas ajakan mereka. Perizinan dan pembagian bawaan logistik mereka semua yang mengatur. Btw, ini kali pertama aku naik gunung bareng rombongan yang ada ceweknya.
Menuju TNGGP
Tak lama kemudian, kami menyeberangi jalan menuju tempat mangkalnya angkot-angkot jurusan Cibodas. Walaupun masih dini hari, banyak angkot kuning yang tengah ngetem di jalan naik ke Cibodas ini. Mereka memang menunggu untuk dicarter oleh rombongan pendaki yang hendak naik ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
Kami mencarter salah satu angkot bersama 4 pendaki rombongan lain. Ongkos carter sebesar Rp60.000 kami bagi bersepuluh.
Sesampainya di terminal angkot Cibodas, kami mencari warung nasi yang masih buka di sekitar situ untuk “sarapan”. Walaupun masih pukul 3 dini hari, ternyata ada saja warung yang masih buka. Setidaknya ada 3-5 warung yang terlihat masih (atau sudah?) buka jam segitu di sekitar kami.
Tak terasa waktu subuh telah tiba. Kami beranjak meninggalkan warung. Rani dan Dwi menghubungi petugas yang membantu pengurusan perizinan untuk janjian mengambil SIMAKSI. Setelah SIMAKSI didapat, kami pergi menuju ke masjid yang terletak di kompleks kantor TNGGP untuk melaksanakan sholat subuh.
Laporan Sebelum Naik
Pukul setengah 6 pagi, kami berjalan kaki menuju pintu masuk TNGGP. Sebelum memulai pendakian, kami melapor terlebih dahulu di pos ranger TNGGP.
Di sana kami menunjukkan SIMAKSI yang sudah kami pegang. Di sana kami diwajibkan mengisi formulir barang bawaan yang menghasilkan sampah. Sempat ditanya juga apakah ada yang membawa peralatan mandi, minyak wangi, atau semacamnya. Gin yang membawa pasta gigi terpaksa meninggalkannya di sana. Jangan khawatir, petugas akan mencatat barang-barang yang kita tinggalkan di sana dan sehingga bisa kita ambil lagi nantinya ketika turun.
Oh ya, di TNGGP ini semua pendaki wajib untuk memakai sepatu. Waktu itu ada beberapa calon pendaki lain yang cuma memakai sandal gunung. Akhirnya kena ceramah oleh petugas TNGGP. Namun, aku kurang begitu tahu apakah akhirnya mereka diizinkan naik atau tidak karena kami beres lebih dulu.
Pendakian
Sekitar pukul 7 pagi pendakian pun kami mulai. Dua pendakian sebelumnya di TNGGP ini (dua-duanya ke Gunung Gede, baca di sini dan di sini catatan perjalanannya), jalur Cibodas ini selalu menjadi rute perjalanan turunku dari Gunung Gede. Namun pada pendakian kali ini merupakan rute perjalanan naik ke Gunung Pangrango.
Kami sempat berfoto-foto di sebuah telaga kecil yang terletak di tengah rute sebelum Cibeureum. Kami tiba di pertigaan Cibeureum sekitar pukul setengah 9. Di sana istirahat sebentar, lalu lanjut lagi.
Di jalur Cibodas ini ada satu “bonus” trek yang menjadi favoritku setiap pendakian di TNGGP ini. Yakni melintasi sungai air panas. Kami tiba di sana sekitar pukul 11. Melintasi sungai ini perlu kehati-hatian. Jika tak awas, siap-siap terpeleset ke dalam sungai. Asyik banget melintasi sungai ini. Rasanya kayak mandi di sauna (kayak pernah aja ke sauna haha).
Sekitar jam 12 siang kami tiba di Kandang Batu. Di sana kami memutuskan untuk ISHOMA: istirahat, sholat Dhuhur, dan makan siang. Kandang Batu ini tempat yang ideal untuk melakukan ishoma di tengah perjalanan. Tempatnya lumayan luas dan datar. Di tepinya juga terdapat sungai kecil yang bisa kita gunakan untuk berwudlu atau mengambil air untuk memasak. Air sungainya juga jernih.
Karena kami mengejar praktis dan cepatnya saja, maka kami memasak mie instan saja sebagai menu makan siang kami. Sekitar pukul 1 siang, perjalanan kami lanjutkan kembali.
Pukul 2 siang kami tiba di Kandang Badak. Kandang Badak ini merupakan tempat jujugan favorit para pendaki TNGGP untuk mendirikan tenda. Areanya yang cukup luas dan keberadaan sungai di dekat situ membuat Kandang Badak semakin ideal untuk menjadi camping ground. Selain itu Kandang Badak ini berada di persimpangan jalan menuju Gunung Gede dan Pangrango. Karena itu tak mengherankan jika di sana selalu ramai dengan pendaki.
Di Kandang Badak ini kami beristirahat dengan tiduran sebentar sambil menunggu waktu ashar tiba. Setelah tiba waktu ashar, kami pun mendirikan sholat. Setelah itu bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan kembali.
Di Kandang Badak ini ternyata ada warung sederhana (bukan nama restoran nasi Padang ya :p) yang didirikan oleh warga lokal. Kami mampir beli gorengan di warung tersebut sebagai bekal dalam perjalanan.
Medan yang kami lalui sejak persimpangan Kandang Badak-Gunung Gede-Gunung Pangrango lebih banyak berupa tanjakan yang lumayan melelahkan. Selain itu, dibandingkan dengan rute ke Gunung Gede, rute ke Gunung Pangrango ini tampak lebih ‘liar’. Tak jarang banyak tanaman yang tumbuh menjalar hingga ke jalan pendakian. Mungkin karena jumlah pendaki yang mendaki Gunung Pangrango tak sebanyak yang Gunung Gede.
Bermalam di Tengah Jalan Pendakian
Tiga jam lebih sudah kami berjalan sejak dari Kandang Badak. Tak terasa waktu hampir menunjukkan pukul 7 malam. Fisik sudah terlalu lelah untuk digunakan berjalan lagi. Kami pun juga tak yakin seberapa jauh lagi jarak yang harus kami tempuh sampai ke Puncak Pangrango, tempat di mana rencananya kami akan berkemah.
Tempat kami berdiri saat itu sejatinya masih merupakan di tengah jalan menuju ke Pangrango. Kami pun mengira-ngira apakah area ini cukup luas untuk mendirikan dua tenda tanpa harus “menghabisi” jalan. Ternyata memang memungkinkan.
Akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan tenda di situ. Dua tenda kami dirikan karena memang tidak mungkin bercampur menjadi satu cowok-cewek.
Setelah tenda didirikan, kami mulai mengeluarkan peralatan memasak dan bahan-bahan makanan kami. Kami juga bergantian melaksanakan sholat maghrib dan isya’ di sisa tempat yang ada di sekitar tenda.
Menu makan malam kami adalah sop dengan lauk tempe, nugget, dan sosis. Ternyata enak juga mendaki sama teman-teman cewek haha. Menu makanan semua sudah diatur. Mereka pun juga jago memasak. Jadi tak perlu khawatir kekurangan gizilah saat pendakian haha.
Bahkan sebelum kami tidur malam itu, mereka memasak kacang hijau untuk dijadikan bubur keesokan paginya. Mantaplah haha.
Sekitar jam 9 malam kami masuk ke dalam tenda masing-masing untuk beristirahat. (bersambung)
makasih catpernya mas, buat referensi perjalanan
LikeLike