Sebenarnya liburan ini adalah rencananya si Adi. Dia ingin sekali pergi jalan-jalan ke Kawah Putih atau Situ Patengan. Saking niatnya dia sampai googling info-info mengenai tempat tersebut. Aku sendiri sebelumnya sudah pernah pergi jalan-jalan ke kawah putih, sementara itu kalau Situ Patengan aku cuma mampir di parkiran depannya saja. Makanya aku mengusulkan ke dia kalau sebaiknya jalan-jalan ke Situ Patengan saja. Dia setuju. Akhirnya hari Senin, 15 Juni 2009 kami berangkat pagi-pagi dari gerbang ganeca ke Situ Patengan bertiga dengan si Khairul juga.
Sesampainya di tempat rekreasi Situ Patengan kami duduk-duduk di dekat perahu-perahu yang merapat di pinggir Situ. Tiba-tiba ada rombongan anak SMA yang sedang berlibur dengan gurunya ingin menyewa perahu kepada seorang akang tampaknya adalah seorang pemilik perahu. Belakangan kami mengetahui kalau mereka adalah siswa kelas XII suatu SMA di Bogor yang sedang liburan sebelum perpisahan sekolah bersama seluruh teman seangkatan dan sebagian guru.
Adi pun mencoba ngomong dengan akang tadi, tentunya dengan obrolan bahasa Sunda yang aing nggak ngerti, agar kami bisa ikut numpang perahu tersebut. Kemudian kami dipersilakan untuk ikut naik perahu tersebut dengan biaya Rp 15.000 per orang.
Kami dibawa mengitari Situ Patengan ini dengan perahu tersebut. Kemudian perahu merapat di sebuah pulau hati (lebih tepatnya bukan pulau, tetapi sisi lain daratan yang mengitari danau tersebut) yang konon terdapat apabila sepasang kekasih menulis nama mereka di batu cinta yang ada di pulau tersebut akan menjadi pasangan yang langgeng. Namanya juga mitos, tidak perlu dipercaya. Bisa-bisa membawa kesyirikan. Kami jalan-jalan menjelajahi perkebunan teh yang memang menutupi sebagian besar “pulau” tersebut.
Sekitar setengah jam kemudian kami dipanggil oleh akang pendayung perahu tadi. Yup, sudah waktunya kembali. Dalam perjalanan di perahu kami mendengar obrolan seorang anak laki-laki SMA yang ikut naik perahu dengan gurunya. Aku cukup tergelitik dengan apa yang dibicarakannya, kurang lebih seperti ini:
Anak laki-laki tersebut (A) : “Pak, KTP saya jatuh ke dalam danau Pak.”
Guru (G) : “Nggak apa-apa, nanti bisa dibikin lagi.”
A : “Tapi KTP saya baru tiga bulan Pak.”
G : “Nggak usah terlalu dipikirin. Gampang kok bikinnya.”
Ketika mereka sedang mengobrol itu, anak-anak yang lain sedang mengobrol sendiri-sendiri. Bisa dibayangkan waktu itu suasananya cuku ramai. Oiya, anak-anak tersebut terdiri atas lima laki-laki dan tiga perempuan. Sedangkan guru yang ikut perahu itu terdiri atas dua orang laki-laki. Nah, ini yang menariknya:
A : “Nanti kalau ada razia KTP saya bisa ketangkep Pak.” (dengan nada becanda)
Guru diam saja tidak menanggapi.
A : “Yang cewek-cewek ni pada punya KTP ga? … Kartu Tanda Perawan.”
Jleb! Tiba-tiba semuanya langsung terdiam.
A : “Kok nggak ada yang punya? Jangan-jangan udah ga perawan semua nih… hahaha. Ntar ketangkep lho…”
Selama beberapa menit suasana menjadi hening. Aku dan Adi kompak berpikir jangan-jangan memang kenyataannya seperti itu. Wah, separah itukah. Dilihat dari penampilan mereka sih, bisa jadi.
Setelah berjalan-jalan menjelajahi Situ Patengan, kami pun istirahat sholat Dhuhur. Eh… di sana kami bertemu dengan kawan-kawan Gamais. Kami pun ikut gabung jalan-jalan ke kawah putih setelah itu. Berarti ini yang kedua kalinya aku ke kawah putih. Pemandangan di Kawah Putih memang sangat indah. Tidak akan pernah membuat orang bosan untuk pergi ke sana lagi.
Beberapa foto:
-
-
alam situ patengan
-
-
di kawah putih
Like this:
Like Loading...