Tag Archives: tenda

Catatan Perjalanan ke Ranu Kumbolo & Bromo (Bagian 4): Bromo

Siang itu menunjukkan pukul 14.00 ketika kami selesai menunaikan sholat dhuhur dijama’ dengan ashar. Kami sempat ragu apakah akan berjalan kaki ke sana. Teman-teman sudah kelihatan lelah. Jarak yang ditempuh juga sangat jauh (asumsi jalan lewat daerah Bantengan).

Akhirnya kami memutuskan untuk mencarter jeep saja yang memang banyak berjejeran di depan kantor TNBTS. Negosiasi dilakukan dan bapak sopir jeepnya mentok di angka 500 ribu. Itu tawaran pertama dan bapaknya tidak mau memberikan kesempatan buat kami untuk menawar. Istilahnya, ‘take it or leave it‘.

Sebenarnya aku tidak terlalu kaget juga dengan tarif yang ditawarkan oleh sopir jeep tersebut. Sehari sebelumnya aku sempat bertanya kepada bapak sopir truk yang membawa kami ke Ranu Pani mengenai ongkos normal Ranu Pani-Bromo itu. Kata bapaknya sih di kisaran 450 ribu kalau naik jeep. Yah, pada faktanya ongkos yang ditawarkan selisih 50 ribu dari tarif normal. Bapak sopir jeep ini beralasan karena lagi peak season sehubungan dengan acara Avtech di Semeru ini jadi wajar harga segitu.

Kalau bukan karena keterbatasan waktu, mungkin kami akan memaksakan untuk berjalan kaki saja ke Bromo. Kami pun akhirnya mengambil tawaran jeep tersebut.

Perjalanan dengan jeep dari Ranu Pani ke Bromo ini melalui Desa Ranu Pani, Bantengan, pertigaan Jemplang, bukit teletubbies (savana), dan lautan pasir. Di Bantengan kami berhenti sejenak untuk foto-foto dengan latar belakang kaldera Tengger.

Savana Tengger

Savana Tengger

Berempat di Bantengan

Berempat di Bantengan

Arghh … berada di Bantengan (dan juga Bromo) ini mengingatkanku akan masa SMA dulu (baca artikel ini). Ketika itu aku dan teman-teman sekelas jalan-jalan ke Bromo dengan didampingi beberapa guru juga. Saat disanalah aku tiba-tiba menyadari aku ‘menyukai’ salah seorang teman cewekku di kelas, hahaha.

Ok, kembali ke topik lagi. Dari Bantengan jeep melanjutkan perjalanan lagi menuju pertigaan Jemplang. Untuk menuju ke savana, jeep memang harus mengambil jalan memutar melalui pertigaan Jemplang karena memang dari sanalah akses jalan yang tersedia. Sedangkan apabila ingin berjalan kaki, dari Bantengan ini kita bisa melakukan trekking menuruni dinding kaldera melalui jalan setapak yang ada.

Di savana jeep berhenti lagi memberikan kesempatan kepada kami untuk berfoto-foto. Alhamdulillah, walaupun di Ranu Pani siang itu sempat turun hujan, di kaldera Tengger ini tidak tampak bekas dan tanda-tanda hujan turun. Kami pun bisa leluasa menikmati alam kaldera Tengger ini. Angin yang berhembus di sana juga sangat sejuk.

Neo dan Luthfi yang baru pertama kali ke kaldera Tengger ini sampa terkagum-kagum. Kayak di film Skyfall kata mereka pemandangan di sini.

Di depan jeep

Di depan jeep

Savana

Savana

Savana

Savana

Setelah puas berfoto-foto, kami kembali ke jeep dan melanjutkan perjalanan ke Gunung Bromo. Total waktu tempuh dari Ranu Pani hingga ke Gunung Bromo ini hampir dua jam, termasuk waktu untuk foto-foto.

Ketika tiba di kaki Gunung Bromo, waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 4 sore lebih. Masih ada waktu buat kami untuk menikmati Bromo sebelum langit gelap. FYI, waktu maghrib di kawasan Bromo ini ketika itu sekitar pukul setengah enam kurang.

Kami menitipkan carriercarrier kami kepada bapak-bapak penjual makanan di kaki Bromo itu. Sebagai balas jasanya kami memberikan uang 10 ribu kepada beliau agar mau menjaga barang-barang kami.

Setelah itu, kami bersama-sama menaiki tangga untuk menuju kawah Bromo. Kondisi anak tangga ini sangat Continue reading

Catatan Perjalanan ke Ranu Kumbolo & Bromo (Bagian 3): Ranu Kumbolo

Tracking dengan menggunakan ponco ternyata tidak begitu nyaman. Tangan menjadi tidak  cukup leluasa bergerak. Untung hujan mulai berangsur-angsur reda. Ketika hujan tinggal menyisakan gerimis, aku dan teman-teman yang lain pun melepas ponco.

Menurut papan petunjuk jalan yang ada, jarak dari Ranu Pani ke Ranu Kumbolo ini adalah 10,5 km. Ada 4 pos yang berada di trek antara Ranu Pani dan Ranu Kumbolo ini. Jarak dari titik start ke pos 1 sepertinya adalah yang paling panjang. Rasanya ada sejam lebih kami menempuhnya. Namun, trek yang dilalui ini masih sangat nyaman. Trek sudah terpasang paving stone dan medan cenderung landai.

Di Pos 1

Di Pos 1

Dari pos 1 ke pos 2 jaraknya lebih ‘dekat’. Kurang dari sejam kami menyusurinya. Di antara pos 2 dan pos 3 ada ‘pos bayangan’ yang bernama Watu Rejeng. Kurang tahu juga kenapa dinamai seperti itu, padahal tak terlihat ada ‘batu rejeng’ di sana. Dari papan yang ada di sana kami mendapatkan informasi bahwa jarak dari Ranu Pani ke Watu Rejeng ini adalah 4,5 km. Wah, berarti masih ada sekitar 6 km lagi yang harus kami tempuh.

Memandang ke puncak Semeru

Memandang ke puncak Semeru

Tak terasa maghrib sudah tiba. Langit mulai gelap. Kami pun mengeluarkan senter untuk pencahayaan. Trekking pun menjadi mulai melambat karena harus lebih berhati-hati. Apalagi, trek cukup becek akibat hujan. Bila tak hati-hati bisa terpeleset ke jurang.

Singkat cerita, kami pun akhirnya sampai di pos 3. Aku masih ingat betul, ketika itu waktu menunjukkan pukul 18.30. Dari pos 3 ke pos 4 ini jaraknya tidak begitu jauh. Namun, banyak tanjakan yang harus dilalui. Cukup menguras tenaga juga.

Nah, dari pos 4 ke Ranu Kumbolo ini sangat dekat. Bahkan, Dari atas pos 4 ini kita sudah bisa melihat Ranu Kumbolo dengan bukit Tanjakan Cinta-nya. Dan malam itu dari pos 4 ini kami melihat Ranu Kumbolo bagaikan pasar malam. Bahkan mungkin lebih tepat disebut perkampungan. Gemerlap cahaya lampu dari tenda-tenda pendaki memenuhi ruang di tepi danau. Luar biasa. Aku tak bisa mengira berapa jumlah manusia yang berkumpul di sana. Ada ribuan mungkin.

Kami akhirnya sampai juga di Ranu Kumbolo. Tepatnya di sisi utara. Kami langsung mencari tanah kosong untuk mendirikan dua tenda. Satu tenda kapasitas 4 orang dan satu lagi tenda berkapasitas 2 orang. Tanpa banyak membuang waktu, begitu menemukan tanah lapang, kami pun segera mendirikan tenda.

Setelah tenda selesai didirikan, kami kemudian segera mempersiapkan peralatan memasak dan makan. Menu kami malam itu adalah mie instan pakai nasi dan sarden. Kami sengaja membawa yang simpel-simpel saja karena memang cuma berencana menetap di sana satu malam saja.

Pukul sepuluh malam setelah beres santap malam kami masuk ke tenda masing-masing yang sudah ditentukan untuk beranjak tidur. Sebelum itu, aku menunaikan sholat maghrib dan isya’ terlebih dahulu (jama’ takhir).

Hari 3: Sabtu, 17 November 2012

Pukul 04.20 aku terbangun dari tidur karena mendengar riuh suara kicauan burung plus percakapan orang-orang dari luar tenda. Langit sudah cukup terang ternyata. Aku pun langsung mengambil air wudlu dan menunaikan sholat shubuh. Setelah itu membangunkan teman-teman yang lain.

Langit Ranu Kumbolo Pukul 4.30

Langit Ranu Kumbolo Pukul 4.30

Kami tak ingin melewatkan sunrise dari Ranu Kumbolo ini. Sayang euy, karena kekurangtahuan, kami tak sempat menikmati sunrise di Ranu Kumbolo dari spot terbaik di sana. Pagi itu Ranu Kumbolo sangat ramai dengan para pendaki yang ingin menikmati sunrise juga. Spot terbaik sih katanya di Continue reading

Alun-alun Surya Kencana Timur

Pendakian ke Gunung Gede (Bagian 1) : Surya Kencana

Ini adalah cerita tentang pendakian ke Gunung Gede yang aku lakukan bersama tiga orang teman: kang Ady, Rizky, dan Kamal pada tanggal 2-3 Juni 2012 yang lalu. Aku akan membagi cerita ini ke dalam dua tulisan. Tulisan pertama adalah pendakian kami hingga Alun-Alun Surya Kencana pada hari pertama. Tulisan kedua berecerita tentang pendakian ke puncak Gunung Gede dan menuruninya. Oke, sekarang aku mulai saja.

Sebenarnya pendakian ini yang merencanakan teman-teman dari Comlabs-ITB yang dikoordinir oleh kang Ady. Namun, aku sengaja mengajak dua teman seangkatan Informatika dan teman jalan-jalan biasanya juga, yakni Rizky dan Kamal itu. Eh tak disangka mendekati hari H, dari Comlabs-nya yang bisa cuma kang Ady (dan juga aku).

Namun karena semua persiapan telah dilakukan, termasuk urusan perizinan, rencana pendakian ini tetap dilaksanakan. Dari 8 orang yang awalnya berencana ikut, akhirnya cuma tersisa 4 orang saja.

Malam sehari sebelumnya kami mengambil peralatan hiking yang hendak kami sewa atau beli di Alment, yang berlokasi di dekat jalan Suci, Bandung. Di antaranya ada tenda, tas carriersleeping bag, parafin, dll. Bukan bermaksud promosi, tapi harga yang ditawarkan di Alment ini memang tergolong murah dan sangat terjangkau oleh kantong mahasiswa.

Hari Sabtunya, pukul 5 pagi aku, Kamal, dan Rizky berangkat dari kosan kami di daerah Cisitu Bandung menuju terminal Leuwi Panjang dengan menumpang angkot. Kami janjian langsung ketemu kang Ady di terminal sana.

Di angkot menuju Gunung Putri

Di angkot menuju Gunung Putri (Rizky’s)

Pukul 6.30 bus ekonomi jurusan Ciawi berangkat dari terminal mengantarkan kami menuju Cipanas. Ongkos Bandung-Cipanas adalah Rp25.000 per orang. Jarak tempuhnya sekitar 3 jam kala itu. Maklum, namanya juga bus ekonomi. Lumayan cukup sering ngetem juga mencari penumpang.

Sekitar pukul 10 kurang seperempat kami tiba di Cipanas. Kami pun mencari angkot yang bisa dicarter untuk mengantarkan kami menuju Gunung Putri. Sempat tawar-menawar dengan aa’ sopir angkotnya, akhirnya kami sepakat di angka Rp40.000 dari tawaran pertama Rp60.000. Kami diantarkan hingga jalan dekat pos pendakian Gunung Putri.

Warung nasi

Warung nasi

Sebelum memulai pendakian, kami mengisi perut terlebih dahulu dengan mampir makan di warung dekat pos pendakian. Serius, murah banget makanan di sana. Nasi goreng dengan porsi hampir 1,5 kali normal cuma Rp7.000. Padahal, kalau di Bandung, dengan porsi segitu bisa sampai Rp10.000. Oh ya, buat teman-teman yang hendak mendaki, sangat disarankan untuk mengisi perut terlebih dahulu. Lebih enak makan sebelumnya daripada di tengah-tengah pendakian. Tapi kalau tak sempat makan atau masih tetap lapar juga di tengah jalan, tak usah khawatir karena di tengah pendakian banyak penduduk sekitar yang rela naik gunung berjualan nasi uduk atau sekedar gorengan ataupun bandrek.

Tibalah kami di pos pendakian Gunung Putri. Pos ini berupa rumah panggung. Di luarnya terpasang papan tulisan Departemen Kehutanan. “Petugas”-nya yang mengecek persiapan kami masih muda-muda, sekitar seusia kami juga. Kami sempat ditegur karena tidak menggunakan sepatu untuk mendaki gunung ini. Kami semua hanya mengenakan sandal gunung saja. Namun, kami tetap diizinkan untuk melakukan pendakian.

Perlu diketahui ada beberapa jalur masuk menuju Gunung Gede. Dua di antaranya yang populer adalah melalui Gunung Putri dan Cibodas. Gunung Putri memiliki jarak tempuh yang pendek, tapi memiliki medan yang sangat menanjak. Sedangkan Cibodas memiliki jarak tempuh yang sangat jauh, namun medannya cukup landai.

Jalan mendaki dan berkabut

Jalan mendaki dan berkabut

Kami memulai pendakian dari pos tersebut sekitar pukul 11.30. Tak beberapa lama kemudian nafas mulai terengah-engah karena saking semangatnya berjalan mendaki. Yak, kuncinya memang harus pandai mengatur nafas sih untuk menempuh perjalanan kaki jauh  seperti ini. Untungnya cuaca ketika itu tidak panas, malah bisa dibilang cukup dingin karena langit agak mendung dan bukit cukup berkabut. Hawa dingin khas pegunungan juga sungguh terasa, padahal jam masih menunjukkan pukul 12 siang.

Istirahat dulu (Rizky's)

Istirahat dulu (Rizky’s)

Setelah menempuh sekitar setengah perjalanan, kami menjadi banyak istirahat. Beberapa meter berjalan, beberapa detik untuk istirahat. Kalau kata Rizky sih, cukup 30 detik untuk sekali istirahat. Padahal 30 detiknya keseringan, hahaha.

Singkat cerita, setelah menempuh perjalanan 5 jam dan menyalip 6 rombongan (ini yang Rizky paling banggakan) — dari pukul 11.30 hingga 16.30, kami pun tiba di alun-alun Surya Kencana Timur. Rasa lelah pun terbayarkan begitu menginjakkan kaki pertama kali di alun-alun Surya Kencana Timur ini. Hamparan padang ilalang beserta pohon Edelweiss di sisi-sisinya membuat mata ini sejuk memandangnya. Subhanallah!!

Alun-alun Surya Kencana Timur

Alun-alun Surya Kencana Timur

Narsis dulu gan! (Rizky's)

Narsis dulu gan! (Rizky’s)

Namun, ini bukanlah akhir dari pendakian kami. Kami masih Continue reading