Sabtu, 7 Mei 2016. Hari baru berjalan 1,5 jam ketika saya dan Listi menginjakkan kaki di Tumpang. Setelah menempuh 2 jam perjalanan, kami turun dari mobil yang mengantarkan kami dari bandara Juanda, Sidoarjo.
Dalam perjalanan kami sempat singgah sekitar setengah jam di sebuah warung lesehan di daerah Purwosari. Kami terpaksa menghentikan perjalanan karena ada seorang penumpang yang memergoki pak sopir mengendarai mobil sambil mengantuk. Beliau mengambil inisiatif untuk meminta pak sopir istirahat sejenak sambil ngopi-ngopi untuk menghilangkan kantuk di warung tersebut.
Saat perjalanan kembali dilanjutkan, kami semua para penumpang tidak ada yang tertidur sampai tiba di Malang. Ya tentu saja menjaga agar pak sopir tidak sampai ketularan ngantuk. Alhamdulillah akhirnya kami tiba di tujuan dengan selamat. 🙂
Pendakian ke Gunung Semeru ini sebenarnya direncanakan sangat mendadak. Long weekend kemarin sebenarnya saya sudah pasrah mau stay di Bandung saja, sambil membereskan kerjaan kantor. Namun Listi tiba-tiba mengajak saya naik Semeru. Ada satu teman lagi yang diajak, namun sayangnya tidak bisa.
Kalau menilik pengalaman dua tahun sebelumnya (baca di sini), idealnya paling telat kami sudah berangkat ke Ranu Pani setelah Subuh agar bisa mengejar waktu untuk naik ke puncak malam hari itu juga. Namun Listi belum membuat surat keterangan sehat yang dibutuhkan sebagai persyaratan pendaftaran.
Terpaksalah kami stay di Tumpang sampai pagi tiba agar Listi sempat membuat surat keterangan sehat terlebih dahulu. Dengan menggelar matras, kami menumpang tidur di selasar Kantor Desa Tumpang.
Usai melaksanakan sholat Subuh, kami pergi blusukan ke Pasar Tumpang untuk membeli perbekalan. Perbekalan tersebut antara lain sayur-sayuran, minyak goreng, gas, dan lain sebagainya. Setelah perbekalan kami perkirakan sudah cukup, kami sarapan di sebuah warung sambil menunggu jam buka Puskesmas Tumpang.
Puskesmas Tumpang buka pukul 8 pagi. Banyak masyarakat sekitar yang telah datang pagi itu untuk mengambil nomor antrian. Untungnya antrian Poli Umum tidak banyak. Listi bahkan dapat nomor pertama. Murah banget ternyata bikin surat keterangan sehat di sini. Cuma Rp2.000 saja.
Setelah surat keterangan sehat berada di tangan, kami segera menuju basecamp Perhutani yang bersebelahan dengan Pasar Tumpang. Kami ke sana bersama sepasang pendaki yang kami temui di Alfamart Tumpang. Kami janjian untuk barengan.

Berjalan kaki menuju basecamp
Di basecamp kami bertemu dengan 5 orang pendaki lain yang tengah bernegosiasi dengan seorang pemilik jeep. Kebetulan sekali mereka juga tengah mencari tambahan orang agar ongkos jeep bisa lebih ringan dibagi banyak orang. Semua sopir jeep maupun truk yang menawarkan jasa transportasi ke Ranu Pani ini, mereka satu suara untuk menetapkan ongkos Rp650.000 sekali jalan.
Kapasitas maksimum jeep yang kami naiki ini adalah 12 orang. Namun, semua pendaki yang akan ke Ranu Pani pagi itu tampak sudah mendapat tumpangan masing-masing. Akhirnya kami berangkat bersembilan saja. Setiap orang masing-masing iuran kurang lebih Rp72.000 untuk ongkos jeep ini.

Menaikkan ransel ke atas jeep
Di basecamp ini ternyata banyak pendaki yang mengurus SIMAKSI. Mereka mengisi formulir yang dibagikan oleh seorang mas-mas yang menawarkan jeep sebelumnya. Karena saya dan Listi sudah mendaftar online, kami merasa tidak perlu ikut mengisi formulir itu di sini.
Oh ya, di basecamp ini juga ada tempat fotokopian. Jadi bagi calon pendaki yang belum sempat fotokopi persyaratan seperti KTP dan surat keterangan sehat bisa fotokopi di sini. Tukang fotokopinya sudah hafal berapa lembar fotokopi yang menjadi persyaratan SIMAKSI pendakian Gunung Semeru ini. Oh ya, di sana juga jual materai. Materai ini diperlukan untuk tanda tangan SIMAKSI nanti.
Jam menunjukkan pukul 9 pagi ketika itu. Perjalanan ke Ranu Pani ini memakan waktu kurang lebih 1,5 jam. Dalam perjalanan itu kami sempat berfoto-foto di daerah Bantengan yang berada tepat di atas Kaldera Tengger. Empat kali ke sini tetap saja saya masih merasa takjub melihat pemandangan Kaldera Tengger dengan bukit-bukit teletubbiesnya itu. (bersambung)

Berfoto dengan latar belakang Kaldera Tengger
benar gk sih ada lavender di ranu kumbolo?
LikeLike
Bukan lavender itu. Kebanyakan orang salah kaprah. Yang bener itu bunga Verbena Brasiliensis, walaupun kelihatan cakep, tapi itu jenis tanaman pengganggu.
Oleh pihak taman nasional malah disarankan untuk dicabut. Tapi perlu hati-hati saat membawanya supaya bijinya nggak makin tersebar. 😉
LikeLike