Minggu, 10 November 2019
Pukul 5 pagi saya keluar dari penginapan menuju ke pertigaan Sekipan. Niatnya hendak mencari tukang ojek untuk mengantarkan saya ke Cemoro Kandang, tempat Race Central. Tapi alhamdulillah nasib baik saya berjumpa dengan mobil pelari lain. Mereka menawari tebengan kepada saya.
Tanpa pikir panjang, saya menerima ajakan tersebut. Ada 3 pelari dalam mobil tersebut. Mereka berasal dari Surabaya. Di dalam mobil kami mengobrol ngalor-ngidul seputar pengalaman lari. Rupanya ini kali kedua mereka mengikuti ajang Goat Run di Lawu.
Menurut jadwal, Goat Run Lawu kategori 20K yang saya ikuti akan mengambil start pada pukul 7 pagi. Masih ada waktu sekitar 1 jam lebih sebelum start dilaksanakan. Saya memanfaatkan waktu tersebut dengan pemanasan dan mengobrol dengan beberapa pelari lain.

Lari dimulai
Tepat pukul 7 race dimulai. Dari garis start rute langsung berbelok menuju ke arah pintu loket pendakian Cemoro Kandang. Beberapa pelari tampak langsung tancap gas. Saya berusaha sedapat mungkin menjaga jarak dengan pelari terdepan agar tidak ketinggalan terlalu jauh.

Di awal-awal, trek menanjak dengan elevation gain yang lumayan besar. Pada 3,5 km pertama kami sudah harus berlari dari ketinggian 1933 mdpl ke 2533 mdpl.
Shortcut
Saya berlari mengikuti marka-marka yang disiapkan panitia. Di awal saya selalu sabar mengikuti marka-marka tersebut walaupun saya melihat ada shortcut yang bisa diambil.
Tipikal jalur pendakian di gunung memang biasanya terdapat percabangan yang nantinya juga akan bertemu lagi. Di antara percabangan tersebut terdapat jalur yang lebih curam dan jalur yang lebih landai. Jalur yang diberi marka ini umumnya memiliki rute yang lebih landai tapi sedikit lebih panjang karena jalannya memutar.
Awalnya saya pikir jalur lari kita harus strict mengikuti marka-marka tersebut. Namun banyak pelari lain yang mengambil shortcut tersebut. Saya yang beberapa kali mengambil jalur landai, ada sekitar 3 kali pula harus rela disalip oleh pelari lain.
Memang mengambil jalur yang tanjakannya lebih curam itu sangat menghemat waktu dan tenaga juga. Saya pun akhirnya ikut-ikutan mengambil shortcut.

Menuju Puncak Lawu
Saya sempat tersasar dalam perjalanan menuju Puncak Lawu. Saya tidak tahu apa nama titiknya. Tapi ketika seharusnya berlari ke bukit sebelah, saya malah menyusuri bukit yang sama hingga naik ke atas. Mungkin udah menanjak sekitar 200-300 meter.
Untung insting saya waktu itu mengatakan saya salah jalan. Ketika itu memang tidak tampak pelari atau pendaki di dekat saya. Jadi saya juga nggak tahu harus jalan ke mana ketika menghadapi percabangan.
Maklum, ini pengalaman saya pertama kali naik Gunung Lawu. Sebelum lari, tidak ada bayangan sama sekali bagaimana trek yang akan saya lalui. Benar-benar mengandalkan marka dan GPS. Cuma GPS saya di beberapa titik perlu waktu lama untuk meng-update posisi kembali.
Mendekati puncak Lawu, trek semakin menanjak. Dibandingkan event Bromo Tengger Semeru (BTS) Ultra 30K yang saya ikuti seminggu sebelumnya, di sini tanjakannya lebih banyak.

Saya sampai di Puncak Lawu dalam waktu 2,5 jam. Menurut catatan GPS saya, saya sudah menempuh jarak 10 km. Padahal kalau menurut course map resmi dari panitia, puncak ini ada di sekitar KM 8.
Turun dari Puncak Lawu
Di puncak ada marshall yang berjaga. Dari puncak ini ada banyak beberapa percabangan jalan. Saya mengikuti arahan marshall.
Di depan saya ada banyak pendaki yang sedang berjalan. Saya menyalip mereka dan terus berlari karena jalur yang menurun.
Tidak ada kekhawatiran bahwa saya sedang tersesat. Tapi lama-lama perasaan itu muncul karena saya tidak kunjung melihat marka lagi.

Insting saya berkata posisi saya sepertinya terlalu melebar ke arah timur. Saya mendengar ada suara ramai-ramai di sisi utara.
Sebuah perjudian untuk memutuskan bahwa kita harus putar arah ketika kita pun tidak yakin apakah arah yang kita tuju ini memang yang benar. Tapi I trust my gut.
Saya mendaki bukit yang berada di sebelah utara dan agak menerabas semak-semak juga. Benar saja, saya pun masuk ke jalur pendakian lainnya.
Di sana saya bertemu seorang pelari yang lain dan seorang official yang sedang mobile. Ternyata mereka juga habis tersesat.
Mas official yang bertemu saya itu memberi tahu seharusnya kita melewati Warung Mbok Yem, di mana artinya kita harus berlari ke arah utara. Ketika berlari ke utara itu saya melihat ada pertigaan dengan marka milik Goat Run.
Ke arah Cemoro Sewu
Setelah melewati Warung Mbok Yem, jalur pun menjadi semakin jelas. Saya terus berlari turun ke arah Cemoro Sewu.
Pada jalur menuju Cemoro Sewu ini sabana terbentang luas. Banyak pohon cemara juga yang kita temui di sepanjang jalan.

Di KM 10 — tapi catatan di GPS sudah 13 km — terdapat water station (WS) 2 yang menjadi tempat mengambil gelang checkpoint juga. Di sana saya berjumpa dengan beberapa pelari lain yang juga curhat bahwa mereka juga sempat tersesat.
Balik Lagi
Dari WS 2 saya berlari kembali mengulang jalur kedatangan tadi. Saya berlari menuju Warung Mbok Yem. Setelah itu menanjak ke puncak Lawu.
Jalur tanjakan ke Puncak Lawu dari Warung Mbok Yem ini tidak saya lalui sebelumnya karena kesasar. Ternyata tanjakannya curam sekali. Beberapa kali saya berhenti sejenak untuk menstabilkan nafas.

Butuh 14 menit dari Warung Mbok Yem sampai di Puncak Lawu ini. Dari ketinggian 3157 mdpl ke 3257 mdpl dengan jarak tempuh 300 meter saja.
Dalam perjalanan turun dari puncak Lawu lagi-lagi saya kesasar. Saya nyaris kembali ke Warung Mbok Yem dari arah yang lain. Untungnya saya sadar ketika berlari bukannya menjauh dari warung Mbok Yem kok malah makin mendekat. Wah, wah, wah… berarti total saya sudah kesasar 3x. 😓
Saya pun kembali ke Puncak Lawu lagi. Setelah itu alhamdulillah kembali ke jalur yang benar lagi. Setelah itu pun trek tinggal berupa turunan saja. Tanjakan masih ada sebagian, tapi hanya sedikit saja.
Dalam perjalanan downhill menuju Cemoro Kandang ini saya sempat disalip oleh 1 orang saja. Waktu tempuh saya dalam rute downhill ini dari Puncak Lawu ke garis finish adalah tepat 2 jam. Sementara dalam perjalanan uphill sebelumnya saya menghabiskan waktu 2 jam 35 menit.
Secara keseluruhan saya finish dengan catatan waktu 5 jam 58 menit. Saya finish di posisi ke-7. Naik 1 tingkat dibandingkan posisi saya di Goat Run Salak bulan Agustus kemarin.

baca juga: Lari di Goat Run Lunar Series – Gunung Salak 20K
Di event Goat Run Lawu ini peserta 20K selain memperoleh medali finisher juga mendapatkan kaos finisher. Padahal di Goat Run Salak kemarin tidak. Mungkin karena di rute 20K ini peserta melewati puncak juga. Biasanya hanya kategori yang jauh saja yang mendapatkan kaos finisher ini.

Pulang
Setelah merasa cukup beristirahat dan mengisi perut dengan berbagai refreshment yang disediakan panitia, saya memutuskan untuk kembali ke penginapan. Saya nebeng teman saya yang membawa sepeda motor dari Solo.
Di penginapan saya bersih-bersih diri kemudian menyantap makan siang nasi goreng yang disediakan oleh bapak pemilik penginapan. Setelah itu packing, check-out, dan pergi ke terminal Tawangmangu.
Alhamdulillah masih bisa mengejar bus terakhir ke Solo yang jam 4 sore. Saya sendiri nggak pasti apakah itu memang bus terakhir atau tidak. Sebab sepanjang perjalanan pak kernetnya bilang, “Solo terakhir, terakhir, terakhir….”
Saya sampai di Terminal Tirtonadi Solo sekitar jam setengah 6. Alhamdulillah masih sempat ikut sholat maghrib berjamaah di Terminal Tirtonadi. Setelah itu berjalan kaki menuju Stasiun Solo Balapan via Sky Bridge dan menunggu KA Malabar yang berangkat pukul 21.50. (Tamat)
wah ini di tawangmangu ya mas..pengen nyoba trail run kayak gini…
selama ini cuma lari di datar datar saja..
pasti menggos menggos..ni saya
LikeLike
Yoi mas.. Di Tawangmangu ini.. Lumayan sering juga event trail run di Gunung Lawu. Setahun kayaknya ada 3 seenggaknya. Saya juga masih menggas-menggos mas hehehe.. Jalanin aja dulu, nanti ketagihan… 😀
LikeLike
saya di Karanganyar dan Solo padahal hehe, temenku kayaknya ada yg ikut kmrn..
LikeLike
Wah iya, deket tuh mas.. hehe.. Cobain aja yg tahun depan
LikeLike
Saya sudah nanar duluan membaca cerita running di Lawu. Trekking saja sudah bikin napas saya tersengal-sengal apalagi lari. Hahaha..
Btw, 20 km itu bahkan lebih jauh ketimbang jarak dari pintu Lawu jalur Cetho yang cuma 15 km.
Salut!
LikeLike
Kalau trekking sambil bawa carrier berkilo-kilo tentu tersengal-sengal mas, hehehe..
Masalah kebiasaan aja sih kayaknya. Kalau lari di gunung kan juga nggak bawa tas, jadi bisa lebih loss tanpa beban.
LikeLiked by 1 person
Hehehe… Mungkin bisa nanti sekali waktu dicoba 😀
LikeLiked by 1 person
Mantap masss… 😀
LikeLike