Fun Trip Ke Garut Bersama IF’07

Akhir pekan yang lalu (5-6 Oktober) aku bersama teman-teman satu angkatan Informatika (IF) 2007 jalan-jalan bareng ke Garut, tepatnya ke Gunung Papandayan dan Puncak Darajat. Tidak semuanya memang. Hanya 29 orang saja, atau hampir 25% dari angkatan.

Acara jalan-jalan bareng angkatan ini terselenggara dengan bantuan EO (Event Organizer) Teras Nusantara. Kebetulan salah satu owner-nya adalah anak IF’07 juga. Semua urusan yang berkaitan dengan itinerary selama di sana, teknis keberangkatan, transportasi, makanan, hingga akomodasi sudah dipercayakan kepada mereka.

Jumat, 4 Oktober

Rombongan yang tergabung dalam acara ini terbagi ke dalam dua kota asal keberangkatan: Jakarta dan Bandung. Teman-teman regional Jakarta dan sekitarnya berkumpul di Sarinah Jl. Sudirman pukul 9 malam. Dari sana mereka menumpang Elf yang membawa mereka ke Bandung. Sementara itu teman-teman Regional Bandung, termasuk aku, berkumpul di Little Wings Cafe & Library Bandung, yang sebenarnya juga merupakan kantor dari Teras Nusantara. Di sanalah meeting point antara rombongan Jakarta dan Bandung.

Oh ya, Little Wings ini terbuka buat umum lho. Maksudnya, tempat ini bukan dikhususkan untuk peserta event-eventnya Teras Nusantara saja. Di sana kita bisa memesan beberapa makanan dan minuman. Sesuai namanya, di sini juga terdapat rak-rak yang dipenuhi dengan berbagai macam buku dari berbagai genre. Cocok buat mereka yang hobi baca. Halaman tempatnya juga asri. Haha, kok jadi promosi. Mending cek saja langsung di halaman Facebooknya.

Sabtu, 5 Oktober

01.00. Teman-teman dari Jakarta tiba di Little Wings. Sesuai itinerary kami baru akan memulai perjalanan ke Garut sekitar pukul 3 dini hari. Artinya masih ada waktu sekitar 2 jam bagi teman-teman untuk beristirahat. Dari pihak Teras Nusantara, mereka sudah menyediakan ruang luas di lantai 3 untuk teman-teman beristirahat. Ada sejumlah kasur dan bantal yang bisa digunakan untuk tidur.

03.00. Semuanya bersiap di lobi Little Wings. Tiga buah mobil KIA Pregio juga sudah bersiap di halaman Teras Nusantara. Peserta trip mulai memasukkan tas-tasnya ke dalam mobil. Sekitar pukul 3.30 kami pun berangkat menuju Garut. Di tengah jalan kami mampir ke SPBU untuk melaksanakan sholat Subuh.

06.00. Kami tiba di Desa Cisurupan yang berada di kaki Gunung Papandayan. Inilah desa terakhir yang dapat dicapai dengan angkutan umum bagi mereka yang hendak ke Gunung Papandayan. Untuk melanjutkan perjalanan ke pos pendakian, biasanya mereka mencarter mobil pick-up yang cukup banyak terlihat di sana. Di desa ini kami mampir membeli perbekalan di sebuah minimarket.

Perjalanan dari Desa Cisurupan menuju Pos pintu masuk Gunung Papandayan ini harus melalui jalanan yang sangat buruk. Banyak ruas jalan yang aspalnya berlubang. Jalannya juga memiliki banyak tanjakan. Salah satu mobil sempat terpaksa harus didorong ramai-ramai karena terjebak di salah satu lubang jalan. Kurang lebih 45 menit waktu dibutuhkan untuk mencapai pos pintu masuk dari Desa Cisurupan.

07.00. Selama satu jam kami bersantai-santai dahulu di gerbang masuk Gunung Papandayan. Di sana terdapat parkiran mobil yang sangat luas. Di sisi barat dan selatannya berjejer-jejer warung makan. Kami mampir sarapan pagi di salah satu warung tersebut. Aku memesan nasi goreng yang harga satu porsinya Rp8.000 sudah termasuk telor mata sapi.

Setelah perut terisi dan persiapan sudah dilakukan, kami berkumpul kembali untuk mendapatkan briefing dari Yasir, selaku koordinator perjalanan kami kali ini. Kami juga sempat untuk berfoto bersama sebelum memulai trekking.

IF'07 di Papandayan (photo by Teras Nusantara)

IF’07 di Papandayan (photo by Teras Nusantara)

08.00. Trekking pun dimulai. Medan pertama yang kami lalui adalah berupa batu-batuan. Kurang lebih hanya 20 menit dari pintu masuk pendakian, kami sudah sampai di area perkawahan Papandayan. Yep, kawah! Inilah uniknya Papandayan. Kawahnya akan kita temui di awal pendakian. Asap belerang menyembul dari lubang di sela-sela bebatuan. Tidak hanya satu, dua, atau tiga. Tapi banyak sekali lubang-lubang yang menyembulkan asap belerang di kawah tersebut.

Setelah medan bebatuan, kami mulai melalui medan berupa tanah berkerikil. Cuaca saat itu terik matahari begitu menyengat walaupun angin yang berhembus cukup menyejukkan. Agak menyesal aku tak memakai sunblock ketika melakukan pendakian. Karena begitu pulang dari sana, beberapa teman bilang bahwa aku menjadi lebih hitaman. Kulit tangan juga terlihat jadi belang.

Di percabangan ke arah Pondok Salada dan Tegal Panjang kami beristirahat sebentar beberapa menit. Selain melalui pintu masuk pos pendakian Papandayan di Cisurupan, pendakian Gunung Papandayan ini juga dapat dilakukan melalui Pangalengan, Kabupaten Bandung, melewati Tegal Panjang. Kapan-kapan kayaknya harus nyobain ke Papandayan lewat Tegal Panjang ini. Lihat dari foto-fotonya … wah, cakep banget pemandangannya. Hidden paradise kalau kata temen mah.

09.45. Kami mencapai Pondok Salada. Pondok Salada adalah suatu padang rumput luas yang biasa dijadikan area perkemahan bagi para pendaki Gunung Papandayan. Pondok Salada biasa menjadi tempat pilihan berkemah karena tak jauh dari situ terdapat ‘kran’ pipa air bersih yang mengalir. Sehingga keperluan masak-memasak dan air minum dapat terpenuhi di sana.

Di Pondok Salada kami cuma beristirahat sebentar saja. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan kembali. Kali ini destinasi kami adalah Tegal Alun. Jalur yang dilalui untuk mencapai ke sana cukup menantang. Banyak tanjakan terjal yang harus kami lewati.

12.15. Kurang lebih selama 2 jam 15 menit waktu yang kami tempuh dari Pondok Salada menuju Tegal Alun ini. Seharusnya bisa lebih cepat sih. Bahkan bisa satu jam sebenarnya. Kami sempat agak tersesat gitu hendak melalui jalan yang mana. Maklum, untuk mencapai Tegal Alun ini sebenarnya ada beberapa jalan yang bisa dipilih. Tapi lumayanlah aku bisa tiduran sekitar 20 menit kayaknya ketika menunggu personel Teras Nusantara mencari jalan. 😀

Namun, perjalanan yang cukup lama itu terbayarkan begitu menginjakkan kaki di Tegal Alun. Masya Allah… cantik sekali pemandangannya! Padang rumput yang luas dan bunga Edelweiss di mana-mana, ini mengingatkanku sekali pada Alun-Alun Surya Kencana-nya Gunung Gede. Bedanya mungkin, di sini Edelweissnya sungguh ‘melimpah’. Jarak antar tanaman Edelweissnya begitu rapat bagai membentuk koloni raksasa.

Beruntung sekali kami bisa menikmati Edelweiss yang tengah berbunga juga saat itu. Aduhai… indah sekali…!

Edelweiss, Tegal Alun

Edelweiss, Tegal Alun

Di Tegal Alun kami berusaha untuk menikmati setiap jengkal pemandangan yang tersaji di sana. Sambil tiduran kami juga mencoba menikmati hembusan angin semilir yang bertiup cukup menyejukkan siang hari itu. Apalagi sinar matahari kala itu tengah terhalang awan gelap. Namun, kami sempat khawatir juga apabila saat itu sampai turun hujan. Karena itu kami pun mulai berkemas kembali. Sayang sekali hanya sebentar kami di Tegal Alun. Mungkin cuma 30 menitan kami berada di sana.

12.50. Kami mulai melangkah meninggalkan Tegal Alun. Jalur yang kami pilih berbeda dengan jalur yang kami lalui saat menuju ke sini. Kami kembali ke Pondok Salada melalui hutan mati. Yep, hutan mati. Dari Tegal Alun ini kami harus melalui jalur yang cukup curam untuk menuju hutan mati itu. Untuknya jalur itu tak begitu panjang. Hanya 10 menitan kali ya.

13.15. Total kurang lebih selama 25 menit waktu kami tempuh untuk mencapai hutan mati dari Tegal Alun. Sesuai namanya, area hutan mati ini dipenuhi dengan pepohonan kering tanpa dedaunan. Kayu pepohonan itu sendiri sudah menghitam tanda pernah terbakar. Yep, hutan mati ini dulunya adalah hutan ‘normal’ yang kemudian menjadi mati karena terkena erupsi pada tahun 2002.

Hutan Mati Papandayan

Hutan Mati Papandayan

Di hutan mati ini kami berfoto-foto sambil menikmati pemandangan yang cukup menakjubkan ini. Setelah itu perjalanan dilanjutkan kembali menuju ke Pondok Salada. Kurang lebih 15 menit saja Pondok Salada dapat dicapai dari hutan mati ini.

Di Pondok Salada ini kami beristirahat. Ada 30 menit lebihlah kami beristirahat di sana. Di sana aku lagi-lagi sempat tertidur. Maklum, aku merasa ngantuk sekali saat itu karena belum tidur malam sebelumnya. Hanya sempat tertidur di mobil saja ketika dalam perjalanan ke Garut. Apalagi angin semilir memberikan hawa yang mendukung untuk memejamkan mata.

14.20. Perjalanan kami lanjutkan kembali. Kali ini kami melalui jalur yang sama dengan keberangkatan untuk kembali menuju Pos Papandayan. Kurang lebih selama 1 jam 40 menit waktu yang kami tempuh untuk mencapai pos. Tentunya waktu tersebut sudah termasuk waktu untuk foto-foto dan istirahat di tengah-tengah perjalanan. 🙂

16.00. Di pos Papandayan kami kembali mengisi perut dengan sekedar memesan gorengan ataupun makanan berat seperti nasi goreng atau mie instan. Kami juga menunaikan sholat dhuhur jama’ dengan ashar di mushola yang berada di area sana.

17.00. Kami pergi meninggalkan Pos Papandayan. Rasanya puas sehari itu melakukan trekking menikmati indahnya alam Gunung Papandayan. Aku berharap suatu saat ada waktu lagi untuk kembali ke sana.

Destinasi kami berikutnya adalah Puncak Darajat, sebuah kawasan wisata waterboom and hotspring water yang bertempat di KM 25 Pasirwangi, Garut. Perjalanan ke sana ditempuh dalam waktu hampir 2 jam. Di sana kami menyewa cottage untuk menginap semalam.

19.00. Udara dingin menyambut kami begitu turun dari mobil. Brrrr… angin yang berhembus juga turut menambah semarak dinginnya malam itu. Rasanya pingin buru-buru masuk cottage dan mencari kehangatan.

Setelah makan malam, kami para cecowok masuk ke area kolam renang untuk berendam air panas. Ahh… enaknya. Badan yang pegal-pegal habis trekking melelahkan, cukup teredakan dengan rendaman air hangat ini. Tiga puluh menit saja sih aku berendam di sana. Setelah itu bersih-bersih diri dan kembali ke cottage untuk tidur.

Minggu, 6 Oktober

05.00. Seusai melaksanakan sholat Subuh, aku dan Afif keluar menikmati udara pagi. Dingin sekali pagi itu. Kami berjalan menuju area kolam renang.

Rona merah terlihat merekah dari ujung timur langit. Yang aku baru tahu saat itu adalah Puncak Darajat ini ternyata memiliki spot yang sempurna untuk menyaksikan matahari terbit alias sunrise. Beruntung sekali kami berinisiatif untuk keluar seusai sholat Subuh. Seandainya aku lanjut berselimut lagi di kamar, tentu aku akan melewatkan indahnya pemandangan sunrise yang indah ini.

Hari Minggu itu tidak ada acara khusus yang dijadwalkan. Sebagian ada yang bermain werewolf, ada yang berendam air panas, dan ada juga yang sekedar duduk-duduk sambil bercakap-cakap.

13.00. Kami sudah berkemas-kemas dan siap kembali ke kota masing-masing. Di tengah perjalanan, kami sempat mampir ke toko oleh-oleh khas Garut Chohodot. Setelah itu, rombongan Bandung dan Jakarta berpisah di pintu masuk tol Cileunyi. Alhamdulillah, aku sampai dengan selamat di kosan tepat menjelang Maghrib.

Di Puncak Darajat menjelang pulang (photo by Teras Nusantara)

Di Puncak Darajat menjelang pulang (photo by Teras Nusantara)

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s