Tag Archives: sawah

Gunung Putri Tidur

Gunung Putri Tidur

Salah satu pemandangan di kampung halaman yang tidak pernah jemu saya pandang adalah deretan gunung yang membentang di horizon barat daya Kota Malang yang dikenal dengan Gunung Putri Tidur. Anda bisa mencarinya di Google Maps atau atlas (eh masih ada yang punya atlas kah, hehe). Tentu saja Anda tidak akan menemukan nama Gunung Putri Tidur ini di sana karena nama tersebut bukanlah nama sebenarnya. Hehehe.

Nama Gunung Putri Tidur ini populer di masyarakat Malang karena memang bentuknya yang tampak seperti seorang gadis yang sedang tidur dari kejauhan. Padahal sejatinya “gunung” ini adalah sebuah pegunungan yang terdiri atas 3 gunung, yakni Gunung Butak di bagian “kepala” (menyerupai rambut yang terurai, cekungan mata, hidung, dan mulut), Gunung Kawi di bagian “dada” dan “perut”, dan Gunung Panderman di bagian “kaki”.

Saya cukup beruntung karena pemandangan Gunung Putri Tidur ini terlihat cukup jelas dari lingkungan tempat tinggal saya karena masih banyak sawah. Mungkin hanya perlu berjalan kaki sekitar 100 meteran agar bisa melihat pemandangan Gunung Putri Tidur itu.

Kalau dulu waktu kecil bahkan mungkin hanya perlu berjalan kaki sekitar 20 meter karena dulu sawahnya masih sangat luas, belum dibangun perumahan seperti sekarang.

Kalau dari area kota, sepertinya pemandangan Gunung Putri Tidur ini tidak tampak jelas karena terhalang bangunan-bangunan dan juga papan-papan reklame.

Oh ya, dulu waktu kecil di kalangan teman-teman sepermainan populer sekali tebak-tebakan begini: “Gunung, gunung apa yang paling tinggi di dunia?”

Jawabannya adalah: “Ya Gunung Putri Tidur! Tidur aja tingginya segitu, apalagi kalau berdiri. Hahaha.”

Tebak-tebakan yang sangat lokal sekali ya. Saya jadi ingat tebak-tebakan lokal semacam ini dulu pernah saya dapatkan juga dari teman kuliah saya yang asli Bandung.

“Sungai, sungai apa yang paling panjang di dunia?”

“Yak, jawabannya adalah Sungai Cikapundung! Gimana nggak panjang, Asia Afrika saja dilewati. Hahaha.”

Saya yang merupakan orang baru di Bandung awalnya nggak nyambung dengan jawaban tersebut. Lalu diberitahu Asia Afrika itu maksudnya adalah nama jalan, yakni Jalan Asia-Afrika yang ada di tengah Kota Bandung. Hehehe.

Bagaimana di daerah Anda? Apakah ada tebak-tebakan lokal semacam ini? Eh, kok topiknya jadi bahas tebak-tebakan ya. Hahaha.

Advertisement

Backsound Sehabis Hujan

Sekitar 1-2 minggu terakhir ini beberapa daerah di Indonesia sudah memasuki musim penghujan. Tak terkecuali di kampung halaman saya di Malang.

Salah satu hal yang saya suka dari hujan adalah suasana yang terbentuk setelah itu. Udara sekitar menjadi lebih segar dan suhu menjadi sejuk. Apalagi di dataran tinggi seperti Malang ini. Malam hari pula.

Juga tidak ketinggalan backsound nyaring yang meramaikan suasana setelahnya. Katak-katak dan serangga kompak melakukan koor paduan suara mengisi heningnya malam.

Alhamdulillah backsound khas pasca hujan ini masih bisa saya jumpai di dekat rumah saya di Malang. Rumah saya memang masih dekat dengan area persawahan. Rasanya menenangkan sekali mendengarkan suara alam ini.

Vandalisme Terhadap Kereta Api

Aku tengah asyik membaca buku ketika tiba-tiba seorang yang berada di seberang kanan bangkuku berteriak, “Awasss…!,” sambil memandang ke arah jendela samping kiriku.

Aku terkejut dengan teriakan Ibu itu dan secara spontan langsung menunduk dan menutupi mukaku dengan tangan. Tanpa menoleh pun aku tahu teriakan Ibu dimaksudkan mengenai adanya batu yang terbang ke arah jendela di samping kiriku itu. Sebab, sebelum itu ada setidaknya 3-5 kali terdengar hantaman batu pada badan kereta.

“Jeduarr…!” Suara hantaman batu pada kaca terdengar sangat cepat namun keras. Kali ini lemparan itu menyasar ke jendela tepat di sampingku. Kaca jendela pun pecah. Ya, pecah! Bukan sekedar menimbulkan garis-garis retakan pada kaca.

Jendela kaca pun nyaris bolong dibuatnya. Aku yakin hanya dengan sekali dorongan tangan, retakan yang sudah sangat rapuh itu akan membuat bolong kaca itu.

Sementara itu, serpihan-serpihan pecahan kaca nan kecil dan lembut terbang hingga ke lantai bawah Ibu yang berada di seberang kanan bangkuku. Tanpa sadar jempol kaki Ibu tersebut terluka kena serpihan tersebut. Sementara aku, alhamdulillah serpihan pecahan kaca itu tak sampai melukai. Namun, lantai kereta di bawahku telah dipenuhi serpihan-serpihan kaca itu. Celanaku pun tak luput jadi tempat mendarat beberapa serpihan tersebut.

Petugas kebersihan kereta secara sigap datang dan menyapu serpihan-serpihan kaca yang berceceran. Petugas keamanan kereta juga secara sigap datang dan mencatat kejadian tersebut ke dalam buku laporan yang dia pegang. Tak hanya itu, dia juga memplester retakan-retakan kaca tersebut dengan lakban. Bagian kaca yang nyaris lobang juga diplesternya dengan kardus.

Kaca jendela yang terkena lemparan batu

Kaca jendela yang terkena lemparan batu

Kejadian ini terjadi dalam perjalanan KA Malabar Bandung-Malang 3 Agustus kemarin. Kejadiannya di tengah area persawahan, petak antara Stasiun Cibatu dan Stasiun Bumiwaluya, sekitar pukul 17.15. Cerita tadi mungkin terkesan terlalu didramatisir, tapi aku ceritakan apa adanya.

Jujur, aku nggak habis pikir apa sih yang ada di pikiran orang-orang yang suka lempar batu ke kereta api itu. Oke, lebih tepatnya mungkin bukan ‘orang-orang’ tapi ‘anak-anak’. Selama ini aku tahunya yang suka iseng(?) lempar batu itu anak-anak. Mungkin mereka tidak cukup mengerti bahayanya tindakan mereka itu.

Ini pengalaman pertamaku kena lempar batu persis di jendela samping bangku tempat dudukku. Sebelum ini, beberapa kali naik kereta dan mendapati anak-anak yang melempar batu ke kereta. Di Purwakarta pernah, di petak Krian-Mojokerto pernah, dan paling sering di jalur sepanjang Garut ini, termasuk yang kemarin.

Pernah juga ada yang lempar lumpur dari sawah hingga masuk ke dalam kereta. Salah seorang ibu-ibu pakaiannya pun kotor terkena cipratan lumpur. Ketika itu kereta kelas bisnis belum dipasang AC sehingga celah di atas jendela masih bisa dibuka. Kejadiannya di sekitar Krian kalau nggak salah.

Pernah juga ada batu melayang hingga masuk ke dalam kereta. Untung tak sampai mengenai penumpang di dalamnya.

Solusi apa ya yang tepat untuk masalah seperti ini… . Idealnya sih memang jalur sepanjang rel itu steril dari pemukiman atau aktivitas warga dalam radius tertentu. Pengalaman naik kereta di Malaysia sih seperti itu. Sepanjang jalur kereta dikasih pagar. Tapi sepertinya susah diterapkan di Indonesia.

Mau tidak mau berarti harus ada tindakan hukum yang konkret sih terhadap pelaku-pelaku vandalisme seperti itu. Kalau pelakunya masih anak-anak, ya dikasih pembinaan. Peran orang tua, terutama warga di sekitar rel, sangat dibutuhkan untuk mendidik anaknya, agar tidak melakukan hal yang merusak dan membahayakan orang lain tersebut.