Beberapa hari belakangan ini sedang heboh isu PKN yang dilangsungkan selama satu minggu tanggal 1-7 Desember 2013 ini. Apa itu PKN? PKN adalah singkatan dari Pekan Kuliner Kondom Nasional. Penyelenggaraan PKN yang digagas oleh Kementrian Kesehatan ini dilakukan bertepatan dengan hari AIDS sedunia yang jatuh setiap tanggal 1 Desember.
Wew, cara penanganan isu AIDS zaman sekarang dibandingkan dengan zaman saat aku masih SMP/SMA sudah jauh berbeda ternyata. Dulu seminar edukasi penyakit HIV/AIDS yang aku ikuti saat SMP sangat menekankan kepada kami para pelajar agar menghindari pergaulan bebas yang dapat menghantarkan perilaku seperti free sex, penggunaan narkoba, tato dan tindik karena berisiko tinggi dalam penularan virus HIV, Hepatitis B, atau Hepatitis C. Nah, kalau sekarang ternyata metode “edukasi” HIV/AIDS ke masyarakat itu adalah dengan meluncurkan program Pekan Kondom Nasional. Bahkan salah satu kegiatannya adalah cara meluncurkan “Bus Kondom” yang akan berkeliling ke sejumlah tempat nongkrong anak muda (baca beritanya di sini).
Selama sepekan penuh masyarakat (termasuk anak kecil yang masih polos) akan terpapar berita mengenai kondom, kondom, dan kondom. Bahkan sangat mungkin sekali anak-anak kecil yang kebetulan sedang diajak orang tuanya ke mall akan melihat bus kondom itu dan bertanya pada orang tuanya, “Pa, Ma, itu bus apa sih ada gambar cewek (gambar Jupe) pose tiduran gitu? Kondom itu apa yah?” WTH!!!
Parahnya, di UGM sejumlah orang dari bus kondom (walaupun katanya mangkalnya di luar kampus, bukan di dalam) itu sampai membagi-bagikan kondom gratis kepada orang-orang yang sedang lewat saat itu. Bahkan, sampai ada yang berpesan kondomnya dapat digunakan sama pacar (baca beritanya di sini). Subhanallah!!
Mungkin aku tak cukup pintar untuk memahami logika yang digunakan oleh Kementerian Kesehatan negeriku ini, khususnya sang Ibu Menteri Kesehatan, dalam kampanye HIV/AIDS. Mungkin menurut mereka kampanye gunakan kondom sebelum berhubungan seks mungkin lebih efektif dibandingkan kampanye hindari seks pra nikah dan perselingkuhan karena berisiko tertular penyakit HIV/AIDS. Sudah jelas Pekan Kondom Nasional ini menyasar pada pelaku hubungan seks bebas (baca: seks pra nikah, selingkuh, prostitusi) — karena nggak mungkin kan suami-istri yang disuruh pakai kondom agar tak tertular AIDS — sehingga logika yang kutangkap adalah pemerintah menganggap perilaku seks bebas tersebut adalah biasa karena “mendukung”-nya dengan mengingatkan pelakunya agar jangan lupa menggunakan pengaman (baca: kondom).
Pemikiran bodohku mengatakan kebijakan itu bisa muncul karena kehidupan kita yang semakin sekuler, mengenyampingkan ajaran agama (karena dianggap tradisional), dan mengikuti budaya barat yang liberal. Karena seks bebas ini masuk ranah pribadi, pemerintah merasa tidak berhak melarang-larangnya, sehingga yang bisa dilakukan pemerintah cuma bisa menghimbau saja agar jangan lupa pakai pengaman agar tak sampai terkena HIV/AIDS. Padahal di dalam Al-Qur’an (Al Isra 17:32) bahkan Al-Kitab (Ibrani 13:4) sekalipun manusia sudah diperintahkan untuk menjauhi zina.
Oleh karena itu, logika bodohku berkata kampanye menghindari zina dalam rangka untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS jauh lebih substantif ketimbang kampanye kondom itu. Bahkan, kampanye kondom justru meningkatkan peluang (baca: bahasa halus dari mengajak) orang melakukan “seks berisiko”.
Oh ya bodohnya aku, baru ingat beberapa waktu yang lalu sempat beredar juga berita mengenai praktek “seks kilat” di gedung DPR (baca beritanya di sini). Sang ketuanya sendiri telah mengakui adanya praktek seperti itu dan cuma bisa menghimbau agar tidak ada lagi kondom bekas pakai yang ditemukan di tempat sampah gedung DPR. Oh pantes…
Setelah kegiatan Pekan Kondom Nasional dengan “bus kondom”-nya yang kontroversial itu usai, jangan terkejut bila kelak akan kita dapati pemandangan kondom dijual pedagang asongan di tempat-tempat umum seperti mereka menjual rokok sekarang. Ngerilah. Na’udzubillah. Tanda-tanda kehidupan manusia sekarang akan menuju kondisi yang disebutkan di dalam hadits di bawah ini sepertinya sudah semakin tampak:
Dari Abdullah bin Umar, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sampai orang-orang bersetubuh di jalan-jalan seperti layaknya keledai.” Aku (Ibnu ‘Umar) berkata, “Apa betul ini terjadi?”. Beliau lantas menjawab, “Iya, ini sungguh akan terjadi”. (HR. Ibnu Hibban, Hakim, Bazzar, dan Thabrani)[1]
Sepertinya kita tak perlu menunggu lama untuk hal tersebut terjadi. Karena di belahan dunia barat sana, tepatnya di Swiss, hal itu sudah terjadi. Mereka menyediakan bilik-bilik untuk bercinta di pinggir jalan!! Mereka menyebutnya dengan nama “sex drive-in” (baca beritanya di sini). Kalau lapar dan buru-buru, kita bisa memanfaatkan fasilitas “drive-thru” di beberapa restoran. Nah sekarang kalau tiba-tiba “kebelet” dan buru-buru, jangan khawatir ada fasilitas “sex drive-in” ini. Subhanallah… *speechless*

“Bilik-bilik cinta” di Swiss
Dunia, oh dunia… umurmu sudah tak panjang lagi.
” Bahkan, sampai ada yang berpesan kondomnya dapat digunakan sama pacar (baca beritanya di sini). Subhanallah!! ”
ini harusnya bukannya Astaghfirullah yah, hehehe :p
LikeLike
Selain Astaghfirullah, ucapan “Subhanallah” juga bisa. Subhanallah dipakai untuk mensucikan Allah dari hal yang nggak pantas. Bukannya ungkapan ketakjuban yang selama ini sering salah kaprah.
LikeLike
wah, baru tahu sih ini. suwun sam 😀
LikeLike