Hari ini, tepatnya pukul 10 pagi, aku datang ke kantor kecamatan Lowokwaru, Malang, untuk mengurus pembuatan e-KTP. Ketika aku tiba di sana, suasana tempat pembuatan e-KTP sangat ramai. Aku yang baru saja datang dan langsung mendaftar ke petugas, mendapatkan nomor antrian 233. Sementara itu, nomor antrian yang tengah dipanggil adalah nomor urut 121-130. Berarti kurang lebih harus menunggu 100-an orang lagi untuk sampai pada giliranku.
Menunggu proses pengurusan e-KTP 100 orang itu ternyata lama juga. Aku baru mendapatkan panggilan ketika jam sudah menunjukkan hampir pukul 1 siang. Setelah itu masuk ke dalam ruang pemrosesan, dan di sana harus duduk antri lagi untuk mendapat giliran pemrosesan. Pukul setengah dua aku baru mendapat giliran tersebut.
Dalam pemrosesan pengurusan e-KTP itu, pertama-tama kita difoto dulu. Setelah itu dimintai untuk memberikan tanda tangan secara digital lalu diambil sidik jari kesepuluh jari kita. Terakhir di-scanning iris mata kita lalu kita diminta untuk menandatangani pernyataan bahwa data yang kita masukkan itu benar, juga secara digital. Kartu e-KTPnya sendiri nggak langsung jadi. Nanti akan ada panggilan untuk pengambilan. Entah kapan.
Prosesnya sih cepat. Tapi antriannya itu lho yang puanjaang, bikin luamaa. Gara-gara baru beres jam 2-an siang, rencana balik ke Bandung hari ini nggak jadi deh, hahaha. Untungnya belum beli tiket kereta.Tapi, sebenarnya seperti ini aku harusnya ngurusnya hari Sabtu kemarin saja bersama adikku. Kata adikku, kemarin dia nggak perlu pakai antri, begitu datang langsung diproses.
Kantor pengurusannya sih memang buka setiap hari Senin-Sabtu. Untuk Senin-Jumat, buka mulai pukul 08.00-16.00 dan khusus Sabtu cuma sampai pukul 12.00. Petugas yang mengurusi pembuatan e-KTP ini, dari tulisan pada kemeja yang dikenakan mereka, tampak mereka berasal dari SMK 2 dan 5 Malang jurusan teknik komputer.
Dari pengalamanku tadi, menurutku pelayanan mereka cukup bagus. Maklum, mungkin karena masih muda sehingga masih semangat-semangatnya :).
Yah, harapannya sih “proyek mahal” ini — melibatkan dana kurang lebih Rp 6,3 triliun untuk penerbitan sekitar 160-170 juta lembar KTP — mudah-mudahan berjalan dengan baik dan lancar. Entah kenapa ada saja berita di media massa mengenai proyek pemerintah yang selalu berakhir tak optimal atau gagal karena ada penyelewengan anggaran alias dikorupsi. Contoh teranyar dan fenomenal tentu saja kasus “dugaan” korupsi Wisma Atlet SEA Games. Kabarnya pun proyek e-KTP ini juga demikian, mulai bermunculan isu korupsi di dalamnya.
Mudah-mudahan ini bukan pandangan skeptis, melainkan harapan untuk Indonesia agar bisa bersih (dari KKN) dan maju. Negara-negara lain seperti China, India, Jerman, bahkan Malaysia tetangga sebelah kita juga sudah menerapkan. Pengadaan e-KTP ini menurutku memang diperlukan karena akan mendorong reformasi dalam pelayanan administrasi kependudukan yang selama ini identik dengan kata “lambat”, “lama”, dan “pungli”.