Seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya bahwa rombongan kami berpisah menjadi dua saat meninggalkan Sukabumi. Yang satu balik ke Bandung dan satunya lagi melanjutkan perjalanan ke Banjar. Nah, aku termasuk rombongan yang disebutkan terakhir tadi.
Kami tiba di Banjar pukul 2 dini hari. Mantap bengetlah si Ginanjar, temanku yang jadi driver malam itu. Jarak Bandung-Banjar ditempuh hanya dalam 3 jam kurang. Tempat singgah kami di Banjar adalah rumah Ginanjar. Kebetulan orang tuanya memiliki dua rumah. Yang kami tempati saat itu adalah rumah dia yang baru yang masih belum ditinggali. Kami benar-benar berterima kasih sekalilah sama keluarga Ginanjar yang meminjamkan rumahnya buat tempat istirahat :).
Sesampainya di rumah Gin, panggilan akrab Ginanjar, aku tidak langsung tidur, tapi nonton siaran sepak bola dulu. Waktu itu ada siaran pertandingan Serie A Napoli vs Cagliari di TV. Tapi karena rasa lelah yang masih mendera dan pertandingan yang membosankan, aku pun tertidur.
Pukul 5 pagi tiba-tiba aku terbangunkan oleh alarm handphone yang disetel anak-anak. Tapi entah kenapa kok tidak ada yang bangun, hihi. Lalu iseng-iseng kupotret saja anak-anak itu. Ini dia fotonya:
Setelah itu, aku langsung sholat Shubuh dan tidur lagi. Mau bagaimana lagi, sebabnya masih ngantuk banget, hehehe.
Bangun-bangun, ternyata sudah jam 7 saja. Saat aku bangun, anak-anak sudah ada yang mandi, lagi mandi, antri mandi, bikin kopi, dan tidur. Ada saja ternyata aktivitas mereka.
Tujuan utama kami hari itu adalah objek wisata Green Canyon. Sebuah objek alam berupa tebing-tebing dengan stalaktit yang berada di sisi-sisi sungai, terdapat di kawasan Cijulang, Kabupaten Ciamis. Kalau mendengar kata Green Canyon, kita mungkin teringat dengan kata Grand Canyon di Amerika Serikat sana. Yah, memang mirip-mirip gitulah tempatnya, hehehe. Namun sebenarnya warga setempat juga punya sebutan sendiri untuk objek wisata itu, tapi tentu saja namanya menggunakan bahasa Sunda, Cukang Taneuh sebutannya.
Pagi itu kami berangkat dari rumah Gin sekitar pukul setengah 9. Kami mampir makan bubur ayam dulu di pinggir jalan di suatu sudut Kota Banjar. Kemudian kami melanjutkan perjalanan lagi menuju Green Canyon. Perjalanan menuju ke Green Canyon itu kurang lebih memakan waktu hampir 2 jam dari rumah Gin tadi.
Sepanjang jalan menuju Green Canyon itu kami melalui sungai-sungai yang warna airnya tampak hijau. Namun, ketika kami sampai di Green Canyon, kami sedikit kecewa karena warna sungai di sana justru cokelat. Kami memang kurang beruntung saat itu. Memang sih, kata orang-orang, sebaiknya kalau main ke Green Canyon jangan saat musim hujan, atau habis hujan sehari sebelumnya. Sebab, setiap habis turun hujan warnanya pasti berubah jadi cokelat.
Tapi tidak mengapa, toh kami juga sudah terlanjur datang. Masak mau balik lagi, hehe.
Untuk dapat menikmati wisata di Green Canyon, kita harus membayar Rp75.000 per perahu. Per perahunya bisa diisi sekitar 5-6 orang pengunjung. Setiap perahu biasanya ada dua orang tukang perahu. Yang satu berperan juga sebagai body rafting guide.
Oh ya, perlu diketahui, wisata Green Canyon ini tidak sekadar wisata naik perahu menikmati pemandangan alam saja, tetapi juga bisa body rafting menyusuri sungai (kalau Anda tertarik). Sebabnya, perahu tidak bisa berjalan jauh karena banyak ruas sungai yang terdapat bebatuan besar di tengah-tengahnya sehingga perahu pun tidak bisa lewat. Oleh karena itu, kalau masih ingin menikmati alam Green Canyon itu lebih jauh kita harus menyusuri sungai itu dengan berenang. Tenang saja, kita tidak perlu jago berenang untuk dapat menyusuri sungai itu. Kita bisa memakai rompi pelampung saat berenang itu. Jadi jangan khawatir akan tenggelam. Lagi pula kita juga akan dipandu oleh tukang perahu yang merangkap jadi body rafting guide itu. Dia yang akan mengarahkan kita rute mana yang aman dilalui.
Perlu diketahui juga, arus sungai di Green Canyon ini cukup deras dan kita harus berenang melawan arus tersebut untuk mencapai bagian Green Canyon yang lebih jauh. Mengenai rompi pelampung itu, kita tidak perlu membayarnya lagi karena itu sudah termasuk dalam biaya yang Rp75.000 tadi (fasilitas standar). Yang harus kita bayar adalah tips ke tukang perahunya karena sudah mau menunggu dan (bahkan) memandu kita berenang menyusuri sungai itu. Pengalaman kami kemarin, setelah melalui tawar-menawar yang cukup alot, setelah kami mulai dari harga Rp20.000, Rp30.000, Rp50.000, akhirnya berhenti di angka Rp75.000. Kalau kata akang tukang perahunya biasanya dia minta ke wisatawan lain itu Rp100.000-Rp150.000. Dalam hati kami berkata, “Ya wajar saja kang kalau wisatawannya bule dikasih harga segitu.” Serius, Green Canyon ini banyak juga ternyata pengunjung bulenya, seperti yang kami temui pada saat itu.
Hal lain yang juga tidak boleh dilupakan adalah kamera. Tentunya kita nggak ingin melewatkan momen seru menyusuri sungai ini kan. Namun, mau tidak mau kita harus berenang alias berendam di dalam air saat body rafting itu. Makanya, perlu dipersiapkan juga kamera anti air (under water camera) yang biasa digunakan untuk memotret di dalam air. Atau bisa juga tas kecil yang dibungkus selimut tas anti air seperti yang dibawa temanku si Kun kemarin. Karena dia, kami bisa foto-foto sepuasnya di Green Canyon itu. 😀
Nah, ini aku tampilkan foto-foto kami sewaktu di Green Canyon kemarin (maaf sebagian foto agak blur):
Kami benar-benar puas setelah menghabiskan waktu kurang lebih 2,5 jam berpetualang di Green Canyon ini. Terus terang biaya sebesar itu awalnya memang terasa mahal bagi kami. Namun, setelah menjalani langsung body rafting di Green Canyon, dan sikap kooperatif tukang perahunya yang benar-benar membantu kami saat body rafting itu, baik itu membantu kami berenang (dengan menunjukkan arah atau memberikan tali), maupun memotretkan kami dengan senang hati, kami pun jadi tidak terlalu menyesal harus membayar semahal itu. 😀
Puas berpetualang di Green Canyon, kami melanjutkan perjalanan lagi ke Pantai Batu Karas. Jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi Green Canyon. Cuma butuh waktu sekitar 15 menit menuju ke sana dengan kendaraan.
Saat memasuki kawasan Pantai Batu Karas ini, yang terpikir di benakku adalah pantai ini mirip dengan pantai di Bali. Terutama dengan kehadiran turis-turis asing di sana. Selain itu, di Pantai Batu Karas ini juga terdapat orang-orang yang bermain selancar atau banana boat sebagaimana yang ada di pantai-pantai di Bali. Ombaknya di sana juga tenang, tidak seganas ombak-ombak pantai selatan pada umumnya. Ombak di sana punya karakteristik yang cocok untuk main selancar. Wajar saja ombak di Pantai Batu Karas ini tidak segarang ombak di pantai selatan Jawa lainnya. Pantai ini sebenarnya tidak menghadap langsung ke sebelah selatan (Samudra Hindia), tetapi kalau kita amati di peta, pantai ini sebenarnya malah menghadap ke timur karena pantai ini adalah bagian dari daratan yang menjorok ke lautan.
Bagaimana? Ingin main selancar di Batu Karas? Nggak punya/bawa papan selancar? Tenang, di sana ada distro yang menyediakan itu semua (lagi-lagi tampilannya pun mirip dengan yang ada di Bali).
Di Batu Karas ini juga terdapat penginapan-penginapan yang tersebar di sepanjang jalan sejajar dengan garis pantai. Aku sempat iseng bertanya mengenai tarif penginapan kepada salah seorang bapak yang tampaknya mengelola salah satu penginapan di sana. Kata beliau sih tarifnya sekitar rentang Rp200.000 per malam, tapi bisa diisi banyakan orang. Hmm… boleh juga tuh kalau ramai-ramai. Tapi sepertinya sih memang masih ada yang lebih murah lagi.
Oh ya, waktu itu sekalian kami meminta bapak itu untuk memotret kami di pantai Batu Karas ini, Mumpung ada yang bersama kami, hehe:
Sayangnya kami tidak berlama-lama berada di sana karena waktu kami sangat terbatas saat itu. Saat berada di Batu Karas itu, waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 15.30. Mau tidak mau kami harus segera kembali ke Banjar untuk selanjutnya bersiap-siap kembali ke Bandung. Maklum, mobil yang kami sewa ini memang harus kembali paling lambat pukul 9 malam. Padahal banyak sekali tempat wisata di sekitar Pangandaran atau Cijulang itu yang ingin kami kunjungi juga. Namun, apa daya waktu kami terbatas. Ya mungkin lain waktu jika ada kesempatan aku akan ke sana lagi. 😀
Dari Batu Karas kami langsung bergerak lagi menuju ke Banjar. Butuh waktu sekitar 2 jam untuk menempuh jarak Pangandaran-Banjar itu. Di tengah perjalanan kami menyempatkan untuk sholat Ashar dijama’ dengan Dhuhur di masjid pinggir jalan di ruas Banjarsari.
Sesampainya di Banjar kami tidak langsung menuju ke rumah Gin, tetapi mampir makan malam dulu di rumah makan Beta yang berada di persis setelah pintu masuk Kota Banjar di sisi barat, kebetulan juga dekat dengan rumah Gin. Nyaman sekali suasana tempat makan di sana. Rumah makan dengan arsitektur bambu dan rotan gitu. Selain itu juga terdapat kolam ikan berada di sekeliling dan di bawah rumah makan itu. Malam itu kami makan nasi dengan menu lalapan burung ayam-ayaman. Hmm… sedap sekali ayam-ayamannya. Sambelnya juga sangat gereget bikin nafsu makan meningkat, hehehe.
Alhamdulillah, akhirnya perut terisi juga setelah seharian cuma makan bubur ayam, hehe. Habis dari rumah makan itu kami langsung balik ke rumah Gin. Tanpa banyak membuang waktu, begitu kami tiba di rumah Gin, kami langsung mengemasi barang-barang kami dan bersiap-siap untuk pulang ke Bandung. Setelah semua barang-barang selesai dimasukkan ke dalam mobil, sebelum pulang ke Bandung, kami foto-foto dulu di depan rumah Gin. 😀
Perjalanan Banjar-Bandung malam itu kami tempuh dalam waktu hampir 4 jam. Termasuk lama memang. Mau bagaimana lagi, malam itu di Nagrek benar-benar lagi macet parah. Alhasil kami baru tiba di Bandung sekitar pukul 11 malam lebih. Denda Rp50.000 harus kami tanggung atas keterlambatan dalam pengembalian mobil yang kami sewa itu.
Namun, overall kami benar-benar cukup puas dengan jalan-jalan bersama tengah semester ini. Benar-benar pengalaman yang menyenangkan dan tidak akan pernah kami lupakan. Selanjutnya kami berencana mengunjungi wisata alam yang lain yang ada di Indonesia lain waktu. Sekarang saatnya mengembalikan fokus ke kuliah dan tugas akhir kembali. 😀