Category Archives: Review

BumpTop 3D Desktop Technology

Desktop yang terlihat benar-benar seperti nyata dengan antarmuka 3D?  Sebaiknya Anda perlu segera mencoba aplikasi BumpTop 3D ini. Aplikasi ini sebenarnya sudah lama diperkenalkan oleh Anand Agarawala,pengembang teknologi tersebut, pada tahun 2007 dalam suatu konferensi TED  (lihat video). Aplikasi itu sendiri telah dirancang untuk dapat berjalan pada lingkungan Mac dan Windows. Fitur-fitur yang disediakan adalah icon piles, di mana pengguna dapat memanajemen ikon atau berkas-berkas yang diletakkan di desktop. Lalu ada fitur photo pin-ups, di mana pengguna dapat “menempel” atau “menggantung” suatu berkas, ikon, atau foto pada “dinding” virtual pada desktop. User experience lain yang ditawarkan aplikasi ini adalah pengguna dapat secara mudah melakukan drag and drop berkas-berkas atau ikon pada desktop dengan memberikan efek seperti pada di dunia nyata. Misal, melempar berkas ke “dinding”, maka berkas tersebut akan memantul.

Setelah tanggal 7 Mei 2010 aplikasi BumpTop ini tidak akan available secara bebas lagi untuk pengguna karena BumpTop sekarang telah diakuisisi oleh Google  dan kemungkinan aka diadopsi sebagai standard desktop dalam Google Chrome OS. Jadi, bagi Anda yang belum sempat mencobanya dan berminat terhadap aplikasi ini bisa mengunduhnya pada link ini. Aplikasi ini sebenarnya berbayar. Dengan membeli aplikasi ini Anda akan dapat menjadi pro user yang akan mendapatkan fitur-fitur yang lebih daripada pengguna biasa. Installer tersedia untuk lingkungan Mac dan Windows. Setelah tanggal 7 Mei 2010 link untuk mengunduh tersebut akan ditutup.

BumpTop Desktop 3D

BumpTop Desktop 3D

3 Idiots: Film Penuh Inspirasi

Pertama kali mendengar judulnya, yang terbayang olehku adalah film ini akan bercerita tentang perilaku kocak “kebodohan” 3 orang sekawan. Apalagi poster film itu menggambarkan seorang yang tampak “menyerah” dengan rumus-rumus kalkulus yang ada di hadapannya di atas sebuah papan tulis.

Ternyata bayanganku itu salah. Film ini malah bercerita tentang sebaliknya, yaitu kisah persahabatan 3 orang yang luar biasa dengan dibumbui kejadian-kejadian kocak, kreatif, jenius, dan penuh drama. Menurutku yang menjadi nilai lebih dari film ini adalah jalan cerita yang sukar ditebak, selalu bikin penasaran, chemistry yang begitu kuat dari ketiga sahabat itu, dan cukup banyak pesan moral yang disampaikan di dalam film ini. Selain itu, hal penting yang membuat film ini menjadi lebih mudah dicerna karena ceritanya mengangkat tema tentang kehidupan yang saat ini kujalani, yaitu dunia kampus, dan juga mengenai persahabatan.

Awalnya aku kurang begitu antusias untuk menonton film ini. Maklumlah… aku tidak begitu suka nonton film India karena sudah bukan rahasia umum jika film India selama ini sangat terkenal dengan adanya nyanyian dan tarian yang kalau ditotal, bisa-bisa sampai 20% dari keseluruhan konten film… hehehe… 🙂 Tetapi, sejak menonton film My Name Is Khan beberapa waktu yang lalu, aku jadi tertarik untuk mengetahui kabar film India yang lainnya. Apalagi teman-temanku yang sudah menonton 3 Idiots, memberikan rekomendasi untuk menontonnya. Aku pun dibuat penasaran. Ternyata benar, film ini memang recommended bangetlah.

Jadi, 3 Idiots ini bercerita tentang kisah 3 sekawan bernama Rancho (diperankan oleh Aamir Khan), Raju (Sharman Joshi), dan Farhan (R. Madhavan). Awal pertemuan mereka terjadi ketika mereka menjalani OSPEK oleh senior mereka di Imperial College of Engineering (ICE), yang diceritakan sebagai institut engineering terbaik di India. Kesan awal bahwa Rancho adalah seorang jenius sudah diperlihatkan dengan ide cemerlang yang dilakukannya demi menghindari paksaan mengikuti perploncoan. Di situ diceritakan bahwasannya sistem pendidikan di kampus tersebut tidak memanusiakan mahasiswanya, tetapi malah memperlakukan mereka layaknya sebuah mesin. Paradigma yang terbentuk di kampus itu adalah lulus dengan nilai bagus, mendapat pekerjaan, gaji tinggi, dan hidup bahagia. Mencoba meng-quote salah satu dialog Rancho dalam film tersebut, “This is a college, not a pressure cooker“.

Dengan sistem pendidikan seperti itu menyebabkan mahasiswanya bukannya semangat mencari ilmu, melainkan hanya berusaha mendapatkan gelar semata. Dalam film itu pada salah satu adegannya dikisahkan ada salah seorang mahasiswa bernama Joy Lobo yang bunuh diri gara-gara putus asa TA-nya ditolak oleh rektor kampus tersebut karena proyeknya dianggap mustahil untuk diselesaikan dalam jangka waktu yang diberikan. Padahal,  sebelum ia bunuh diri, Rancho diam-diam juga membantu mengerjakan proyek TA yang telah ditinggalkan Joy itu dan ternyata berhasil. Fenomena mahasiswa bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan dalam proses akademik itu ternyata benar-benar terjadi di India, tidak hanya di film itu. Dalam lagu Give Me Some Sunshine (baru kali ini dengar lagu India yang enak :D) yang dinyanyikan oleh Joy Lobo dalam salah satu adegan keputusasaannya disebutkan bahwa ada sekitar berapa persen (aku lupa, pokoknya gedhe) kasus bunuh diri di India karena masalah tekanan akademik.

Si Joy Lobo meminta kesempatan untuk menyelesaikan proyeknya

Si Joy Lobo meminta kesempatan untuk menyelesaikan proyeknya

Hal menarik lainnya dari film ini adalah ketika Farhan akhirnya memutuskan berhenti kuliah engineering di kampus itu setelah mendapatkan masukan dari Rancho. Ia berniat untuk berkiprah secara total dalam bidang yang disenanginya, yaitu bidang fotografi. Ia ingin mengejar cita-citanya sebagai wild life photographer. Sejak awal ia memang tidak ingin menjadi engineer. Pilihan untuk menjadi engineer itu adalah karena keinginan ayahnya yang bergitu keras. Fenomena serupa (lagi-lagi) ternyata juga terjadi di India di mana diceritakan dalam film itu bahwa pada umumnya sebuah keluarga akan mendorong anak lak-ilakinya agar menjadi engineer sedangkan untuk anak perempuan akan didorong untuk menjadi dokter. Dua profesi tersebut sepertinya dianggap sebagai profesi yang bergengsi di kalangan orang tua di India. Kalau di Jawa mungkin mirip dengan orang tua yang kebanyakan mengharapkan anaknya menjadi PNS kali ya…

Nah, intinya, pesan yang ingin disampaikan dalam film itu adalah “ikuti kata hati kita, lakukan apa yang benar-benar kita sukai, kejar impian itu sampai dapat, jangan paksakan kita mengerjakan sesuatu yang bukan passion kita”.

3 Idiots: Raju, Rancho, Farhan

3 Idiots: Raju, Rancho, Farhan

Ada sebuah jargon menarik yang terus didengun-dengungkan sepanjang film itu, yaitu kata-kata “aal izz well” yang sebenarnya merupakan kalimat bahasa inggris “all is well” (semua baik-baik saja). Maksudnya adalah kita jangan pernah sampai takut menghadapi hidup. Ketakutan-ketakutan tidak beralasan yang ada pada diri kita harus dihilangkan karena hal tersebut akan menjadi gembok diri kita untuk berkembang. Jika kita mengalami kesulitan, yakinlah bahwa pasti akan selalu ada jalan keluar untuk itu. Ada teman-teman di sekeliling kita yang akan siap membantu kita.

Hmm… sebenarnya masih ada banyak inspirasi lain yang bisa diambil dari film ini. Banyak kalimat-kalimat bagus yang dapat kita renungkan. Secara garis besar, film ini memang menawarkan sesuatu yang sungguh berbeda dari film yang ada sekarang. Aku sendiri dibuat penasaran terus sepanjang film itu. Sepanjang film, aku selalu menebak-nebak di manakah Rancho sekarang, seperti apakah dia sekarang, dsb. Benar-benar unpredictable. Film ini juga mampu memainkan emosi penontonnya. Ada kalanya kita terhibur dengan ulah-ulah kocak tokoh-tokohnya, ada juga adegan yang dapat membuat kita terharu melihat begitu kuatnya persahabatan yang mereka jalin. Mereka tidak segan-segan untuk memberikan pengorbanan secara total demi menolong sahabatnya. Banyak nilai-nilai kemanusiaan yang dicontohkan oleh tokoh-tokoh utamanya.Adegan yang cukup menegangkan adalah kejadian di mana anak dari rektornya yang dibenci oleh mahasiswa-mahasiswanya akan melahirkan, sementara cuaca sedang buruk sehingga tidak ada ambulans yang bisa memberikan pertolongan. Akhirnya, dengan modal nekad juga, mahasiswa-mahasiswa itu membantu persalinan dengan alat seadanya, salah satunya yaitu dengan vacuum cleaner untuk “menyedot” bayinya.

Oiya, lagu-lagu yang diputar di film ini bagus-bagus kok. Enak didengar, lebih modern, dan liriknya benar-benar inspiratif. Namun, di balik serunya film itu, ada beberapa hal yang dilakukan oleh tokoh utamanya yang tidak pantas ditiru oleh kita, seperti mabuk-mabukan, (maaf) mengencingi rumah rektornya, ciuman dengan wanita yang belum halal bagi dirinya, dsb. Tetapi, overall, film ini memang recommended-lah.

Rancho lulus dengan predikat yang terbaik

Rancho lulus dengan predikat sebagai yang terbaik

Di Balik Cerita My Name Is Khan

Baru saja kemarin malam aku dan beberapa kawan di KOKESMA menonton film My Name is Khan di salah satu sinema di Kota Bandung ini. Cukup telat sih karena sudah sebulan yang lalu film ini dirilis. Aku cukup tertarik untuk menontonnya karena mendengar dari beberapa teman tentang ide cerita dari film ini yang mencoba mengangkat fenomena islamofobia di Amerika Serikat pasca serangan 9/11. Film Bollywood yang hak distribusinya dibeli oleh FOX STAR ini memang berbeda dengan film-film Bollywood seperti kebanyakan yang banyak menyelipkan musik-musik dan tarian India.

My Name is Khan menceritakan tentang perjalanan hidup seorang muslim India bernama Rizvan Khan, yang diperankan oleh Shahruk Khan. Dalam film ini Rizvan Khan diceritakan sebagai seorang yang memiliki kelainan mental “Aspergus Syndrome”. Meskipun demikian, dia adalah seorang yang sangat cerdas dan memiliki jiwa kemanusiaan yang sangat tinggi. Saat dewasa, pasca meninggalnya ibunya,  ia memutuskan untuk menyusul adiknya, Zakir, yang lebih dahulu menetap di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat ia menikahi seorang wanita janda beranak satu bernama Mandira. Pernikahan tersebut sempat ditentang adiknya karena tidak setuju Rizvan menikahi wanita yang berbeda agama dengan dirinya (Mandira seorang Hindu).

Rizvan dan istrinya menjalani kehidupan dengan penuh bahagia dan mereka berdua memiliki usaha produk kosmetik sendiri yang berjalan sukses. namun semuanya berubah sejak kejadian 9/11. Suatu ketika istrinya mengalami depresi berat akibat terbunuhnya anak mereka yang bernama Sameer Khan dalam sebuah insiden yang dilatarbelakangi kebencian teman-temannya karena Sameer adalah anak seorang muslim. Kematian itu sangat menyakitkan dan tidak bisa diterima oleh Mandira. Mandira mempersalahkan keputusannya menikah dengan seorang muslim sehingga menyebabkan terbunuhnya satu-satunya anak mereka. Mandira pun dalam keadaan emosi yang luar biasa meluapkan amarahnya kepada Rizvan dan meminta suaminya itu memberitahukan kepada seluruh rakyat Amerika dan juga presiden AS bahwa Rizvan Khan adalah seorang muslim dan ia bukan teroris.  Ia tidak diperbolehkan kembali ke istrinya sebelum misinya terpenuhi.

Perjalanan panjang ditempuh Rizvan untuk menunaikan misinya yaitu menyampaikan pesan “My Name is Khan, and I’m not a Terrorist” kepada presiden AS. Berbulan-bulan dan berbagai upaya dilakukan demi misi tersebut. Segala rintangan ia hadapi dengan tenang dan kepolosannya. Hingga akhirnya ia berhasil menemui presiden amerika dan menyampaikan pesannya.

My Name is Khan menyuguhkan nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan yang dicitrakan pada sesosok pria yang tidak normal secara mental. Namun di tengah keterbatasan tersebut justru Rizvan-lah yang mampu mengetuk pintu hati jutaan rakyat Amerika tentang bagaimana agama itu mengajarkan keindahan. Agama tidak pernah mengajarkan kebencian, dendam, dan pembunuhan atas nama jihad.

Namun, di balik cerita film tersebut ada beberapa bagian di dalamnya yang menggelitikku. Pertama, pesan dari ibu Rizvan Khan kepada dirinya sewaktu masih kecil saat terjadi konflik Islam dan Hindu di India. Dalam dialognya, ibu Rizvan berkata bahwa “Semua manusia itu sama, yang ada hanyalah manusia yang baik dan manusia yang tidak baik”. Aku menangkap ada ide pluralisme yang ingin disampaikan di sana yaitu bahwa semua agama adalah sama. Memang secara general, semua agama di dunia pasti mengajarkan kebaikan di dalamnya. Namun, di dalam QS. Ali Imran ayat 19 sudah dijelaskan bahwasannya agama yang diridloi di sisi Allah SWT hanyalah Islam. Jika memang meyakini Islam sebagai Ad-Diin, sudah seharusnya konsep bahwa tidak ada perbedaan Islam dengan agama yang lainnya itu ditolak.

Bagian lainnya adalah ketika Rizvan bersikeras menikahi Mandira, yang seorang Hindu, padahal sudah diingatkan oleh Zakir, adiknya, bahwasannya haram menikahi wanita yang berbeda keyakinan. Namun, Rizvan memiliki keyakinan bahwa tidak ada yang membedakan antara Islam dan Hindu, yang ada hanyalah manusia yang baik dan manusia yang buruk. Sehingga ia tetap menikahi Mandira. Shahrukh Khan sendiri dalam kehidupan aslinya juga memiliki istri yang berbeda keyakinan dengan dirinya. Di dalam Al-Quran dinyatakan bahwa seorang muslim haruslah menikahi seorang muslim juga atau menikahi seorang ahli kitab. Ahli kitab adalah orang yang menjadikan kitabnya untuk memahami ayat-ayat Allah.

Masih ada lagi. Yaitu saat Rizvan ikut melakukan doa dan bernyanyi bersama di dalam gereja saat ia berada di Wilhelmina, Georgia. Fenomena yang kutangkap seolah ingin menjelaskan bagaimana sebuah nilai kemanusiaan itu bisa melebihi batas-batas pemisah antar agama. Untuk masalah akidah, Islam secara jelas dan tegas menyatakan bahwa untukku agamaku dan untukmu agamamu (QS. Al-Kafiruun). Toleransi adalah menghormati masing-masing pemeluk agama untuk beribadah sesuai agamanya. Mengikuti acara berdoa bersama dengan pemeluk agama lain bukanlah bentuk toleransi yang dibenarkan itu.

Film ini memang mendapatkan antusiasme yang sangat tinggi dari masyarakat. Film ini turut membantu memulihkan citra bahwa Islam bukan agama terorisme seperti anggapan yang terbentuk pada masyarakat barat secara umum. Film ini juga diharapkan mampu mengurangi perlakuan rasisme yang diterima masyarkat muslim di  negara barat.

Secara keseluruhan film ini memang cukup bagus ditonton karena banyak pelajaran yang bisa diambil. Namun, di balik itu semua, juga harus dilihat seluruh substansi yang dikandung film “My Name Is Khan” ini dan secara bijak memfilter pesan-pesan yang disampaikan dalam film ini. Jangan sampai diri ini tertanam pesan yang salah tentang Islam karena terbuai dengan jalan cerita dan akting tokoh-tokohnya. Tanpa bermaksud menggurui, tulisan ini hanya pendapat pribadiku saja yang mencoba melihat film ini dari sudut pandang lain.

Wisma UNISBA Ciburial

Masih berkaitan dengan tulisanku sebelumnya, kali ini aku mau berbagi gambaran mengenai Wisma UNISBA Ciburial ini. Diklatsar KOKESMA di wisma tersebut memang baru pertama kali. Sebelumnya kami sering mengadakan diklatsar tersebut di daerah Lembang.

Jarak wisma UNISBA ini kalau dari daerah Simpang Dago sebenarnya tidaklah jauh. Kalau naik motor, mungkin sekitar 15-20 menit sampailah. Bisa juga naik angkot Ciburial-Ciroyom ke daerah tersebut, tapi setelah sampai Ciburial harus melanjutkan dengan jalan kaki tetapi jaraknya tidak jauh. Angkot tersebut juga melewati daerah Simpang Dago.

Menurutku wisma UNISBA ini memang cocok buat mengadakan kegiatan-kegiatan sejenis diklat gitu karena lingkungan dan fasilitasnya sangat mendukung. Pertama, lokasinya berada di kawasan pegunungan. Suasananya yang dingin dan jauh dari keramaian membuat peserta diklat dapat mengikuti acara dengan fokus dan rileks. Kedua, fasilitas di sana yang cukup lengkap. Ada masjid yang cukup megah, ada ruang makan terpusat yang luas, ada asrama untuk penginapan, ada aula untuk rapat/seminar, dan ada lapangan yang cukup luas juga. Jadi, dijamin acara yang kita susun akan bisa lebih bervariasi. Yang uniknya lagi, di sana juga dipasang tali merentang dari pohon di dekat masjid ke salah satu bangunan di wisma tersebut yang posisinya lebih tinggi, yang kabarnya dapat digunakan untuk flying fox juga. Tapi, waktu kami berada di sana saat diklatsar kemarin tidak tampak perangkat untuk flying fox tersebut selain cuma tali dan tempat pendaratannya.

Ruang Makan

Ruang Makan

Masjid Wisma Unisba

Masjid Wisma Unisba

Tempat Flying Fox

Tempat Flying Fox

Banyak kegiatan diklat-diklat seperti itu yang diadakan oleh organisasi mahasiswa seperti Kabinet KM ITB yang mengadakan Diklat Aktivis Terpusat dan diklat yang diadakan Keluarga Mahasiswa Islam (GAMAIS) ITB. Keduanya juga mengadakan di wisma UNISBA tersebut. Nah, ITB apakah punya tempat seperti itu ya? 😀

Belajar Bahasa Asing Menggunakan Rosetta Stone

Sudah sebulan yang lalu aku mengunduh software Rosetta Stone 3.3.5 dari salah satu FTP di kampus. Namun, baru liburan kali ini aku berkesempatan untuk mrncobanya. Rosetta Stone merupakan sebuah software untuk belajar bahasa di dunia. Banyak sekali bahasa di dunia yang tersedia di Rosetta Stone untuk dipelajari. Mulai dari bahasa Inggris, Jerman, Perancis, Rusia, Korea, Jepang, Mandarin, Arab, bahkan bahasa Ibrani pun ada.  Metode pembelajaran yang digunakan pun sangat lengkap. Mulai dari latihan mendengarkan, menulis, membaca, berbicara, kosa kata, dsb. Fitur yang paling menarik tentu saja adalah speech recognition-nya. Dengan fitur itu kita bisa melatih lidah kita untuk mengucapkan kata dengan benar sesuai dengan pronunciation seharusnya. Kita juga bisa melihat bentuk gelombang suara dari kata yang kita ucapkan dan membandingkannya dengan gelombang suara dari contoh yang benar.

Melihat gelombang suara kita

Dibutuhkan ruang kosong yang cukup besar di harddisk kita jika ingin menginstalasi software Rosetta Stone ini. Sebenarnya software Rosetta Stone ini ukurannya tidak besar, hanya sekitar 138 MB saja. Tetapi itu belum termasuk instalasi latihan bahasa-bahasa. Satu paket latihan bahasa biasanya berukuran sekitar 1 GB yang terdiri atas 3 level belajar. Tetapi yang jelas, software ini top recommended-lah buat yang mau belajar bahasa asing. Alangkah bagusnya jika kita juga melengkapi dengan buku pendukung agar belajar semakin mudah karena latihan bahasa di sini memang bisa dikatakan tidak diajarkan konsep mengenai bahasa itu sendiri, seperti grammar, dsb.

Latihan bahasa Jerman