Selain mengunjungi objek-objek wisata, saya juga tidak melewatkan kesempatan berkunjung ke Bandar Seri Begawan ini dengan mencoba menikmati kuliner setempat. Selama 2 hari di Bandar Seri Begawan itu saya 4 kali makan di beberapa tempat di sana.
baca juga: 2D1N di Bandar Seri Begawan (Bag. 2): Tourist Attraction
Pada tulisan ini saya ingin berbagi cerita mengenai ke-4 tempat makan saya tersebut. Dua di antaranya yang saya sebutkan pertama merupakan kuliner lokal khas Brunei. Sementara dua sisanya adalah restoran “asing”.
1. Nasi Katok Seri Mama
Kata orang tidak lengkap jika pergi ke Brunei Darussalam jika belum mencoba Nasi Katok. Nasi Katok merupakan makanan khas Brunei Darussalam yang sangat populer.
Menunya sangat sederhana, yakni berupa nasi lemak, sepotong ayam goreng, dan sambal. Harganya flat di mana-mana. Hanya 1 dolar Brunei (~Rp9.500) saja. Untuk ukuran Brunei, harga tersebut tentu saja tergolong murah.
“Katok” di sini jangan diartikan dalam bahasa Jawa lho ya. Maknanya bisa saru nanti, hahaha. “Katok” di sini maknanya adalah “ketuk” dalam bahasa Indonesia.
Dari yang saya baca di internet ada beberapa versi mengenai asal mula bagaimana dinamakan “katok” itu. Tapi kurang lebih intinya sama.
Sejarahnya dahulu makanan ini dijual secara rumahan. Warga yang ingin membeli nasi ini harus mendatangi rumah sang penjual dengan cara mengetuk-ngetuk (katok) pintu terlebih dahulu. Karena itulah dinamakan Nasi Katok.
Seiring berjalannya waktu, Nasi Katok sudah tidak lagi dijual secara rumahan. Makanan tersebut pun semakin populer di kalangan masyarakat Brunei.
Banyak rumah makan yang menjual Nasi Katok ini. Dari hasil browsing, saya menemukan bahwa Nasi Katok Seri Mama adalah yang paling banyak direkomendasikan. Saya pun mengikuti rekomendasi tersebut.

Restoran Seri Mama
Ada beberapa cabang Nasi Katok Seri Mama di Bandar Seri Begawan ini. Kebetulan sekali lokasi salah satu cabangnya terletak sangat dekat dengan Terminal Bus Bandar Seri Begawan di Jalan Cator. Karena itu, begitu turun dari bus usai perjalanan dari bandara, saya langsung pergi ke sana.
Ketika itu waktu masih menunjukkan pukul 10 pagi. Tidak banyak orang yang mengantri untuk membeli. Namun jangan salah, menurut kabar yang saya dengar, restoran ini katanya selalu panjang antriannya ketika jam makan siang. Banyak warga dan pegawai kantor di sekitar yang membeli makan siang di sini.
Sayangnya saat saya datang ke sana, ternyata sambalnya belum siap. Kata penjualnya sekitar jam 11-an mungkin baru siap. Apa boleh buat. Karena sudah lapar banget saya ketika itu, ya saya langsung beli saja.
Sistem penjualan di sini adalah cuma melayani pemesanan takeaway alias bungkusan. Restoran Seri Mama tidak melayani makan di tempat. Tapi ketika itu saya melihat di bagian samping restoran sedang dilakukan pengerjaan. Dugaan saya sepertinya kelak mereka akan menyediakan makan di tempat untuk pembeli juga.

Nasi Katok Seri Mama
Bagaimana rasanya?
Saya cukup menikmati Nasi Katok ini. Rasanya cocok di lidah saya. Tapi yang saya kurang suka, ayam gorengnya cukup berminyak. Secara komposisi sebenarnya sangat sederhana. Nasi dengan kuah mentega plus lauk ayam goreng tepung. Porsinya pun cukup kecil.
Tapi cita rasanya cukup unik. Belum pernah saya rasakan sebelumnya. Mungkin dari bumbu menteganya sih. Bumbu mentega itu juga terasa pada ayam goreng tepungnya.
Sayang saya tidak sempat mencoba sambal pasangan Nasi Katok ini. Dengar-dengar sih sambalnya yang paling digemari dari Nasi Katok ini.
2. Soto Pabo
Sebagai penggemar kuliner soto, saya cukup dibuat penasaran ketika mendengar ada yang namanya Soto Brunei. Saya mencoba browsing di internet rekomendasi kuliner soto di Brunei ini. Di situlah saya menemukan Soto Pabo. Katanya, ini restoran yang lagi ngehits di Brunei.
Namun saya tidak tahu apakah Soto Pabo ini merepresentasikan cita rasa soto khas Brunei. Sebab Soto Pabo ini masih relatif baru berdirinya. Tepatnya dibuka pada akhir tahun 2015 yang lalu. Hebat juga ya Soto Pabo bisa langsung populer di seantero masyarakat Brunei dalam durasi yang relatif singkat itu.
Kepopuleran Soto Pabo saya buktikan langsung saat saya ke sana. Pengunjungnya ramaaaiiii sekali. Mungkin dapat dimaklumi karena ketika itu tengah jam makan siang. Namun mereka datang silih berganti seolah pengunjungnya tidak habis-habis.
Kebanyakan yang datang adalah para pekerja kantoran yang datang makan siang bersama koleganya. Terlihat dari pakaian kemeja dan celana formal yang mereka kenakan. Tapi tidak sedikit juga yang datang bersama keluarganya.

Pengunjung Soto Pabo
Nama “Pabo” sendiri setelah saya telusuri di internet, ternyata berasal dari inisial nama pemiliknya, yakni Pengiran Hj Abu Bakar Pengiran Hj Othman. Restoran ini 100% pegawainya adalah orang Brunei semua. Komitmen pemiliknya memang begitu, beliau ingin membuka lapangan pekerjaan untuk warga setempat.
Faktor yang membuat Soto Pabo bisa cepat populer seperti ini menurut hemat saya salah satunya karena lokasinya yang menawarkan view yang tidak biasa dan tentunya juga cantik. Yakni, dengan bertempat di sebuah rumah panggung di atas Sungai Brunei dan Kampong Ayer sebagai latar belakang. Ada sensasi tersendiri makan dengan view seperti itu. Sesuatu yang jarang ditemukan di tempat lain.

Restoran Soto Pabo
Bagaimana menunya?
Saat melihat daftar menu yang disediakan, saya agak kaget ternyata menu soto di sana disajikan bersama mie, bukannya nasi. Kalau di Indonesia, yang saya tahu, daerah yang memadukan soto dengan mie itu adalah Soto Mie Bogor.
Saya memesan menu soto daging+berubut (BND 3,5) dengan mie putih (bihun). Selain mie putih ada juga pilihan mie kuning.
Sayangnya beberapa saat kemudian saya dikabari oleh mbak-mbak pelayannya ketika itu berubutnya habis. Wah, laris juga berubutnya. Tinggal soto daging saja (BND 2,5).
Untuk minumannya saya memesan pen-apple-pen, eh pineapple alias jus nanas. Sebenarnya bukan jus nanas murni juga. Ada namanya sendiri yang lebih keren, tapi saya lupa haha. Yang jelas rasanya enak. Harganya BND 1,5.

Jus nanas
Bagaimana rasa sotonya?
Menurut saya rasa sotonya enak. Indikasinya adalah saya makan dengan lahap :D. Alhamdulillah.
Tapi bicara bumbu, bagi saya Soto Bumbu seperti terasa agak tawar di lidah saya. Jika dibandingkan dengan Soto Madura, Surabaya, Lamongan, Kudus, Semarang (semuanya aja disebutin 😅), bumbunya kurang kaya.
Saya sendiri prefer makan soto pakai nasi sebenarnya. Karena itu, saat makan Soto Pabo ini, rasanya kok ada yang kurang ya waktu dikunyah di dalam mulut. Hahaha. Porsi mienya juga agak sedikit sih menurut saya. Tapi overall, masih recommended kok. Patut dicoba.

Soto Daging + mie putih
Bagaimana cara pergi ke Soto Pabo?
Dari Terminal Bus Bandar Seri Begawan kita bisa naik bas awam no. 39 (tarif BND 1). Lokasi Soto Pabo ini ada di Kota Batu. Kalau datang dari arah Pusat Bandar, Restoran Soto Pabo ini berada di sisi kanan jalan raya.
Tidak persis di tepi jalan raya lokasi Soto Pabo ini. Dari jalan raya kita harus masuk dulu ke dalam sebuah gang kira-kira sekitar 20 meter baru akan menemukan Soto Pabo. Di mulut gang ada petunjuk berupa sebuah baliho besar yang menandakan lokasi Soto Pabo.
Selain dengan bas awam, kita bisa juga menggunakan jasa perahu. Bisa naik dari mana saja. Yang paling gampang adalah dari waterfront seberang Kompleks Yayasan Sultan Haji Hassanal Bolkiah (YSHHB) karena di sana banyak tukang perahu yang mangkal.
Bilang saja mau ke Soto Pabo. Insya Allah mereka sudah paham. Tukang perahu yang saya sewa untuk ke Kampong Ayer juga tahu kok Soto Pabo itu di mana ketika saya tanya.
Nah, kalau soal tarif, saya kurang tahu. Harusnya BND 1 per orang. Tapi kalau cuma sendirian apakah akan dapat segitu juga, saya kurang tahu. Sebab saya sendiri ke Soto Pabo ini dengan berjalan kaki, hehehe.
Menurut saya jarak dari Pusat Bandar ke Kota Batu ini masih walkable kok. Sekitar 2,5-3 km. Tapi tergantung dari sisi mananya Pusat Bandar juga sih, hahaha.
Enak kok jalan kaki di Bandar Seri Begawan. Trotoarnya sangat terawat. Seingat saya, selama berjalan kaki di trotoar Bandar Seri Begawan ini saya tidak pernah menemui paving trotoar yang pecah dan berlubang seperti yang sering kita temui di Indonesia.
Saya berjalan kaki dari Jubilee Hotel, tempat saya menginap, menuju Kota Batu melalui rute Jln. Kampong Kianggeh-Jln. Residency-Jln. Sultan Bolkiah. Menurut Google Maps, jarak yang terbentang pada rute tersebut adalah sekitar 3,1 km.

Jalan turun adalah ke arah Jubilee Hotel. Jalan naik adalah ke arah pertigaan Jln. Kampong Kianggeh-Jln. Subok.
Namun, dari 3,1 km itu kira-kira ada sekitar 600-800 meter jalan yang tidak bertrotoar. Saya pun terpaksa berjalan melipir-melipir di tepi jalan raya. Jarak 600-800 meter itu perkiraan berdasarkan perasaan saya saja ya. Jadi patut dipertanyakan keakuratannya. Hahaha.
Kalau dipikir-pikir agak serem juga sih jalan melipir di tepi jalan raya begitu. Laiknya jalan “antar kota”, kendaraan yang melintasi jalan tersebut umumnya melaju dengan kecepatan tinggi. Trotoar yang “hilang” itu tepatnya ada di bilangan Jln. Residency.
3. Afmal Sdn. Bhd.
Usai jalan kaki pagi keliling Pusat Bandar, perut saya tiba-tiba terasa keroncongan. Rasanya kayak sudah tidak sanggup jalan kaki jauh lagi. Ketika itu saya berada di sekitaran area Terminal Bus Bandar Seri Begawan. Saya pun mencari tempat makan di sekitar situ.
Saya teringat ketika naik bus dari bandara, beberapa meter sebelum bus masuk terminal, bus seperti melewati rumah makan yang menunya sangat familiar bagi saya. Ayam penyet, rawon, soto, bakso, dan lain sebagainya. Tanpa diragukan lagi ini restoran Indonesia. 😄
Akhirnya saya pergi menuju rumah makan tersebut. Lokasinya sangat mudah ditemukan. Persis sebelum pintu masuk kedatangan bus ke dalam terminal.
Saya memesan soto ke mbak-mbaknya. Saat memesan, saya berusaha menyembunyikan logat Indonesia dan berusaha pakai logat melayu. Biasanya saya suka mengetes apakah mereka bisa mengenali logat saya. Mbaknya menjawab dengan logat Jawanya, “Wah mas, sotonya nggak ada e.”
Hahaha… masih gagal saja saya mencoba logat melayu ya. 😂
“Kalo ayam penyete ono mbak?” tanya saya. Dan pagi itu saya pun menikmati menu ayam penyet dan es teh manis. Total harganya BND 4,5.

Menu Afmal Sdn. Bhd.
Soal rasa, nggak usah ditanyalah ya. Sama saja kok kayak di Indonesia. Ayam penyetnya sendiri sebenarnya cuma ayam goreng pakai lalapan plus sambal terpisah. Bukan ayam yang dipenyet di cobek terus disambali begitu. Nggak masalah sih, alhamdulillah yang penting bikin kenyang, hehehe.
Saya sempat mengobrol dengan mbak kasirnya. Saya bertanya mengenai restoran ini. Rumah makan Afmal ini ternyata memang dimiliki dan dikelola oleh orang Indonesia. Beliau berasal dari Magelang. Semua pegawai yang bekerja di sana pun semuanya juga berasal dari Magelang. Semuanya tetangga satu kampung juga di Magelang itu. Jadi satu kampung itu kebanyakan memang bekerja di Brunei ini. Hebat ya.
Gimana, ingin buka usaha di Brunei juga?
4. Jollibee
Sama seperti alasan di nomor 3, saya memilih Jollibee ini karena lokasinya dekat di Pusat Bandar. Ketika itu usai sholat Maghrib di Masjid Sultan Omar Ali Saefuddin, saya benar-benar merasa lapar. Mungkin karena kebanyakan jalan kaki juga. Lokasi Jollibee ini terlihat jelas saat kita akan menyeberang jalan dari Masjid Sultan Omar menuju Kompleks Yayasan Sultan Haji Hassanal Bolkiah (YSHHB).

Jollibee di Kompleks YSHHB
Suasananya sangat ramai malam itu. Banyak pengunjung yang datang makan malam di Jollibee. Umumnya mereka datang bersama keluarga bapak, ibu, dan anak. Tapi banyak juga geng anak-anak muda yang datang bersama teman-temannya ke sana.
Saya datang ke Jollibee juga setelah membaca review di internet. Katanya Jollibee ini enak rasa ayamnya. Bahkan ada yang bilang lebih enak daripada KFC atau McD. Eh, sebut merek gpp ya? Hahaha. Saya pun penasaran untuk mencobanya.
Karena saya sudah lapar banget, saya cari menu yang ada nasinya. Ayamnya ingin yang besar juga. Dan kalau bisa yang pedas. Makanya saya memesan menu paket Spicy Chickenjoy. Ayamnya malah ada 2 di menu ini. Untuk minumannya saya memilih Frestea. Itu semua sudah satu paket sih. Harganya kalau tidak salah BND 6,5.

Jollibee Spicy Chicken
Saking laparnya saya sampai lupa ritual ambil foto sebelum makan. Wkwkwk. Habis sampai di meja, cuci tangan, terus langsung makan. Jadi maaf ya foto di atas pakai dari websitenya Jollibee. Tapi menu yang saya makan memang persis kok sama seperti foto di atas. Termasuk ada benderanya juga di ayamnya. 😄
Jollibee ini punya saus sendiri. Seperti yang terlihat di poster di atas, warna sausnya cokelat. Menurut saya, rasanya mirip saus yang biasanya disiram ke spaghetti itu lho. Eh, atau memang saus spaghetti ya? Soalnya di Jollibee ini memang ada menu spaghetti. Tapi surprisingly rasanya klop banget dimakan bersama dengan ayam gorengnya yang masih hangat. Sedaplah pokoknya.
Seperti restoran fast food ayam goreng lainnya di Indonesa, di Jollibee ini juga disediakan saus sambal dan tomat yang bisa diambil sendiri. Saya sempat mencoba saus sambal tomatnya. Tapi rasa ayam gorengnya masih tetap enakan dimakan pakai saus spaghetti itu menurut saya.
Ayam gorengnya sendiri rasanya juga enak dimakan tanpa saus. Rasanya berbeda dengan ayam goreng fast food lainnya. Punya citra rasa tersendiri juga. Recommended lah untuk mereka yang ingin mencoba fast food yang berbeda. Tapi jangan sering-sering yak. Hahaha.