Kritik

Menerima kritik itu memang selalu berat. Tidak pernah menyenangkan. Apalagi jika kritik itu datangnya tiba-tiba, bukan karena diminta. Jikalau diri sendiri yang meminta, secara mental diri ini mungkin sudah siap menerimanya.

Secara alamiah, emosi manusia akan cenderung meninggi ketika zona nyamannya diusik. Jiwa independen manusia akan berontak. Kritikan yang datang dapat diartikan sebagai usaha untuk mengatur dirinya.

Secara naluri, manusia akan bersikap defensif membantah setiap kritikan. Jika ada dua belah pihak saling mengkritik, debat kusir pun tak terelakkan.

Tak perlulah menjaga gengsi. Mari berlapang dada dalam menerima kritik. Menerima kritik tak berarti menurunkan wibawa. Mari mencoba menerima kritik dengan tetap tersenyum. Bukankah senyuman adalah sedekah?

Dari Abu Dzar ra, Rasulullah SAW bersabda, “Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu.” (HR. Tirmidzi)

Yang namanya kritik selalu terasa pahit. Panas di telinga. Menohok di hati. Di situlah reaksi menjadi kunci.

Sometimes people really need a slap in the face. Kritik jika disikapi dengan benar dapat menjadi katalis bagi diri ini untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik.

Manusia berbeda dengan keledai. Keledai bisa jatuh di lubang yang sama.

Kritikan ada agar diri ini tak jatuh pada kesalahan yang sama. Tidak mengulang kesalahan yang sama. Karena manusia lebih cerdas daripada keledai, ya jangan sampai jatuh di lubang yang lain juga :D. Jadikan kritikan itu sebagai cambukan atau sebuah pembuktian.

Jangan bersikap anti kritik. Defensif terhadap kritikan. Ataupun dari luar tampak menerima kritik, tapi sesungguhnya kritikan itu hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s