Kamis, 31 Desember 2015
Bus Kramat Djati yang saya tumpangi dari Bandung tiba di Terminal Boyolali tepat ketika waktu menunjukkan pukul 5.30. Di terminal telah menunggu Listi, mbak Meli, mas Teguh, dan mas Jamal. Mereka masing-masing datang dari Jakarta dan Cikampek. Kecuali Listi, yang lain baru saya kenal saat itu.
Selain kami, di terminal juga ada 2 orang pendaki lagi yang juga hendak naik Merbabu. Mereka berdua datang dari Majalengka. Kami semua berencana untuk naik Gunung Merbabu melalui pintu masuk Selo.
Di terminal telah menunggu sebuah minibus jurusan Boyolali-Cepogo-Selo. Bus tersebut belum mau berangkat jika penumpang bus dirasa belum cukup. Total saat itu kami sudah bertujuh. Oleh mas sopirnya sebenarnya sudah ditawari berangkat saat itu juga. Kami meminta masnya untuk menunggu lebih lama lagi karena kami perlu belanja logistik dulu. Tapi oleh masnya kami ditawari untuk belanja di sekitar Pasar Cepogo saja. Kami pun setuju. Jadilah kami berangkat saat itu juga.
Belanja Logistik di Cepogo
Setelah 30 menit perjalanan, bus tiba di Pasar Cepogo. Tak ada penumpang tambahan yang naik sepanjang perjalanan itu. Sepi juga penumpangnya. Pantas kata masnya nggak banyak bus yang menuju Selo ini. Di atas jam 11 siang sudah nggak ada bus yang ke Selo katanya.
Di Cepogo ini terdapat pasar yang sangat luas. Ada pusat sayur-sayurannya pula. Lebih murah daripada beli di Boyolali. Di sekitar pasar terdapat minimarket Indomaret dan Rahma Swalayan.
Di Cepogo kami membeli kebutuhan logistik, terutama untuk perbekalan makanan selama pendakian nanti. Namun di sini kami tidak berhasil mendapatkan gas kaleng. Untungnya di basecamp ada yang menjual gas kaleng.
Setelah kurang lebih 45 menitan kami belanja logistik, kami pun melanjutkan perjalanan lagi ke Selo. Di Cepogo bus kami ketambahan 3 pendaki.
Tiba di Basecamp
Perhentian terakhir bus tujuan Selo sebenarnya ada di Terminal Selo. Namun bus yang kami tumpangi ini menawarkan untuk mengantarkan kami hingga ke basecamp. Tapi ada ongkos tambahan Rp10.000 per orang. Jadi total tiap orang kena ongkos Rp45.000 per orang.
Namun, ternyata kami diturunkan di basecamp FKPA di Desa Selowangan. Basecamp ini ternyata basecamp baru dan belum tercatat secara resmi. Basecamp yang resmi ada di Desa Genting. Jaraknya sebenarnya tidaklah jauh kalau naik kendaraan. Bus kami tidak bisa melalui jalan menuju basecamp Genting karena jalannya tengah dilangsungkan perbaikan.
Di basecamp Selowangan kami istirahat sebentar di salah satu rumah warga yang dijadikan basecamp bagi pendaki. Di dalamnya terdapat ruangan yang sangat luas.
Di basecamp ini benar-benar susah sinyal. Baik Indosat maupun Telkomsel semuanya nihil sinyal. Padahal kami perlu komunikasi dengan 2 orang teman kami, Gin dan Kamal, yang tengah dalam perjalanan dari Solo. Belum lagi komunikasi dengan Basecamp Pak Jupri yang sudah kami kontak sejak jauh-jauh hari untuk mengambil peralatan pendakian yang hendak kami sewa.
Beruntung saya dan Listi dapat meminjam sepeda motor salah seorang warga. Dengan mengendarai sepeda motor kami pergi menuju daerah kecamatan Selo. Di sana sinyal benar-benar penuh dan dapat HSDPA juga. Kami pun bisa mengontak Gin dan Kamal, dan mengabari mereka cara menuju basecamp.
Setelah itu kami pergi ke basecamp Merbabu di Desa Genting. Kami mencari Basecamp Mbah Jupri. Di sana kami bertemu dengan seorang ibu yang ternyata sudah menunggu-nunggu kedatangan kami. Beliau langsung menyiapkan peralatan pendakian yang sudah kami pesan sebelumnya. Beliau juga sudah mencarikan porter untuk kami.
Btw ini baru kali pertama saya naik gunung menggunakan porter. Mahal juga sih sebenarnya menyewa porter di sini. Kenanya Rp350.000. Nggak apa-apalah, sekali-sekali. Kali ini kami memang ingin mencoba lebih menikmati pendakian secara santai.
Pendakian Dimulai
Sekitar jam 12 siang mas Teguh, mbak Meli, dan mas Jamal berangkat mendaki lebih dahulu bersama porter. Sebelumnya, mereka mendaftar terlebih dahulu di basecamp FKPA. Karena basecamp ini belum resmi, tidak ada biaya registrasi yang tertulis. Karena mereka cuma meminta sukarela saja, akhirnya kami kasih Rp5.000 saja per orang.
Saya dan Listi masih menunggu Gin dan Kamal yang belum datang-datang juga dari Boyolali. Menjelang pukul 1 siang akhirnya mereka tiba juga. Kami menunggu mereka bersiap-siap terlebih dahulu.
Setelah semuanya siap, tanpa membuang waktu lagi kami pun berangkat mendaki. Kami menghampiri basecamp FKPA terlebih dahulu untuk mendaftarkan diri.
Dari basecamp Desa Selowangan ini ada 3 pos yang akan kami lewati sepanjang perjalanan. Pada awal-awal pendakian kontur medan berupa jalan beton yang berada di tengah perladangan. Kemiringannya lumayan curam, membuat kami lumayan terengah-engah.
Sesudah melewati ladang-ladang, kami memasuki area hutan cemara dengan padang ilalang di bawahnya. View-nya benar-benar menyegarkan mata. Sayangnya baru sebentar kami menikmati view hutan cemara ini, hujan rintik-rintik mulai turun. Kami beranggapan hujan hanya akan berlangsung sebentar saja. Sebab kata warga sudah 5 hari di desa mereka tak turun hujan.
Ternyata dugaan kami salah. Curah hujan yang turun semakin meninggi. Kami pun segera berhenti sejenak dan memakai jas hujan kami. Untungnya hujan tidak berlangsung lama. Ketika kami tiba di pos 1, hujan sudah mulai reda. Kami semua berhenti untuk mencopot jas hujan.
Dari Pos 1 kami melanjutkan perjalanan kembali. Kami tiba di Pos 2 setelah berjalan selama kurang lebih 2 jam 15 menit sejak dari basecamp. Sejam berjalan dari Pos 2 kami sudah sampai di Pos 3. Untuk sampai di Pos 3, kami harus menanjak sebuah bukit yang memiliki kemiringan yang lumayan terjal dan panjang.
Nge-camp di Pos 3
Adalah suatu ketidakkesengajaan sebenarnya kami memutuskan ngecamp di Pos 3. Setelah melalui tanjakan pertama tadi kami langsung melihat banyak tenda di padang sabana yang sangat luas. Kami pun berpikir bahwa kami sudah sampai di Sabana 1, bukan di Pos 3. Listi juga tampak sudah kelelahan dan menyarankan bikin tenda di sini saja. Kami pun setuju.
Apalagi kami juga sudah berhasil menyusul mbak Meli, mas Teguh, dan mas Jamal di sini. Mereka bahkan sudah mulai mendirikan tenda masing-masing. Kami pun makin mantap untuk ikut mendirikan tenda di sini.
Nah, ketika saya dan Gin mencoba main ke tanjakan bukit berikutnya which is ternyata Sabana 1, kami baru menyadari kami mendirikan tenda di Pos 3. Ya sudahlah, tidak mengapa. Toh view dari Pos 3 ini lebih lega. Dari Pos 3 kita bisa melihat pemandangan Gunung Merapi di selatan, pemandangan Boyolali dan Solo di timur, dan pemandangan Magelang di barat secara jelas. Di Pos 3 ini selain sabana juga di sebelah selatan terdapat padang edelweiss yang sangat luas.
Ada kejadian lucu saat kami tiba di Pos 3 ini. Ketika mbak Mel, mas Teguh, dan mas Jamal mendirikan tenda, kami masih harus mencari porter yang jalan lebih dulu di depan agar kembali ke Pos 3. Kata mereka yang memang sempat jalan bareng dengan pak porter, pak porter tadi terlihat sudah berjalan menaiki bukit yang ada di hadapan (Sabana 1).
Jadilah saya dan Gin menjadi sukarelawan yang mencoba menyusul pak porter. Di Sabana 1 kami tidak menemukan beliau. Kami naik terus sampai ke Sabana 2. Sampai di sana kami pun masih tidak menemukan beliau. Kami pun dengan penuh optimistis berkesimpulan ah beliau pasti sudah menemukan kawan-kawan kami di Pos 3.
Saat tiba di Sabana 2 ini saya dan Gin jadi bersyukur kami memilih ngecamp di Pos 3. View bukit teletubbies di Sabana 2 ini memang cantik. Tapi untuk sampai ke sana kita harus melewati 2 tanjakan yang lumayan terjal yang tentu saja bakal melelahkan, apalagi sambil membawa keril yang berat.
Di Sabana 2 kami melihat pemandangan sunset yang sangat cantik dengan latar belakang Gunung Merapi. Bahkan sempat ada pelangi juga saat itu di sebelah timur. Sayang kamera saya tak cukup baik untuk menangkap pemandangan tersebut. Saat maghrib tiba, saya dan Gin turun kembali ke tenda kami di Pos 3.
Kami sampai di tenda pukul 8 malam. Lama juga ya. Sekitar 1,5 jam kami turun. Medan turunan yang curam dan tanpa perbekalan senter membuat kami sangat berhati-hati saat menuruni bukit.
Sesampainya di Pos 3, dugaan saya dan Gin ternyata benar. Pak porter sudah ditemukan dan tenda pun sudah didirikan. Lucunya, sejak awal sebenarnya pak porter kami ini tidak ke mana-mana. Beliau duduk-duduk saja di salah satu sudut Pos 3 ini. Teman kami berusaha memanggil-manggil kami ketika kami tengah mendaki bukit menuju Sabana 1 tapi tentu saja tidak terdengar oleh kami. Hahaha. Ya sudahlah.
Kami tidak terlalu kecewa karena setibanya di tenda, teman-teman ternyata sudah selesai menanak nasi dan sedang menggoreng lauk pauk buat makan malam kami. Ayam goreng, tempe, tahu… oh enaknya, haha.
Oh ya sebelum kelupaan, karena di Merbabu ini tidak ada sumber air, tiap orang dari kami rata-rata membawa 2-3 botol air mineral 1,5L untuk persediaan. Air mineral itu selain untuk kebutuhan air minum, juga tentu saja kami pakai untuk kebutuhan memasak dan mencuci peralatan masak dan makan yang kotor. Usai makan malam kami semua langsung beres-beres dan tidur di dalam tenda. (bersambung)
Hai, terima kasih postingnya. untuk porter apa hanya ada di pos mbah jupri atau bisa yang lain? sebaiknya buat janji dulu atau on the spot aja ya?
LikeLike
Ada di tempat yg lain juga. Sebaiknya buat janji dulu karena belum tentu ada porter yg available saat hari H.
LikeLike