Category Archives: Events

Lomba Masak Antar Himpunan

Pada hari Jumat tanggal 1 Oktober 2010 (011010, weww… tanggal biner nih…) yang lalu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Radio 8EH ITB mengadakan lomba masak antar himpunan jurusan di kampus. Yang bikin acara ini menjadi lebih menarik karena di tengah rangkaian acara ada demo masak chef (lebih tepatnya artis mungkin :p) Farah Quinn di lapangan Campus Center ITB.

Kebetulan pada jam tersebut aku ada janji bertemu dengan dosen pembimbing TA jadi tidak bisa melihat acara tersebut. Tapi aku masih sempat melihat lomba masak berlangsung dan mengikuti menit-menit terakhir sebelum waktu yang disediakan untuk lomba masak kloter 1 habis. Tampak teman-teman perwakilan himpunanku, HMIF, sedang mempercantik hidangan mereka.

 

Teman-teman perwakilan HMIF di lomba masak

Teman-teman perwakilan HMIF di lomba masak

 

Di saat waktu semakin mendekati batas yang telah ditentukan ternyata tampak masih ada himpunan lain yang masih memasak, menggoreng sesuatu.

 

Stand masak himpunan lain

Stand masak himpunan lain

 

Akhirnya waktu yang telah dialokasikan telah habis. Seluruh peserta lomba masak harus menghentikan aktivitasnya. Sementara itu, tampak hidangan masakan HMIF sudah siap.

 

Hidangan dari HMIF

Hidangan dari HMIF

 

Setelah lomba masak berakhir, sebagian besar mahasiswa laki-laki yang beragama Islam langsung beranjak ke masjid Salman ITB untuk segera melaksanakan ibadah Sholat Jumat. Tak disangka, tiba-tiba dari seberang jalan terdapat kerumunan orang-orang beriringan menuju stand lomba masak. Ternyata ada Farah Quinn bersama panitia akan melakukan penilaian langsung terhadap masakan-masakan yang telah dihidangkan peserta lomba.

 

Iringan Panitia dan Farah Quinn

Iringan Panitia dan Farah Quinn

 

Oiya, di akhir acara diumumkan para pemenang lomba masak antar himpunan ini. Ternyata HMIF mendapatkan gelar juara I. Wah, selamat ya teman-teman para chef HMIF!!

Ikutan Reuni Akbar MTsN Malang I

### Tentang Perjalanan ###

Pada postingan blog sebelumnya saya sempat menceritakan kebingungan saya dalam memutuskan mau ikutan acara reuni yang mana, antara reuni SMAN 3 Malang di Jakarta atau reuni MTsN Malang I di Malang. Semuanya serba mendadak. Pagi itu (Jumat, 23 Juli 2010) sebelum berangkat ke tempat kerja part-time saya, tiba-tiba saya kepikiran untuk pulang ke Malang demi mengikuti reunian MTsN Malang I (biasa disingkat Matsanewa). Akhirnya dengan memantapkan niat, saya pun menyusun rencana kepulangan saya ke Malang. Saya berencana untuk membereskan pekerjaan sebelum pukul 15.00 agar bisa naik KA Malabar yang langsung tujuan ke Malang dengan jadwal keberangkatan pukul 15.30 dari Stasiun Bandung.

Sayangnya, ternyata pekerjaan saya baru beres sekitar pukul 15.45. Saya sempat bimbang, apakah jadi pulang ke Malang atau nggak. Daripada kelamaan mikir, ya udah saya langsung ke stasiun Bandung dari tempat part-time saya itu dengan pakaian masih rapi dan cuma membawa tas seadanya. Karena saya udah begitu ngebet pulang, saya pun nggak masalah saat akhirnya memutuskan naik KA Mutiara Selatan (Mutsel) yang tiketnya hampir dua kali lipat dari kelas ekonomi yang ada pada KA Malabar. Bahkan sekalipun nggak dapat tiket tempat duduk (maklum, beli tiketnya saat 30 menit menjelang keberangkatan), saya tetap membelinya. Tapi lumayan, selama sekitar 3 jam lebih saya dapat tempat duduk karena pemilik kursi yang saya duduki itu baru naik dari Tasikmalaya.

Saya turun di Stasiun Jombang saat waktu menunjukkan pukul 5.35. Sudah cukup terang ternyata (di Bandung, masih belum terang jam segini). Selanjutnya saya beralih naik Bus Puspa Indah jurusan Malang. Perjalanan selama 2,5 jam ke Malang saya habiskan dengan tidur di dalam bus. Maklum, capai juga naik kereta nggak dapat tempat duduk itu.

Sampai di terminal Landungsari, Malang, waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 8.30. Sebenarnya rencana awal, saya mau langsung ikutan acara reuni yang hari pertama, yaitu main futsal antara alumni vs guru. Sayangnya, saya baru tahu dari twitter teman katanya harus registrasi dulu. Saya pun nggak jadi datang langsung ke Matsanewa. Lagi pula saya juga masih merasa capai. Saya memutuskan untuk langsung pulang ke rumah.

### Acara Reuni ###

Ahad, 25 juli 2010. Saya berangkat dari rumah sekitar pukul 9.15 ke MTsN Malang I. Tidak lupa sekalian saya membawa tas saya untuk langsung kembali ke Bandung sore harinya.

Sesampainya di Matsanewa, saya banyak mendapati wajah-wajah asing bagi saya yang kelihatan lebih muda dari saya 😆 (sudah berasa tua aja… hahaha). Sepertinya anak-anak yang saya temui ini kebanyakan memang alumni yang baru lulus. Berarti sekarang mereka masih SMA.

Saya mencoba masuk ke dalam sekolah. Woww… Sekolah saya ini sekarang isinya bangunan semua. Kebun pohon jati yang ada di samping masjid juga sudah nggak ada. Semua bangunan yang ada di sana, sudah bertingkat tiga semua sepertinya. Pembangunan gedung masih tampak terus dilakukan.

Gedung MTsN Malang I

Gedung MTsN Malang I

Orang saya kenal yang pertama kali saya temui adalah adik kelas saya, Yanu, yang sebenarnya saya kenal justru saat menjadi adik kelas saya di SMAN 3 Malang. Kami sempat ngobrolngobrol sebentar, saling bertukar kabar. Tapi saya malah menanyakan kabar-kabar teman SMA yang lain, karena kebetulan kami sama-sama aktif di Sie Kerohanian Islam saat di SMA. Di tengah obrolan, saya melihat ada Mas Sani, kakak kelas saya di MTsN Malang I, SMAN 3 Malang, dan ITB, yang sebenarnya juga saya kenal justru saat kami sama-sama kuliah di ITB. Saya sempat menyapa dia.

Secara kebetulan pula, saat saya menghampiri Mas Sani, teman-teman seangkatan saya di Matsanewa dulu ternyata sedang bercengkerama di dekat saya. Kami pun saling sapa. Seiring berjalannya waktu, akhirnya teman seangkatan saya (alumni 2004) semakin banyak yang datang dan mayoritas ternyata berasal dari kelas saya! (kelas 3 G). Mangstabz

Tapi secara keseluruhan, teman-teman angkatan 2004 yang datang jika boleh dipersentase, mungkin hanya sekitar 15-20% (seingat saya total angkatan kami sekitar 250-280 siswa). Sangat sedikit.

Rasanya seperti kembali ke masa 6 tahun silam saat masih berseragam putih-biru. Sifat, sikap, dan style teman-teman yang datang kebanyakan masih sama seperti dulu… hahaha… :mrgreen: Tapi, ada juga yang penampilannya berubah banget. Bahkan salah seorang teman ada yang sampai berkomentar, “Wah, arek-arek iki penampilane wes koyok artis ae…”.

Kami saling bercerita dan bertukar kabar mengenai kondisi, kegiatan, dan kesibukan masing-masing, dan menanyakan kabar teman-teman yang kebetulan tidak bisa hadir saat itu.

Beberapa teman seangkatan

Beberapa teman seangkatan

Di tengah-tengah acara, tepatnya di atas panggung acara, dilakukan peresmian pembentukan ikatan alumni Matsanewa. Sayangnya, anak-anak tampak kurang tertarik untuk mendekat ke panggung atau duduk di bawah terop. Masing-masing sibuk ngobrol sendiri-sendiri mengambil tempat di setiap penjuru sekolah. Yah, namanya juga melepas rindu… :D. Akhirnya acara peresmian tersebut kurang begitu mendapat perhatian. Saya sendiri juga nggak tau apa ya nama ikatan alumninya… wah parah… 🙄

Peresmian Ikatan Alumni Matsanewa

Peresmian Ikatan Alumni Matsanewa

Acara ditutup dengan salam-salaman antara mantan siswa dengan para guru yang hadir. Sayang, tidak banyak guru yang hadir pada acara itu. Sebelumnya, mantan kepala sekolah saya dulu, Bu Mamiek, memberikan sambutannya kepada para alumni yang datang dilanjutkan doa penutup dari Pak Muji, guru PPKn kami dulu. Saya sendiri sangat bersyukur, ternyata hingga detik ini masih hafal dengan nama-nama guru-guru yang pernah mengajar saya. Saya juga masih bisa mengingat saat-saat mereka mengajar di kelas.

Di antara guru-guru yang hadir itu, ada Pak Luthfi, guru Qur’an Hadits sewaktu kelas satu. Beliau sangat rajin keliling-keliling kelas, mengoprak-ngoprak siswa agar segera berangkat ke masjid. Pernah ada kejadian lucu waktu saya kelas dua. Ceritanya, saya dan beberapa teman sudah sholat dhuhur duluan. Kami pikir, waktu itu nggak ada kegiatan sholat dhuhur berjama’ah satu sekolah karena habis kegiatan class meeting. Tiba-tiba ada Pak Luthfi yang datang ke kelas kami dan ngoprak-ngoprak agar ke masjid. Kami disuruh sholat berjama’ah lagi… hihihi… 🙂

Lalu ada Pak Yusuf, guru Olahraga dan juga Kesenian. Saya masih ingat saat-saat saya dan teman-teman masih kelas satu dihukum dijemur di halaman parkir sekolah gara-gara kabur dari kegiatan merangkum praktek manasik haji kakak-kakak kelas tiga dan malah bermain sepak bola di lapangan MAN 3 Malang (sekolah sebelah). Kami berpanas-panasan dan disuruh berdiri dengan satu kaki. Itu benar-benar pengalaman yang tak terlupakan. Benar-benar menyesal saya saat itu.

Salam-salaman

Salam-salaman

Kembali lagi ke acara reunian. Sehabis bersalam-salaman, kami seangkatan foto-foto bersama dan lucu-lucuan di atas panggung. Habis foto-foto, lanjut lagi ngobrol sendiri-sendiri dan sebagian juga ada yang ke kantin.

Saya ikutan juga pergi ke kantin. Weww (tercengang)… Kantin boleh berubah interiornya (jadi lebih rapi dan bagus), tapi ibu kantin yang jualan di sana ternyata masih sama seperti waktu aku sekolah dulu… Biaya sekolah di Matsanewa juga boleh jadi bisa dibilang mahal, tapi harga makanan dan minuman di kantin itu termasuk murah lho… (ataukah ini gara-gara saya yang sudah lama tinggal di Bandung melihat harga makanan yang mahal akhirnya menganggap harga di kantin itu murah? :P)

Hahaha… Jadi inget masa-masa SMP dulu. Setiap istirahat makan di kantin bersama teman-teman. Waktu itu nasi pecel masih seribuan (murah banget kan.. 8)).

Habis makan, saya sholat dhuhur dulu di Masjid Al-Fajr, masjid yang ada di lingkungan MTsN Malang I. Tidak banyak berubah interior dalamnya. Tempat wudlunya pun masih tetap. Kolam tempat cuci kaki yang dulu pernah dipakai buat main ciprat-cipratan air (bahkan juga buat nyeburin teman) juga masih ada.

Sesudah sholat, saya sempatkan mengunjungi kelas 3G, kelas terakhir saya di MTsN malang I. Interiornya tidak banyak berubah, masih sama. Bahkan saya juga yakin, jumlah kursi dan meja pun sepertinya tidak beda jauh dengan sewaktu saya masih belajar di sini dulu. Di bagian belakang kelas masih ada space kosong yang dulu biasanya dipakai bermain-main oleh saya dan teman-teman. Tapi sekarang ruangan kelas 3G yang dulu dipakai untuk kelas 8E.

Kelas 3G

Kelas 3G

Saya juga sempat memotret teras depan kelas 3G. Banyak kenangan buat kami teras bersejarah ini. Di teras ini dulu saya memimpin teman-teman untuk berbaris sebelum masuk kelas. Di teras ini juga kami bermain-main dan bercanda mengisi waktu kosong pelajaran atau saat istirahat. Bagi sebagian teman, teras ini juga sangat “berjasa” bagi mereka dalam “membantu” mereka untuk segera “pulang” dari sekolah. Yup, teras ini bisa disebut merupakan “shortcut” untuk kabur dari sekolah… hehehe… 😆 Biasanya saat hari sabtu, atau jam-jam tidak efektif, teman-teman kabur lewat teras ini, lompat ke sekolah sebelah (MAN 3 Malang). Biasanya habis itu mereka main ke rental komputer buat main game multiplayer yang waktu itu memang lagi booming.

Teras depan 3G

Teras depan 3G

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 14.15. Saya pun pamitan kepada teman-teman. Lalu dari sekolah MTsN Malang I, saya langsung ke stasiun siap-siap pulang naik KA Malabar. Waktu sekitar tiga jam lebih bersama-sama teman-teman membuat saya kembali merasakan sensasi masa-masa SMP dulu.

Matsanewa Angkatan 2004

Matsanewa Angkatan 2004

Joy Ride by KA Argo Peuyeum

Pagi ini aku bersama kedua temanku berangkat dari kontrakan sekitar pukul 7.20 menuju Stasiun Ciroyom. Kami berencana untuk jalan-jalan ke Cianjur naik kereta api lokal Ciroyom-Cianjur atau yang biasa disebut oleh masyarakat dengan nama KA “Argo Peuyeum”. Kurang tahu juga kenapa kok kereta ini dinamakan dengan “Argo Peuyeum”. Kata “Argo” itu sendiri biasa digunakan untuk nama kereta api kelas eksekutif. Sementara rangkaian “Argo Peuyeum” ini hanya terdiri atas dua gerbong kelas ekonomi yang ditarik oleh lokomotif jenis BB. Sedangkan kata “Peuyeum” mungkin diambil dari kata “Cipeyeum”, salah satu nama stasiun yang dilalui kereta api ini.

Awalnya kami kira, kami sudah tertinggal kereta karena dari informasi yang kami dapat dari salah satu forum katanya KA ini berangkat pukul 7.50. Kami sendiri sampai di Stasiun Ciroyom pukul 7.55. Ternyata rangkaian KA “Argo Peuyeum” masih stabling di jalur dua, dalam posisi siap untuk diberangkatkan. Aku pun langsung lari ke loket untuk membeli karcis. Di sana tertera jadwal keberangkatan KA Lokal Cianjur yang ternyata berangkat pukul 8.10. Murah sekali ya ternyata tiket KA Argo Peuyeum ini. Cukup Rp 1.500,- saja  sudah dapat bepergian Bandung-Cianjur.

Karcis KA Argo Peuyeum

Karcis KA Argo Peuyeum

Argo Peuyeum siap diberangkatkan dari jalur dua

Argo Peuyeum siap diberangkatkan dari jalur dua

Harus sabar memang kalau naik KA Argo Peuyeum ini. Laju KA ini rata-rata hanya sekitar 20-40 km/jam saja. Mungkin disebabkan karena harus melalui medan yang penuh tanjakan dan kondisi rel yang tidak mendukung.

Belum lagi ditambah KA yang penuh sesak oleh penumpang dan sering berhenti di “stasiun-stasiun” kecil. Stasiun yang sudah tidak aktif, seperti Stasiun Meleber (kalau tidak salah), tetap disinggahi KA ini. Padahal stasiun itu bangunannya sudah tidak terawat. Tidak ada petugas KA di sana. Selain itu juga, sekali atau dua kali KA ini tiba-tiba berhenti di tengah jalan, padahal tidak ada stasiun di sana. Ternyata ada penumpang yang mau turun di situ :D!!

Kalau dipikir-pikir, wajar saja KA ini bisa melakukan hal “seenaknya” mengingat KA ini adalah satu-satunya KA yang melintasi petak Padalarang-Cianjur (diteruskan sampai Lampegan). Jadi tidak perlu khawatir akan terjadinya persilangan dengan KA lain.

Sepanjang petak Padalarang-Cianjur itu kita dapat melihat pemandangan pegunungan yang indah dan sungai Citarum.

Panorama sepanjang perjalanan

Panorama sepanjang perjalanan

Perjalanan

Perjalanan

Melintasi sungai Citarum

Melintasi sungai Citarum

Tiba di Stasiun Cianjur waktu telah menunjukkan sekitar pukul 10.05. Perjalanan KA “Argo Peuyeum” ini tidak berhenti di sini. KA masih melanjutkan perjalanan hingga Stasiun Lampegan. Tetapi penumpang yang masih berada di dalam gerbong dapat dihitung dengan jari karena mayoritas memang turun di Stasiun Cianjur ini. Kami sendiri juga ikut turun di Cianjur. Sambil menunggu KA berikutnya yang akan berangkat pukul 13.03, kami jalan-jalan dulu di Cianjur.

Stasiun Cianjur

Stasiun Cianjur

KA melanjutkan perjalanan ke Lampegan

KA melanjutkan perjalanan ke Lampegan

Kami kembali ke stasiun Cianjur sekitar pukul 12.35. Ternyata KA sudah stand by di jalur dua Stasiun Cianjur. Padahal di GAPEKA harusnya datang di Cianjur dari Lampegan pukul 12.57. Akhirnya terpaksa menunggu lama keberangkatan KA ke Bandung dari dalam kereta. Seharusnya KA Argo Peuyeum ini pemberhentian terakhir adalah di Stasiun Ciroyom. Tetapi kami ikut meneruskan perjalanan ke Stasiun Hall Bandung karena KA ini memang akan stabling di dipo Stasiun Bandung untuk menantikan jadwal perjalanan terakhir ke Cianjur sorenya.

KA Argo Peuyeum langsir di Stasiun Hall Bandung

KA Argo Peuyeum langsir di Stasiun Hall Bandung

Kerja Praktek Minggu Pertama

Akhirnya sempat juga aku menulis tentang pengalaman kerja pertama ini. Jadi ceritanya pada liburan semester ini (bagi yang berlibur :D), yaitu bulan Juni-Juli 2010, aku bersama dua orang teman seangkatan di tempat kuliah, kebetulan satu kontrakan juga, yaitu Khairul dan Kamal, melakoni kerja praktek di Telkom RnD Center di Jl. Gegerkalong Hilir 47 Bandung. Rencana awal sebenarnya kami ingin kerja praktek di Telkom yang di Surabaya karena kedua temanku itu yang ingin menjajal Jawa Timur. Namun, ternyata setelah apply proposal di sana, kami mendapat balasan bahwa mereka sudah tidak menerima mahasiswa KP lagi karena sudah penuh.

Kami memulai kerja praktek di Telkom RnD itu pada tanggal 1 Juni 2010. Pada pertemuan pertama itu kami mendapatkan briefing dari pembimbing mengenai project yang akan kami kerjakan selama KP. Project itu kurang lebih intinya adalah melakukan sinkronisasi basis data address book untuk layanan SIP Phone. Pada briefing itu kami dijelaskan mengenai alur kerja bagaimana kira-kira aplikasi yang harus kami buat itu berjalan.

Setelah briefing selesai, kami diberikan kesempatan untuk mengoprek komputer server di salah satu lab (yang selanjutnya menjadi ruang kerja kami :D) yang ada di gedung tempat kami KP itu. Dalam oprek kali itu kami banyak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru yang belum pernah kami temui di bangku kuliah. Salah satunya adalah kami berkenalan dengan eXist” XML Database.

Karena baru pertama kali ini kami bertemu dengan “eXist” XML Database, kami pun mencoba mengoprek aplikasi tersebut untuk mendapatkan pemahaman lebih dalam. Kami juga mencoba mensimulasikan alur yang telah dijelaskan oleh bapak pembimbing kami sebelumnya. Saat asyiknya mengoprek, tiba-tiba secara tidak sengaja, ada salah satu database yang terhapus karena terjadi misunderstanding mengenai fungsi button dan textfield yang ada pada aplikasi “eXist” tersebut.

Kami pun melapor kepada pembimbing kami dan meminta maaf atas kesalahan tidak disengaja ini. Beliau kemudian meminta kami untuk melakukan recovery database yang terhapus tersebut. Mengingat database ini adalah database yang akan kami gunakan untuk project KP kami, maka mau nggak mau memang database ini harus kembali lagi entah bagaimana caranya. Kalau tidak begitu, tentu project kami ini tidak dapat dikerjakan. Kami pun mencoba menelusuri seluruh file yang ada di dalam folder tempat aplikasi itu diinstall, berharap siapa tahu dalam aplikasi “eXist” ini terdapat history yang mencatat database yang pernah dibuat. Kebanyakan dari file itu adalah berupa file biner, ketika dibuka di text editor, muncul berupa karakter-karakter aneh. jadinya agak susah untuk menemukan struktur atau isi dari database yang ada.

Tak terasa hari pertama itu waktu sudah menunjukkan pukul 16.30. Kami meminta izin kepada pembimbing untuk melanjutkan pekerjaan recovery database itu esok hari. Setelah itu kami pulang. Di kos Khairul mencoba untuk menghubungi si pembuat aplikasinya langsung, yaitu Wolfgang Meier, melalui fasilitas chatbox yang telah disediakan. Saat itu, Khairul pada intinya menanyakan apakah mungkin melakukan recovery database yang sudah terhapus. Wolfgang sempat memberikan angin segar ketika menyatakan bahwa aplikasinya ada mekanisme untuk itu dengan menelusuri file dom.dbx yang ada di folder aplikasi “eXist”. Sayangnya, ternyata mekanisme itu berjalan saat database mengalami crash saja, dan dia tidak yakin kalau database yang terhapus itu bisa dikembalikan lagi.

Besoknya (hari kedua) kami mencoba lagi menelusuri file-file yang ada dengan teliti. Database memang sudah dipastikan tidak mungkin dikembalikan lagi, tetapi setidaknya kami bisa menemukan history mengenai struktur database yang hilang itu karena kami tidak ingat sama sekali.

Di tengah kami mengoprek, Bapak pembimbing kami datang kemudianmembukakan aplikasi openIMS yang memanfaatkan database “eXist” itu. Ternyata di sana terdapat skema XML dari database yang terhapus. Setelah itu dari skema XML itu kami menerjemahkannya menjadi struktur data XML. Sesudah didapatkan struktur data XML-nya, kami membuat database yang baru kemudian mengunggah contoh file XML dengan struktur data seperti yang baru saja didapatkan itu ke dalam database “eXist”. Untuk memeriksa apakah struktur data itu benar, maka kami mengujinya melalui aplikasi client dengan mencoba menambahkan teman baru kepada salah satu address book dan, alhamdulillah, ternyata berhasil. Lega, akhirnya persoalan database ini “beres” juga. Hari berikutnya, waktu KP di kantor kami manfaatkan untuk mendeploy aplikasi untuk sinkronisasi database itu.

Berdiskusi

Berdiskusi

Mengoprek

Mengoprek

Gerakan Menabung Air

Masih dalam rangka memperingati hari bumi 22 April 2010 (memangnya Bumi lahir tanggal segitu… :D), hari ini di ITB diadakan kegiatan “Gerakan Menabung Air” yang diprakarsai oleh Forum Ganesha Hijau (forum yang terdiri atas beberapa unit dan himpunan mahasiswa jurusan di ITB yang peduli pada lingkungan). Aku sangat antusias sekali ketika diajak salah seorang teman di divisi Pengabdian Masyarakat HMIF untuk ikut mewakili himpunan dalam acara tersebut. Kebetulan aku punya interest terhadap hal-hal yang berkenaan dengan lingkungan alam.

Berikut ini kutipan dari milis himpunan deskripsi mengenai kegiatan tersebut:

Gerakan ini dilatarbelakangi oleh maraknya pembangunan tidak pada tempatnya yang mengakibatkan berkurangnya area resapan air. Dampak dari fenomena tersebut adalah tingginya limpasan air yang berujung pada bencana banjir di Bandung yang merupakan daerah cekungan. Dengan membuat lubang sebesar 10cm dan kedalaman 100cm maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3140cm atau 1/3 m (Brata & Nelistya, 2008). Kegiatan ini dapat menjadi  program solusi jangka panjang untuk menanggulangi banjir dan meningkatkan peran serta masyarakat menjadi lebih pro-aktif, demi Bandung yang semakin lestari.

Kegiatan ini merupakan aksi seluruh warga Bandung yang dikoordinasi oleh partisipan Forum Hijau Bandung (FHB). Isu kunci yang diangkat ialah menambah sistem resapan air di wilayah Bandung, dapat dengan cara membuat lubang biopori, sumur resapan, membersihkan saluran drainase, dll. Kegiatan ini juga didukung oleh Pemerintah Kota, BPLH Kota, dan BPLHD Provinsi, yang sedemikian bersama-sama dengan semangat kolaborasi untuk membuat Bandung semakin lestari.

Kegiatan “Gerakan Menabung Air” ini melibatkan perwakilan himpunan-himpunan jurusan di ITB. Alhamdulillah ternyata teman-teman himpunan lain banyak juga yang antusias mengikuti kegiatan ini. Hampir semua himpunan mengirimkan perwakilannya.

Kegiatan diawali dengan membuat lubang biopori di beberapa spot di dalam kampus. HMIF bergabung bersama HMT (Pertambangan), Nymphaea (Biologi), HMP (Planologi), HME (Elektro Teknik), Himastron (Astronomi), dan juga tentunya beberapa orang dari HMTL (Teknik Lingkungan) menempati spot kantin bengkok.

Untuk membuat lubang biopori kita bisa menggunakan alat bor tanah yang memang dirancang khusus (klik di sini). Dalam kegiatan ini kita menggunakan alat bor tanah yang sudah disediakan oleh HMTL. Sebelum kita mulai bekerja, kita di-briefing dulu oleh teman-teman HMTL. Kedalaman lubang biopori yang akan dibuat idealnya antara 80-100 cm. Ternyata tidak semudah itu kita mengebor tanah. Seringkali lubang buatan teman-teman cuma sedalam 40-50 cm, gara-garanya di dalam tanah tersebut ada batu yang membuat alat tersebut susah untuk mengebor lebih dalam lagi karena tidak kuat menghancurkan batu itu.

Setelah dilubangi, selanjutnya adalah mengisi lubang itu dengan daun-daunan kering yang dipotong kecil-kecil. Tujuannya agar menarik cacing tanah untuk memakan daun-daunan tersebut sekaligus akan membuat lubang biopori menjadi lebih dalam lagi. Terakhir, di ujung permukaan lubang dipasang sebuah paralon dengan panjang kira-kira 15-20 cm untuk menahan lubang tersebut agar tanah di sekelilingnya tidak ambrol.

Setelah satu jam berada di spot dalam kampus, kegiatan dilanjutkan dengan membuat lubang biopori di taman ganesha. Kebetulan selama musim penghujan baru-baru ini, taman ganesha ini selalu terendam oleh air hujan. Air tersebut sulit sekali untuk meresap ke dalam tanah sehingga menggenang beberapa lama di taman ganesha.

Nah, dengan kegiatan membuat lubang biopori ini harapannya tanah akan mudah meresap air hujan sehingga tabungan air di dalam tanah akan menjadi semakin banyak, sesuai dengan namanya “Gerakan Menabung Air”. Di taman ganesha ini semua perwakilan himpunan bergabung, dan kembali disebar di spot-spot taman ganesha untuk membuat lubang biopori. Kira-kira ada satu jam kita membuat lubang-lubang biopori di taman ganesha ini. Setelah itu kegiatan dilanjutkan dengan ngobrol santai diisi dengan sharing mengenai lingkungan. Sambil duduk-duduk menikmati gorengan yang disediakan panitia, kita juga mendengarkan sharing pengalaman dari beberapa orang yang memang aktif dalam kegiatan lingkungan. Semoga dengan adanya kegiatan ini turut membangkitkan sense pada diri kita untuk ikut peduli pada lingkungan kita.

Ngebor terus...

Ngebor terus...

Memasukkan dedaunan ke dalam lubang biopori

Memasukkan dedaunan ke dalam lubang biopori

Arak-arakan Wisuda April 2010

Setelah dua wisudaan sebelumnya ( Juli & Oktober 2009) kegiatan arak-arakan wisuda ditiadakan karena tidak mendapatkan izin rektorat, akhirnya kegiatan arak-arakan wisuda kali ini boleh diadakan kembali. Namun, ada yang berbeda pada arakan-arakan kali ini. Yak, masalah rute. Jika arak-arakan sebelum-sebelumnya rute yang dilalui adalah Sabuga-Jl.Tamansari-Jl.Ganeca-Boulevard dan lanjut ke gedung prodi masing-masing, kali ini rutenya diubah menjadi Sabuga-Saraga-Terowongan-SunkenCourt-SBM-Mesin-ParkirSipil-Jl.Ganeca-Boulevard dan lanjut ke gedung prodi masing-masing.

Sepertinya alasan kemacetan menjadi faktor utama diubahnya jalur arak-arakan tersebut. Ya, praktis setiap kali ada acara wisuda ITB di Sabuga, sepanjang jalan Tamansari dan Ganeca sudah pasti “dikuasai” oleh para mahasiswa ITB. Para pengendara yang melalui jalan itu harus bersabar menunggu arak-arakan wisudawan ITB lewat.

Tetapi sejatinya banyak juga masyarakat sekitar atau bahkan orang luar yang sengaja mengunjungi ITB atau rute yang dilalui ntuk melihat aksi dari mahasiswa-mahasiswa ITB yang mengarak para kakak-kakak wisudawan program studinya. Sebagian dari mereka sengaja membawa kamera sendiri untuk mengabadikan momen arak-arakan wisuda yang menjadi tradisi mahasiswa S1 ITB, yang setahu saya universitas lain belum ada yang melakukan kegiatan serupa.

Rute yang sekarang ini ternyata cukup jauh juga. makanya tidak heran sewaktu pulang habis mengarak, rasanya kakiku pegal-pegal mungkin karena kebanyakan berdiri. Rute yang sekarang juga tidak sampai membuat kemacetan parah di sekitar ITB. Rute yang sekarang juga mampu mengurangi, bahkan mungkin menghilangkan, potensi gesekan antar himpunan mahasiswa. Hal ini bisa jadi karena jarak rombongan arak-arakan himpunan antara yang satu dengan yang lainnya jaraknya cukup jauh. Di situ ada faktor panitia satgasnya juga sih yang cukup disiplin mengamankan. Kalau dulu, karena jarak antar rombongan arak-arakan himpunan berdempetan, yaitu persis di depan atau di belakangnya, potensi terjadinya gesekan itu sangat besar. Bahkan aksi perkelahian antar himpunan pasti ada saja.

Jauhnya rute arak-arakan kali ini tidak membuat kreativitas massa himpunan berkurang. Masing-masing himpunan tetap semangat menunjukkan kreativitas dan kekompakan masing-masing himpunan. Keluarga Mahasiswa Seni Rupa (KMSR) seperti biasa menyuguhkan “pasukan” arak-arakan yang unik dan berseni. Kali ini mereka layaknya seperti barisan mayoret drum band. Kostum yang mereka kenakan tampak sangat unik. Musik yang mereka mainkan mampu menghibur massa himpunan lain, keluarga wisudawan, dan masyarakat sekitar yang kebetulan menonton. Semuanya tampak berdecak kagum dan menikmati musik acapella yang mereka mainkan.Sementara itu, himpunan-himpunan yang lain juga tak mau kalah dengan menyanyikan yel-yel himpunannya dengan penuh semangat dan mengibarkan atribut-atribut himpunan dengan penuh kebanggaan.

Parade anak-anak KMSR

Parade anak-anak KMSR

Massa HMIF siap menyambut wisudawan di SARAGA

Massa HMIF siap menyambut wisudawan di SARAGA

Aksi Himpunan TERRA

Aksi Himpunan TERRA

Penyambutan wisudawan di Labtek V

Penyambutan wisudawan di Labtek V

Momen arak-arakan wisudaan seperti ini memang belum pernah kulewatkan. Sejak aku menjadi anggota HMIF, aku selalu mengikuti arak-arakan wisudaan himpunanku. Rasanya senang saja bisa melihat keceriaan wajah para wisudawan dan orang tuanya. Selalu saja ada gairah dan semangat yang meresap dalam diriku agar aku pun bisa seperti mereka, lulus dan membahagiakan orang tua.

Nah, dalam wisuda kali ini, Teknik Informatika sendiri melepas 33 orang putra-putri terbaiknya. Dalam suatu momen ketika arak-arakan berhenti di depan gerbang ITB, mas Catur, salah seorang wisudawan, berdiri di atas tugu tulisan ITB menyampaikan pesan “perpisahan” kepada teman-teman wisudawan yang lain. Dia berharap semoga para wisudawan ini kelak akan sukses dan dapat berkontribusi dalam pembangunan untuk memajukan bangsa ini. Dia juga menyampaikan bahwa hari itu dia benar-benar bersedih berpisah dengan teman-teman terbaiknya dan ia juga berterima kasih momen wisuda ini adalah kado terindah di hari ulang tahunnya. Oh.. ternyata… mas Catur ini kebetulan tepat berulang tahun saat wisuda 10 April kemarin…:D

Oke deh… Sukseslah buat kakak-kakak sekalian.

Informatika berjiwa satria, tidak pernah mengenal keluh kesah
tugas yang berlimpah, bukanlah rintangan
lautan ujian, sudahlah biasa

reff:
hidup.. hidup.. hidup informatika
itb almamater tercinta

Mengikuti Workshop Batik

Dalam rangka memeriahkan ulang tahun ke-39 Perkumpulan Seni Tari dan Karawitan Jawa (PSTK) ITB mengadakan serangkaian acara yang diberi nama “Tanggap Warsa”. Acara ini sudah dimulai sejak tanggal 2 April kemarin dan akan berlangsung hingga 4 April besok. Acaranya cukup banyak, bervariasi, dan mengajak kita untuk ikut melestarikan kebuadayaan Jawa.

Salah satu kegiatan dalam rangkaian acar “Tanggap Warsa” ini adalah workshop batik yang diadakan hari ini, 3 April 2010, mulai pukul 10.30 WIB. Aku bersama beberapa teman dari KOKESMA  dan Informatika bersama-sama mendaftar untuk mengikuti kegiatan tersebut. Biayanya Rp 10.000. Fasilitas yang diperoleh antara lain kain yang akan dibatik, modul tentang membatik, dan perlatan untuk membatik (tapi bukan untuk dibawa pulang yang ini… :p).

Langkah pertama yang dilakukan sebelum membatik adalah membuat sketsa pola yang ingin dibatik. Dengan menggunakan pensil aku menggambar pola dari contoh yang disediakan panitia di atas kain. Aku memilih gambar rumpun bambu.

Sebelum

Sebelum

Sesudah

Sesudah

Setelah selesai menggambar, proses dilanjutkan dengan melakukan pelilinan (pecantingan). Pola yang sudah digambar tadi “ditetesi” dengan lilin yang telah dicairkan (lilin dipanaskan pada wajan kecil di atas kompor). Proses mencanting ini cukup susah juga di awal. Maklumlah, masih pemula…:p. Cara memegangnya harus benar-benar diperhatikan. Idealnya sudut yang dibentuk ketika kita memegang canting adalah 45 derajat.

Sebelum mencanting, kita ambil dulu cairan lilinnya, kita masukkan ke penampung pada cantingnya. Menurut kakak “pembimbing”-nya, sebaiknya ketika kita mencanting, canting itu jangan terlalu lama di udara karena akan menyebabkan cairan lilinnya mengeras sehingga dapat menyumbat mulut canting itu sendiri. Akhirnya, aliran lilin dari penampungnya pun terhambat. Oleh karena itu, harus sering-sering juga canting itu dicelupkan ke dalam wajan berisi cairan lilin tadi agar lilin yang di dalam canting tetap cair. Hal yang paling bikin aku kesal, itu cairan lilin yang terselip di bawah cantingnya. Sehingga sewaktu kita mencanting, lilin tersebut dapat menetes ke kain kita tanpa diharapkan. Dibutuhkan kesabaran memang. Kita harus menyingkirkan lilin yang nyanthol di bawah canting itu dengan cara meniupnya atau dengan cara memukul-mukulkan canting itu pelan-pelan agar lilin itu cepat menetes.

Nah, setelah proses mencanting selesai, selanjutnya masuk ke proses pewarnaan. Kali ini cukup mudah. Tinggal mencelupkan kain ke ember-ember yang telah disediakan pewarna dan pembangkit warna. Jadi, sebelum dicelupkan ke warna tertentu, kain harus dicelupkan terlebih dahulu ke cairan pembangkit warna. Dengan demikian warna yang kita inginkan dapat terserap pada kain. Wah, ini benar-benar mirip praktikum kimia…:D.

Tahap penjemuran

Tahap penjemuran

Kalau sudah, selanjutnya kain itu direbus beberapa menit untuk melarutkan warnanya. Lalu, kain itu dicuci supaya bersih. Terakhir, adalah tahap penjemuran untuk mengeringkan kain yang telah di-“batik” tersebut.