Setahun yang Lalu

24 Agustus 2019. Usai sholat subuh berjamaah bersama bapak di mushola RS, saya pergi menemani Bapak ke ruangan ICU tempat di mana adik terbaring. Saat itu kondisi adik sedang dalam keadaan kritis dan pernafasannya dibantu dengan selang oksigen.

Bapak seperti biasa selalu mencoba menuntun adik untuk melaksanakan sholat subuh dengan membacakan takbir sesuai urutan gerakan sholat dan Al-Fatihah. Walaupun adik terlihat dalam keadaan tidak sadar saat itu, kami berharap adik bisa mendengarnya.

Usai sholat subuh, saya mentalqin adik dengan membaca kalimat “Laa ilaaha Illa Allah”.

Beberapa menit kemudian bedside monitor menunjukkan pencatatan yang tidak biasa. Saya memanggil perawat jaga untuk menanyakan perihal itu.

Perawat tersebut memeriksa monitor dan kabel yang terhubung. Kemudian beliau berkata bahwa adik sudah dekat dengan maut. Lanjutkan saja talqinnya, katanya.

Bagai disambar petir, saya kemudian bergegas turun untuk memanggil ibu yang masih di mushola sementara bapak menunggu di samping adik. Ketika kembali tiba di ICU bersama ibu, adik sudah tiada. Sekujur tubuhnya sudah memutih dan kaku.

Bapak terlihat tegar. Ibu yang paling tidak bisa menahan air mata.

Setelah itu kami mengurus administrasi pemulangan jenazah. Termasuk memesan bilik pemandian jenazah untuk dimandikan sekalian di rumah sakit.

Sembari menunggu proses administrasi selesai, saya pulang ke rumah untuk mempersiapkan rumah duka. Sepanjang perjalanan mengendarai sepeda motor sejauh 7 km, saya masih belum bisa menahan air mata. Saya masih sulit untuk percaya bahwa saya baru saja kehilangan seorang adik.

Saya kembali terharu ketika sesampai di rumah, bapak-bapak dan ibu-ibu tetangga sudah berkumpul di depan. Begitu pintu rumah saya buka, mereka semua langsung bahu-membahu untuk membantu membersihkan rumah, memasak, dan menggotong kursi meja ke luar rumah untuk menyiapkan rumah duka.

Itu suatu hal yang sangat saya syukuri. Saya bersyukur sekali tinggal di lingkungan yang sangat peduli dengan tetangga. Saya merasa terharu dan terhibur saat itu.

Setelah itu saya kembali lagi ke rumah sakit untuk membantu mengurus pemandian jenazah adik. Kemudian bersama mobil ambulans ikut mengantarkan jenazah adik pulang ke rumah.

Hari itu adik dimakamkan menjelang sholat dhuhur setelah disholatkan terlebih dahulu di masjid depan rumah.

Kepergian adik mendahului kami semua tentunya tidak pernah kami duga. Ada yang terasa kurang dalam kehidupan kami. Namun semua itu adalah kehendak Allah SWT.

Ibu selalu mengingatkan saya bahwasannya kepergian adik yang lebih dulu daripada kami semua seyogyanya kami jadikan sebagai pengingat dari Allah bahwa kami masih diberikan kesempatan untuk memperbaiki amalan kami di dunia ini sebelum ajal yang bisa datang menjemput kapan saja.

5 thoughts on “Setahun yang Lalu

Leave a reply to DJ Cancel reply