Mengikhlaskan kepergian seseorang yang kita cintai itu ternyata tidak mudah. Apalagi ketika memori kita bersamanya sudah sedemikian banyaknya. Acap kali kenangan-kenangan masa lalu tiba-tiba terlintas dalam pikiran dan seketika itu air mata menetes mengingat waktu-waktu bersamanya yang tak mungkin terulang.
Hati ini juga menjadi terenyuh ketika melihat orang tua, terutama sang ibu, masih terpukul karena kepergian anaknya itu. Sebagai anak, tentu saja saya harus tampak tegar agar bisa menghibur sang ibu. Terkadang ingin rasanya ikut menangis bersama ibu.
Kepergian adik baru-baru ini membuat saya mencoba merenungi sejatinya siapa yang pulang dan siapa yang pergi dalam musibah ini. Jika seorang anggota keluarga pergi keluar rumah untuk berpergian atau merantau, kita akan bersikap biasa karena yakin suatu saat mereka akan pulang ke rumah. Perasaan khawatir mungkin ada terkait keselamatan mereka di perjalanan. Tapi harapan bahwa mereka akan pulang ke rumah masih menyala.
Sementara itu pada kepergian seseorang yang kita cintai untuk selamanya, harapan itu tak ada. Ia tak akan pernah pulang kembali karena memang sejatinya dunia ini bukanlah rumah kita. Adik tidak pergi, tetapi sudah pulang. Orang yang kita anggap pergi untuk selamanya itu sejatinya telah pulang ke tempat asal kita yang sesungguhnya. Sebaliknya, justru kitalah sebenarnya yang tengah bepergian (di dunia) dan menunggu giliran pulang.
Sudah selayaknya kita bersikap sebagai seorang musafir. Tidak berleha-leha dalam perjalanan ini. Ada banyak perbekalan yang perlu kita kumpulkan. Kita pun masih bisa juga membantu menambah perbekalan untuk orang yang pulang mendahului kita. Berharap agar kelak ketika “pulang” nanti, kita bisa berkumpul kembali dengan orang-orang yang kita cintai itu di rumah yang terbaik di surga-Nya.
Turut berbelasungkawa mas. Kadang saya juga berfikir seakan waktu diulur menuju putus dan dalam putusnya nanti waktu akan mengulur.
LikeLike
Wah, filosofinya belum dapat saya mas yg itu. Matur nuwun mas Amir untuk ucapan belasungkawanya.
LikeLike
Aamiin. Turut berduka cita, Mas Dhito. Semoga keluarga diberi ketabahan dan kekuatan. Khususnya untuk ibunya Mas Dhito :’)
LikeLike
Aamiin YRA… Terima kasih Shinta.
LikeLiked by 1 person
Sama2, Mas 😊
LikeLike
Nderek Belosungkowo nggih mas..
LikeLike
Matur nuwun mas…
LikeLike
Inna lillahi wa inna iliahi rojiun, turut berduka cita to.. Semoga diberikan tempat terbaik, aamiin..
LikeLike
Aamiin YRA… Thanks ya Bewe…
LikeLike