Sering kita membaca atau mendengar berita di media massa tentang peristiwa kecelakaan kereta api, mobil, sepeda motor, atau bahkan pejalan kaki sekali pun, seperti kejadian dua minggu lalu yakni meninggalnya seorang mahasiswa ITB karena tertabrak motor ketika tengah menyeberang. Atau peristiwa terbaru, yakni hilangnya seorang mahasiswa ITB ketika tengah melakukan pendakian gunung (baca di sini).
Ketika membaca berita dua peristiwa yang secara kebetulan menimpa anak ITB ini dan waktu kejadiannya juga berdekatan, tiba-tiba ada momen yang membuatku merenung, bahwasannya ternyata nikmat selamat dalam perjalanan itu mahal. Dan parahnya manusia seringkali lupa untuk bersyukur kepada-Nya atas nikmat itu. Ya, jika bukan karena nikmat-Nya, bisa jadi namaku pun akan masuk ke dalam koran dengan berita yang sama saat mendaki Gunung Gede beberapa waktu yang lalu.
Seorang first timer yang akan melakukan perjalanan jauh ke suatu tempat untuk pertama kali, biasanya akan merasakan kegelisahan (anxiety) ketika akan memulai perjalanan. Yang dimaksud dengan ‘pertama kali’ itu bermacam-macam contohnya. Pertama kalinya dia akan ke tempat itu, pertama kali dia akan mendaki gunung, pertama kali dia akan bepergian dengan pesawat, dan lain sabagainya. Lalu, Sebagaimana tabiat alami manusia, yakni ketika merasa terancam, kesusahan, ketakutan, atau kegelisahan, kita akan berdo’a kepada Allah agar diberikan keselamatan dalam perjalanan. Namun, setelah tiba dengan selamat di tempat tujuan, sebagian dari kita seringkali lupa untuk bersyukur kepada Allah, persis sebagaimana yang disindir oleh Allah dalam Q.S. Yunus ayat 12: “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya.”
Sementara itu, bagi mereka yang sudah biasa melakukan perjalanan jauh, entah itu naik gunung, atau bepergian dengan pesawat, atau lain sebagainya, bahkan untuk berdoa sebelum memulai perjalanan saja kadang-kadang lupa. Sebab bisa jadi bagi mereka perjalanan yang akan mereka lakukan itu adalah just another trip saja.
Sebenarnya pun tak harus perjalanan jauh. Tanpa kita sadari, hampir setiap hari kita pasti melakukan perjalanan meninggalkan rumah, baik untuk pergi ke tempat bekerja, ke kampus, ke mal, berkunjung ke rumah teman, atau sekedar ke warung untuk membeli sesuatu. Di dalam perjalanan itu bisa jadi kita mengalami kecelakaan. Oleh karena itu, bisa kembali lagi ke rumah dengan selamat tanpa kurang satu apapun adalah nikmat luar biasa dari Allah yang harus kita syukuri.
Sebagai seorang muslim sudah seyogyanya kita perlu mengetahui, mempelajari, dan alhamdulillah jika bisa mengamalkan adab-adab yang telah diajarkan di dalam syariat perihal berpergian atau safar ini. Saya menemukan artikel yang bagus di muslim.or.id ini yang menjelaskan adab-adab sekembalinya seseorang dari safar. Salah satu adabnya adalah membaca takbir 3 kali dan doa “Aayibuuna taa-ibuuna ‘aabiduun. Lirobbinaa haamiduun (Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji Rabb kami).” Artikel yang saya tautkan itu sebenarnya adalah artikel berseri, yang menjelaskan tentang adab safar. Di artikel sebelum itu (adab kembali dari safar), kita juga bisa membaca artikel yang menjelaskan perihal adab persiapan dan ketika safar.
Anyway, saya menulis ini bertujuan untuk pengingat dan renungan saya pribadi yang sering lupa untuk bersyukur atas nikmat keselamatan dalam perjalanan yang dianugerahkan-Nya. Semoga kita semua bisa menjadi hamba-Nya yang selalu bersyukur.