Semenjak dibuka pertama kali untuk umum pada Juni 2011, baru Sabtu pekan lalu (18/05) akhirnya aku berkunjung ke Trans Studio Bandung. Padahal aku tinggal (ngekos) di Bandung. Tapi malas saja ke sana. Alasannya, selain harga tiket masuknya yang cukup mahal untuk ukuran mahasiswa (ketika aku masih mahasiswa), juga karena tidak ada teman yang mau diajak main ke sana, hihi.
Sabtu kemarin itu kebetulan ada acara walimahan teman sesama angkatan 2007 Sekolah Elektro dan Informatika ITB di gedung dekat McD Gatot Subroto. Banyak teman, baik dari Elektro maupun Informatika yang menghadiri acara tersebut. Nah, setelah acara walimahan, muncul keinginan untuk jalan bareng ke suatu tempat, sekedar untuk meluangkan waktu bersama sambil mengobrol tentang pekerjaan masing-masing atau mengenang kembali memori saat mahasiswa dulu. Dipilihlah Trans Studio Mall karena lokasinya yang sangat dekat dengan gedung pernikahan.
Sekitar pukul 2 siang berangkatlah kami bersepuluh (9 cowok + 1 cewek) ke Trans Studio Mall. Aku satu-satunya yang berasal dari Informatika di rombongan itu. Yang lain anak Elektro semua. Awalnya, rencana kami cuma ingin menonton film saja. Film apapunlah yang ada saat itu.
Tapi setelah mempertimbangkan (kalau tidak salah) kebetulan semua dari kami belum pernah ke masuk ke wahana Trans Studio, kenapa tidak sekalian saja main ke sana. Kebetulan ada salah satu teman yang tak keberatan untuk mentraktir kami semua ke Trans Studio, hehe. Tiket masuk untuk weekend 250.000 rupiah per orang. Alhamdulillah, pertama kalinya ke Trans Studio ada yang bayarin, hehe. Semoga rezekinya lancar terus ya mas! 🙂
Sebenarnya sore hari adalah waktu yang kurang tepat untuk memulai kunjungan ke Trans Studio. Sebab Anda akan melewatkan beberapa wahana seperti Special Effects Action dan Trans City Theater yang hanya menampilkan pertunjukan di siang hari.
Wahana yang kami kunjungi pertama yaitu Vertigo Galaxy, wahana permainan berupa kincir raksasa yang berputar 360 derajat. Cuma 4 orang dari kami yang menaiki wahana ini. Aku dan yang lain nggak mau karena merasa perut masih kenyang sehabis makan di walimahan sebelumnya, haha. #alibi
Setelah itu, kami masuk ke wahana Si Bolang-Bocah Petualang. Wahana Si Bolang ini begitu kental terasa Indomie-nya, hehe. Bagaimana tidak, di mana-mana ada properti bertuliskan Indomie. Bahkan, ketika kami berkeliling menggunakan kereta menjelajahi “Indonesia” yang menampilkan ragam rumah adat, pakaian adat, dan budaya masing-masing daerah, properti Indomie itu masih mendominasi. Hmm… sepertinya pepatah “di mana pun daerahnya, kulinernya tetap Indomie” cocok menggambarkan “petualangan” Bolang kami, hehe.
Setelah selesai membolang, selanjutnya kami kembali mengulang pelajaran-pelajaran Kimia dan Fisika sewaktu sekolah dulu. Pelajaran sekolah itu kami dapatkan di Science Center. Di “rumah belajar” ini kami menemukan hal-hal menarik untuk diketahui.
Sebagai orang yang berlatar belakang teknik — yang dahulu ketika masih tingkat satu pun kami mendapat kuliah Fisika Dasar dan Kalkulus — objek-objek sains di Science Center ini cukup menarik bagi kami. Ada alat untuk mengukur kekuatan genggaman tangan, harpa dengan senar laser yang bisa dimainkan layaknya harpa sungguhan, mesin elektrostatik Van De Graff, simulasi angin topan, dsb. Sebagian memang sudah pernah kulihat di Jatim Park (waktu SMP dulu), tapi di Trans Studio ini objek sainsnya lebih banyak — kebanyakan objek fisika. Cocok bangetlah buat pelajar-pelajar yang suka sama Fisika, hehe.
Keluar dari Science Center entah bagaimana ceritanya kami terpisah menjadi dua kelompok. Tiga orang entah ke mana. Sementara aku dan 6 orang lainnya lanjut ke wahana yang lain. Giant Swing menjadi pilihan kami. Di satu artikel Detik Travel pernah disebutkan tentang 5 wahana Trans Studio yang bisa bikin jantung ‘copot’, dan Giant Swing ini adalah salah satunya, juga Vertigo Galaxy yang kami kunjungi di awal. Kali ini aku pun join dengan teman-teman yang lain untuk mencoba wahana ekstrim ini, hehe.
Giant Swing ini laksana ayunan raksasa. Seperti ayunan pada umumnya, Giant Swing ini semakin lama dorongan ayunannya semakin kuat hingga aku merasa ayunan ini hampir saja terbalik, haha. Tapi yang bikin Giant Swing ini semakin ‘ekstrim’ adalah karena ia tidak sekedar mengayun. Tapi juga berputar. Kita akan dibuat merasakan hampir semua sudut ayunannya.
Puas mencoba Giant Swing, kami mencoba wahana ‘ekstrim’ lainnya, yakni Negeri Raksasa. Well, sekilas dibandingkan wahana seperti Vertigo Galaxy dan Giant Swing, wahana ini terlihat tidak begitu ‘ekstrim’. Tinggal duduk di kursi, kemudian wahana akan naik dan turun secara vertikal saja.
Eitts… tapi jangan salah. Negeri Raksasa ini ternyata menawarkan sensasi ekstrim yang tak kalah. Kita akan diturunkan dengan kecepatan yang begitu tinggi dari ketinggian yang juga tentu saja sangat tinggi. Aduh, kok banyak repetisi kata tinggi gini, hehe.
Yang jelas, menaiki wahana ini aku merasakan sensasi seolah jantungku tertinggal di atas ketika wahana bergerak turun dengan cepatnya. Agak kesal juga ketika di awal, operator bilang wahana bakal naik turun sebanyak 7 kali. Eh, ternyata dikit-dikit dia tambah juga sampai dua kali lipatnya kurasa, hehe. Sampai-sampai salah seorang teman merasa mual dan hampir mau muntah. Komplikasi efek terayun-ayun di Giant Swing dan naik turun di Negeri Raksasa. Setelah itu dia terpaksa memilih untuk tidak ikutan ke wahana lain.
Lanjut. Wahana berikutnya adalah Dunia Lain! Tapi sebelum itu kami sholat Ashar dulu di musholla yang berada di samping studio 4D. Musholla di Trans Studio ini cukup nyaman, dan yang terpenting, luas!
Setelah sholat, baru kami lanjut ke Dunia Lain. Sebelum masuk, ekspektasiku begitu tinggi terhadap wahana ini begitu tinggi. Di awal kami harus melalui sebuah lorong dan ruangan yang penuh dengan lukisan foto-foto orang masa lalu. Kesan angker masih dapatlah.
Namun, ketika kami menaiki kereta menjelajahi “dunia lain” ini, kesan angker itu tak kurasakan lagi. Aku cuma merasa seolah-olah aku sedang menonton pameran “objek seram” yang tak menyeramkan. Mungkin karena kereta yang berjalan terlalu cepat. Bisa juga karena jarak “objek seram” cukup jauh dari kereta kami. Satu-satunya yang cukup surprising itu ketika di akhir menjelang “garis finish” ada satu orang petugas yang menyamar menjadi hantu dengan kostum yang lumayan seram. Tapi itu tak cukup membuat kami kaget karena ia hanya muncul dari satu sisi kereta saja. Bagi mereka yang berada di sisi berlawanan tak sempat memergoki kehadiran “hantu” itu. Honestly, rumah hantu yang terseram yang pernah kumasuki mungkin baru yang di Jatim Park.
Mungkin yang membuat mengapa harga tiket Trans Studio saat weekend lebih mahal adalah selain hari libur adalah adanya atraksi atau pertunjukan pada hari tersebut. Sekitar pukul 5 sore lebih, yakni ketika kami selesai dari wahana Dunia Lain, kami mampir menyaksikan pertunjukan parade ikon (dan kostum) yang tengah berlangsung saat itu di Amphitheater Trans Studio. Ada tokoh Cinderella, Pirates of Caribbean, Elvis Presley, nenek sihir, dsb.
Selain parade ikon, juga ada pertunjukan laser. Bukan sekedar atraksi laser biasa. Laser-laser yang ditembakkan itu membentuk suatu animasi yang memiliki cerita, diiringi oleh narasi dari seorang pengisi suara. Unik juga ya. Baru kali ini aku melihat tayangan cerita animasi yang terbuat dari tembakan warna-warni sinar laser.
Setelah acara parade ikon dan atraksi laser selesai, pengunjung mendapatkan waktu khusus untuk berfoto-foto bersama ikon-ikon dalam parade tadi. Kalau tidak salah sekitar 10 menitlah waktu yang diberikan. Teman-teman pun tak melewatkan kesempatan untuk berfoto bareng ikon-ikon tersebut.
Setelah parade ikon ini, kami kembali lagi ke sektor Lost City. Kami mencoba mengeksplor wahana-wahana yang berada di sana.
Beberapa teman ada yang mencoba wahana Kong Climb. Wahana ini mirip banget dengan dinding panjat tebing yang biasa terdapat di kelompok pecinta alam di kampus-kampus. Di Kong Climb ini selain mendaki tebing, ada misi lain, yakni “mencuri permata” yang berada di puncak tebing.
Selain Kong Climb, wahana menarik lainnya di sektor ini adalah Jelajah. Kebetulan aku sempat mencobanya. Di wahana ini pengunjung akan menaiki perahu yang menyusuri sungai yang dirancang seolah-olah tengah berada di ganasnya rimba Afrika. Bertemu orang-orang suku pedalaman yang berada di sisi kanan kiri sungai. Tapi jangan terkejut kalau Anda melihat orang-orang suku ini ternyata makanannya adalah ketela Qitela, hehe.
Tak sekedar menyusuri sungai, perahu yang dinaiki juga akan menuruni sungai dari ketinggian kurang lebih 13 meter dengan kecepatan tinggi. Menaiki wahana ini, kita harus siap basah. Tapi nggak basah kuyup banget sih.
Dari Lost City kami kembali lagi ke Studio Central. Kali ini kami mencoba wahana Transcar Racing. Awalnya kukira ini macam bom-bom car. Ternyata kita mengendarai mobil yang serupa dengan bom-bom car tapi dengan mengikuti rute yang track-nya sudah ditentukan dan didesain layaknya berada di arena balap sungguhan.
Setelah itu kami break untuk menunaikan sholat Maghrib. Salah satu teman kami yang satu-satunya cewek dalam rombongan kami berpisah di sini karena harus pulang. Kami sempat bingung akan ke wahana apa lagi.
Kami sebenarnya ingin masuk ke wahana Super Heroes 4D. Namun, antrian yang sungguh mengular sempat menghalangi niat kami. Setelah tanya-tanya ke petugas yang menjaga, kami mendapatkan informasi bahwa durasi aksi Super Heroes 4D ini adalah sekitar 15 menit. Dan sekali show kapasitas ruangan bisa memuat sekitar 40 orang. Nah, ketika itu setelah dihitung-hitung kurang lebih kami harus mengantri selama kurang lebih 40 menit. Ya sudahlah, tidak apa-apa, toh sudah tanggung kami membayar mahal untuk masuk ke Trans Studio ini. Sayang kalau melewatkan wahana yang satu ini.
Ternyata show Super Heroes 4D ini memang worth it untuk antrian panjang seperti itu. Nggak menyesal kami mengantri selama itu. Keren banget pertunjukannya. Saat menonton, selain menggunakan kacamata 3D, kita duduk di kursi yang sudah dirancang untuk responsif terhadap action di dalam film animasi super heroes yang ditayangkan. Bayangkan saja, ketika ada cipratan air di dalam film, kita pun akan ikut basah terkena cipratan dari selang yang terpasang di kursi kita. Lalu, ketika ada asap kebakaran yang ditimbulkan dalam cerita film, kita pun akan mencium bau asap. Tak hanya itu, kursi pun juga bergoyang-goyang membuat kita seolah-olah berada di dalam film itu, seperti hampir terkena pecahan kaca yang terbang atau hampir terinjak oleh raksasa yang menjadi lawan sang super heroes. Eittss… spoiler, hehe!
Satu tempat terakhir yang kami kunjungi sebelum pulang adalah Trans Broadcast Museum. Di sana kami melihat-lihat “di balik layar” acara-acara di channel TV Trans dibuat. Seperti bagaimana studio yang digunakan untuk Investigasi dan cropping pembawa acara pada gambar video yang dihasilkan melalui kamera. Juga ada simulasi kuis missing lyric yang bisa kita gunakan juga buat sekedar iseng berkompetisi dengan teman-teman kita. Dan masih ada acara-acara Trans 7 atau Trans TV lainnya.
Trans Broadcast Museum itu menutup rangkaian acara main-main kami di Trans Studio Bandung. Sebelum pulang, kami sempat foto-foto dulu di depan pintu masuk Trans Studio, setelah itu mampir makan malam di Es Teler 77 yang berada di food court yang selantai dengan Trans Studio.